5. Aku tidak selicik itu

1059 Words
Apakah selama satu tahun menjanda Venus tidak menemukan lelaki yang hendak mendekatinya? Tentu saja ada. Rei salah satunya. Lelaki itu sempat mengutarakan isi hatinya, lengkap dengan segala jenis pengakuannya di masa lalu saat Venus masih menyandang status sebagai istri Regan. Mengejutkan, saat Venus tau bahwa lelaki itu menyukainya sejak lama. Percaya atau tidak, tapi Rei terlihat sungguh-sungguh. Jika dipikir dari sudut balas dendam, Rei merupakan satu-satunya kandidat untuk membalaskan dendam cintanya pada Regan. Regan dan Rei masih bersaudara, Venus bisa dengan mudah menjadikan Rei sebagai senjata paling ampuh. Tapi Venus tidak pernah berpikir sepicik itu. Meskipun sakit hati dan taruma yang diberikan Regan begitu membekas di hatinya, Venus tidak akan pernah melibatkan Rei dalam polemik kisah cintanya yang begitu rumit. Rei lelaki baik-baik. Tidak pantas dijadikan korban. Tidak ingin memberikan harapan palsu pada Rei, Venus pun selalu menegaskan bahwa hubungan mereka hanya sekedar teman biasa. Tidak lebih. Beruntung Rei menerimanya, dan tidak ada lagi drama pemberi harapan palsu. Venus pernah diberi harapan palsu dan rasanya menyesakkan. Venus tidak mau melakukan hal yang sama pada Rei. "Maafkan saya Venus, keputusan Pak Regan tidak bisa diganggu gugat. Dia tetap ingin kamu yang mendesain interior rumahnya." "Tidak apa-apa, saya ngerti. Orang kaya memang seperti itu." Balas Venus. Pak Fadli menyeringai, tapi terlalu lebar hingga tampak tidak tulus, dia terlihat tidak nyaman. "Pak Regan meminta hari ini kamu datang ke lokasi. Semua pekerjaan bisa dialihkan pada Mega." "Tidak perlu, semuanya sudah selesai. Saya tidak meninggalkan pekerjaan saya untuk dikerjakan orang lain." Pak Fadli menganggukan kepalanya. "Aku percaya. Kamu memang salah satu karyawan terbaik di perusahaan ini." Pujian Pak Fadli tidak lantas membuat suasana hati Venus membaik. Ia merasa harinya kembali buruk, setelah Regan tiba-tiba muncul kembali. Apalagi kali ini mereka kembali terlibat dalam satu pekerjaan. Jika dulu Regan melibatkan diri secara langsung karena ingin menebus kesalahan yang pernah dilakukannya, kali ini justru terlibat dalam proyek lain. Sama-sama memiliki tujuan dan Venus selalu ada di dalam lingkaran itu seolah dirinya terjebak dalam permainan yang dibuat Regan. "Sekali lagi aku sangat berterima kasih, dan tolong jaga kepercayaanku. Untuk kita dan perusahaan ini, karena menjalin kerja sama dengan Pak Regan tidak mudah. Tolong jangan buat dia kecewa." Venus mengerutkan dahinya. Jangan membuat Regan kecewa? Padahal lelaki itu yang sudah mengecewakannya. Tapi Regan selalu mampu membalikan keadaan hingga membuatnya terlihat seperti korban dan Venus lah yang selalu terlihat jahat. Bahkan saat perceraian itu terjadi pun banyak pihak yang justru menyalahkan Venus dengan menyebutnya tidak tau di untung. Untung apa yang mereka maksud, saat suamimu adalah orang yang telah membuat istrinya menyandang status yatim piatu? Bahkan Venus mendengar sendiri secara langsung Regan mengatakan bahwa ia tidak benar-benar mencintainya. Beruntung dari segi mananya? Apakah dinikahi lelaki kaya lantas menidurinya merupakan sebuah keberuntungan yang harus di kenang seumur hidup? Tentu tidak bukan? Venus sempat mendengar kerjasama dengan perusahaan Regan memang tidak mudah. Pantas saja Pak Fadli begitu antusias seolah Regan adalah dewa penyelamat untuknya. Mungkin bagi Pak Fadli dan perusahaan lain yang mengikat kerja sama dengannya akan menganggap Regan seperti dewa penyelamat. Tapi bagi Venus justru sebaliknya. Regan lebih mirip Dewa kematian yang membunuhnya secara perlahan. Saat Venus datang ke lokasi yang di maksud, ia mendapati beberapa orang sudah ada di sekitar