Keadaan sekitar kantor terlihat sibuk, karyawan-karyawan berlari ke sana-sini, dan beberapa dari mereka memandangku dengan rasa ingin tahu.
"Ibu Alesya," sambut Yasmin, dia sudah tidak memakai seragam Office Girl lagi. Semalam aku memerintahkan Yasmin untuk kembali bekerja menjadi Sekertarisku. Dan, aku juga menyuruh Yasmin mengadakan rapat direksi dan pemegang saham. Tidak lupa, aku menyuruh Yasmin untuk memanggil semua karyawan lama papa.
"Loh, Yasmin. Kenapa kamu memakai pakaian seperti itu? Mana seragam OB kamu?" cecar penjaga keamanan perusahaan, suaranya terdengar keras.
"Yasmin tolong pecat mereka, panggil kembali Pak Yono dan Pak Budi menggantikan mereka," titahku. Suaraku terdengar tegas dan berwibawa. Penjaga keamanan itu terlihat tidak percaya, matanya melebar, dan mulutnya terbuka lebar.
"Apa! Kamu siapa, berani memecat kami," bentak mereka tidak terima.
"Aku sudah memberitahu kalian, kalau aku anak pemilik perusahaan ini, tapi kalian tidak percaya," jawabku tegas.
Tapi, mereka masih tidak percaya. "Mana mungkin? Pak Hanz pemilik perusahaan ini, hanya beliau yang bisa memecat kami," tolak mereka, dengan keras dan tidak mau kalah.
Aku tersenyum tipis, karena mereka masih tidak tahu apa yang terjadi. "Bos kalian sudah berhenti, dia tidak akan memimpin perusahaan Artha Group lagi. Sekarang, kalian ambil surat pemecatan kalian di HRD," pungkasku, lalu meninggalkan mereka yang masih berdiri dengan wajah tidak percaya.
Aku berjalan dengan percaya diri, meninggalkan mereka yang masih berusaha memahami apa yang terjadi. Aku tahu, keputusan ini akan membuat beberapa orang tidak puas, tapi aku tidak memikirkan itu sekarang. Aku harus fokus pada perusahaan dan masa depan perusahaan ini.
Aku masuk ke dalam lift petinggi perusahaan, Yasmin mendampingiku dengan langkah cepat. Aku merasakan getaran lift yang membawa kami ke lantai atas, dan aku yakin akan menghadapi banyak tantangan di kantor ini.
Saat lift berhenti, pintu terbuka dengan suara 'ding' yang lembut. Aku melangkah keluar, dan pandangan mataku langsung tertuju pada beberapa karyawan yang sedang mengobrol di waktu jam kerja, bahkan ada yang masih berdandan di depan meja kerja mereka. Mereka tidak menyadari kehadiran aku, sampai aku berada di depan mereka.
Tatapan sinis yang kudapatkan dari mereka yang tidak mengenalku, bahkan mereka seolah tidak takut. Aku bisa melihat ekspresi wajah mereka yang berubah menjadi tidak percaya, ketika mereka tahu aku adalah Alesya, anak pemilik perusahaan ini, setelah Yasmin memperkenalkan siapa aku.
Beberapa dari mereka mencoba untuk menyembunyikan wajah mereka, tapi aku melihat ketakutan di mata mereka.
"Apa setiap hari pekerjaan kalian seperti ini ?" tanyaku sambil melangkah menghampiri meja kerja mereka, suaraku terdengar keras dan tegas.
Beberapa karyawan lainnya yang sedang bekerja, tidak berani menatapku. Mereka sibuk dengan pekerjaannya, tapi aku bisa melihat mereka mengintip ke arahku dengan rasa ingin tahu.
"Siapa seh dia?" tanya beberapa karyawan yang baru datang, suaranya tidak terlalu keras, tapi aku bisa mendengarnya dengan jelas.
"Yasmin, cepat bikinkan minum buatku. Ngapain kamu mengekori si gendut, sana pergi ke pantry buatkan minum seperti biasa," bentak salah satu karyawan dengan pakaian kurang bahan dan make up tebal. Dia menaruh tasnya di meja kerja yang biasa Yasmin duduki. Sekarang, aku tahu dia sekertaris Mas Hanz.
"Kamu itu tidak pantas bekerja di perusahaan Artha Group, tidak ada sopan santunnya," kataku dengan keras, suaraku terdengar tegas dan berwibawa sambil menatap tajam kearah wanita yang tadi menyuruh Yasmin.
"Hei, gendut. Kamu itu tidak bisa mengaturku, Pak Hanz saja pemilik perusahaan ini tidak pernah melarangku menyuruh Yasmin. Yasmin hanya OB, sudah pantas aku suruh," jawabnya, meremehkanku.
Aku melihat ekspresi wajah karyawan lainnya berubah menjadi tidak percaya, dengan sikap sekertaris Mas Hanz.
"Yulia, dia itu Ibu Alesya Artha Wijaya anak dari pemilik perusahaan ini," bisik salah satu karyawan ke Sekretaris Mas Hanz.
Amarahku semakin membara, mendengar jawaban Yulia, sekertaris Mas Hanz. Tapi, saat ini aku tidak ingin meladeninya karena ada yang lebih penting.
"Kalian semua, kumpul di ruang rapat sekarang juga!" perintahku dengan suara keras.
Karyawan-karyawan lainnya yang sedang bekerja, langsung berhenti dan menatapku dengan rasa takut. Tapi, sebaliknya wanita bernama Yulia mendengus kesal, melihat kearahku.
"Yasmin, pastikan mereka semua hadir di ruang rapat," kataku kepada Yasmin yang berdiri di sampingku.
Yasmin mengangguk dan langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi beberapa orang.
Aku berjalan menuju ruang rapat, dengan langkah yang cepat dan tegas. Aku harus mengambil tindakan yang tepat untuk mengubah keadaan di perusahaan ini.
Saat aku memasuki ruang rapat, aku melihat beberapa wajah lama yang aku kenali. Mereka adalah karyawan-karyawan yang telah bekerja di perusahaan ini sejak zaman papa. Satu persatu karyawan Mas Hanz, masuk ke dalam ruangan rapat.
"Ibu Alesya, akhirnya ibu kembali," ucap salah satu dari mereka dengan mata berkaca-kaca.
Aku tersenyum dan mengambil tempat di kepala meja. "Aku akan mengambil alih perusahaan ini, dan aku akan melakukan perubahan besar-besaran. Aku tidak akan membiarkan perusahaan ini di bawah kendali Mas Hanz lagi."
Ruangan rapat menjadi sunyi, karyawan-karyawan Mas Hanz memandangku dengan rasa takut dan tidak percaya. Sedangkan karyawan lama papa terlihat tersenyum lega, mereka tahu aku akan melakukan perubahan yang tepat.
Aku mengambil napas dalam-dalam, sebelum memulai rapat. "Baiklah, mari kita mulai. Aku tahu perusahaan ini telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, dan aku yakin itu semua karena kesalahan Mas Hanz."
Aku melihat ke sekeliling ruangan, memastikan semua orang memperhatikan. "Aku akan melakukan perubahan besar-besaran di perusahaan ini, mulai dari struktur organisasi, sistem kerja, hingga kebijakan perusahaan."
Aku mengambil pena dan kertas, lalu mulai menulis beberapa poin penting. "Pertama, aku akan memecat semua karyawan yang tidak berkompeten dan tidak memiliki integritas. Aku tidak ingin ada lagi karyawan yang hanya mengandalkan nama Mas Hanz untuk mendapatkan pekerjaan."
Aku melihat ke arah karyawan lama papa, mereka mengangguk setuju. "Kedua, aku akan mengubah sistem kerja perusahaan, dari yang sebelumnya yang hanya berfokus pada keuntungan, menjadi berfokus pada kualitas dan kepuasan pelanggan."
Aku menulis beberapa kata lagi, "Ketiga, aku akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di perusahaan ini. Aku tidak ingin ada lagi korupsi atau penyalahgunaan wewenang."
Karyawan-karyawan Mas Hanz memandangku dengan rasa takut, dan mereka sudah mulai gelisah. Sedangkan karyawan lama papa terlihat tersenyum bahagia.
"Aku tahu perubahan ini tidak akan mudah, tapi aku yakin kita bisa melakukannya. Aku percaya pada kalian, dan aku percaya pada perusahaan ini."
Seketika ruangan ini meledak dengan tepuk tangan, karyawan-karyawan lama papa berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah. Aku tersenyum lega, aku yakin sudah membuat keputusan yang tepat.
Setelah rapat selesai, aku masuk ke dalam ruangan Mas Hanz. Yasmin memberikan setumpuk dokumen untuk aku pelajari, tiba-tiba aku dibuat terkejut ketika pintu ruangan dibuka dengan kasar, dan Sarah masuk dengan wajah murka.
"Dimana Mas Hanz?" teriak Sarah, suaranya keras dan tidak sopan.
"Mas Hanz, sudah tidak bekerja di perusahaan ini," jawabku dengan santai sambil menyenderkan punggungku di kursi.
Sarah melangkah maju, wajahnya semakin dekat denganku. "Kamu tidak bisa memecat Mas Hanz karena dia pemilik perusahaan ini."
"Yasmin, tolong panggil keamanan untuk mengantar Sarah keluar dari perusahaan ini," kataku dengan suara tegas. Aku sedang malas meladeni selingkuh Mas Hanz.
Yasmin langsung mengambil ponselnya dan menghubungi keamanan. Sarah masih terus mengancam dan berteriak, tapi aku tidak perduli. Pak Yono dan Pak Budi mendatangi ruanganku, aku tersenyum lega melihat mereka kembali bekerja.
"Selamat datang kembali, Ibu Alesya," ucap Pak Budi dan Pak Yono dengan sopan.
"Terima kasih, Pak. Tolong bawa pergi wanita ini," perintahku, sambil menunjuk ke arah Sarah.
"Siap, Bu," jawab mereka serempak.
Sarah masih terus berteriak dan mengancam, "Gendut, kamu akan menyesal!"
Pak Budi dan Pak Yono memegang tangan Sarah, lalu menarik wanita hamil itu keluar dari ruanganku. Aku mendengar suara Sarah yang semakin menjauh, dan akhirnya terdengar pintu ruangan tertutup.
"Pelakor tidak tahu diri," umpat Yasmin melihat ke arah pintu.
"Kalau tahu diri tidak akan jadi pelakor," sahutku, sambil tersenyum.
Yasmin tersentak kaget, lalu tersenyum malu. "Iya, benar, Bu. Kalau begitu aku keluar dulu," ucap Yasmin undur diri.
"Terima kasih, ya, Yasmin," ucapku, sambil mengangguk.
Setelah Yasmin keluar, aku mulai mempelajari proyek yang sedang dikerjakan Mas Hanz. Aku membuka map yang berisi dokumen-dokumen proyek, dan mulai membaca dengan teliti.
Proyek pertama adalah pembangunan mall di pusat kota, dengan nilai kontrak yang sangat besar. Aku bisa melihat Mas Hanz telah melakukan beberapa kesalahan dalam perencanaan, dan aku memperkirakan proyek ini akan mengalami kerugian besar.
Proyek kedua adalah pengembangan aplikasi mobile untuk perusahaan e-commerce, tapi Mas Hanz telah menghentikan pengembangan aplikasi ini tanpa alasan yang jelas.
Aku terus mempelajari dokumen-dokumen proyek, dan Mas Hanz telah melakukan beberapa kesalahan yang sangat fatal. Aku harus bertindak cepat untuk menyelamatkan perusahaan ini.
Waktu pulang pun tiba, saking sibuknya tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Seluruh karyawan sudah mulai pulang, Yasmin masuk ke dalam ruanganku.
"Bu, sudah waktunya pulang."
"Yasmin, kamu pulang dulu. Aku nanti pulangnya, sebentar lagi selesai," kataku.
"Apa ibu yakin? Nanti kalau ibu butuh sesuatu tidak ada yang membantu," ucap Yasmin terlihat tidak tega meninggalkanku sendirian di kantor.
"Tidak apa-apa, ini sebentar lagi selesai. Kamu pulang saja."
"Baik, Bu. Kalau begitu aku pulang dulu," pamit Yasmin.
Setelah Yasmin pergi, aku kembali larut dengan pekerjaanku. Sampai tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku merenggangkan punggungku yang kaku, karena sejak tadi duduk terus. Lebih baik, besok aku kerjakan lagi. Sekarang aku harus pulang.
Aku mengambil tasku, lalu meninggalkan ruangan kerjaku. Suasana kantor sepi. Tapi, aku tidak takut sama sekali. Sampai di lobi, Pak Yono dan Pak Budi menghampiriku.
"Ibu Alesya baru pulang?" tanya Pak Yono.
Aku tersenyum kecil. "Banyak pekerjaan harus dibenahi, Pak," kataku.
"Tapi, Ibu Alesya harus jaga kesehatan juga," ucap Pak Budi.
"Siap, Pak. Kalau begitu aku pulang dulu," pamitku.
"Hati-hati di jalan, Bu," ucap mereka barengan.
Aku mengangguk, lalu melangkah ke basement untuk mengambil mobilku. Suasana Basement sangat sepi dan mencekam, hanya terdengar suara mesin pendingin udara yang berdengung, membuat jantungku mulai berdetak lebih cepat.
Aku membuka pintu mobil, tapi dari belakang tiba-tiba ada tangan yang membekap mulutku. "Jangan berteriak," ancamnya, suaranya rendah dan menakutkan.
Aku terkejut dan belum siap, aku mencoba untuk melawan, tapi tangan itu terlalu kuat. Aku merasa ada yang mengikat pergelangan tanganku, dan aku tidak bisa bergerak.
"Cepat ikat wanita ini," perintah orang yang membekapku.
Ternyata mereka tidak sendiri, aku bisa melihat ada beberapa orang lain yang bergerak di sekitar aku. Jantungku berdetak semakin cepat, dan saat ini aku sedang dalam bahaya.