rumah. Sepertinya para pekerja yang akan mengerjakan proyek rumah Regan. Tanpa sadar Venus menghela lemah. Hampir saja ia berpikir hanya akan ada dirinya saja di rumah itu dan bisa saja Regan sudah merencanakan sesuatu yang buruk padanya. Misalnya memperko,,, ya ampun! Venus segera membuang pikiran kotor dalam dirinya. Dari arah luar sudah terlihat jelas seberapa besar rumah yang akan dibangun Regan. "Aku membeli rumah jadi. Tapi hanya lokasinya saja yang kusukai, rumahnya tidak. Jadi, semuanya akan diubah, termasuk bangunannya." Venus menoleh cepat. Ia tidak mendengar kedatangan Regan, tiba-tiba saja lelaki itu sudah berada di sampingnya. "Saya akan mengerjakan bagian saya, nanti Bapak bisa sesuaikan dengan para pekerja lainnya." "Aku tahu kamu nggak suka lihat aku, tapi setidaknya jangan bicara formal seperti itu. Agak aneh dengernya," Venus menghela lemah. Regan adalah Bos besar, ia harus menghormatinya sebagai atasan, bukan mantan suami. Venus terus merapalkan kalimat tersebut dalam hatinya. "Saya biasanya memang seperti ini, Pak. Maaf kalau membuat Pak Regan kurang nyaman." Venus mencoba tetap bersikap ramah. "Lahannya lumayan luas. Aku sengaja membelinya dan ingin menjadikannya sebagai tempat tinggalku nantinya." Ucapnya dengan nada biasa, seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Mungkin Regan sudah mengubur semua masa lalu yang pernah terjadi diantara keduanya. Bagi Regan membuang wanita seperti Venus bukan perkara sulit. Bahkan setelah menyandang status sebagai suami saja, Regan masih bisa berhubungan baik dengan cinta masa lalunya, yang bernama Fanya. Atau mungkin saja proyek rumah yang melibatkan Venus kali ini hanya sebuah alibinya saja agar Venus tau bahwa kisah cintanya dengan wanita itu masih terjalin baik hingga saat ini. Tidak menutup kemungkinan itu merupakan suatu jebakan yang sudah direncanakan dengan sempurna. Empat jempol untuk Regan karena sudah berhasil kembali melibatkan Venus ke dalam situasi yang tidak diinginkan. "Disini mau dibuatkan kolam renang." Tunjuknya pada lahan kosong, yang saat ini masih ditumbuhi tanaman hias dan pohon sawo. "Disini juga ada ayunan, yang menghadap langsung ke arah kolam." Lanjutnya. Venus hanya menggumam sesekali menanggapi ucapan Regan. Ia tidak perlu mengutarakan pendapat atau apapun karena Venus hanya bertugas mendesain interior rumahnya saja. Untuk bagian luar ada arsitek lainnya. "Taman bermain anak-anak disini. Menurutmu bagaimana? Bagus, kan?" Venus awalnya tidak ingin menjawab, tapi saat itu hanya ada dirinya yang berada di samping Regan, pastinya ia yang diajak bicara. "Iya. Bagus." Jawabnya. Lebih baik menjawab pendek, Sesuai pertanyaan. "Bagaimana kabarmu?" Tiba-tiba saja Regan mengubah topik pembicaraan. Venus tau lelaki itu tengah menatap ke arahnya, tapi ia lebih memilih menatap ke arah lain. "Baik. Seperti yang Bapak lihat saat ini, saya sangat baik." Jawab Venus tegas dan sekilas menoleh ke arah Regan. Mungkin lelaki itu tengah mencari sisa-sisa kebucinan dari wajah Venus yang dulu sempat ditunjukkannya tanpa rasa malu. Venus memang tidak pernah segan menunjukan rasa cintanya pada Regan yang mungkin saat itu justru menjadi hiburan paling menyenangkan untuk Regan karena ia bisa mengelabuinya dengan mudah. "Kamu memang terlihat baik-baik saja. Syukurlah." Syukurlah? Dia mensyukuri apa yang terjadi pada Venus. Benar begitu kan, arti dari kalimatnya. Atau mungkin Regan justru menginginkan sebaliknya. Ia berharap Venus tetap berada dalam kubangan penderitaan karena telah memilih bercerai dengannya. Meratapi perpisahan dan menangisinya setiap malam? Tentu saja tidak akan. Meskipun dulu Venus pernah melewati masa-masa seperti itu. Tapi sekarang tidak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD