Seseorang menutup mataku dengan kain hitam, membuatku kesulitan melihat siapa yang menculikku. Aku hanya bisa mendengar suara-suara di sekitarku, dan merasa tubuhku diangkat oleh beberapa orang.
"Gotong si gendut, masukkan ke dalam mobil," perintah salah satu dari mereka, suaranya terdengar kasar dan tidak sabar.
"Berat sekali si gendut. Kayanya ini orang kebanyakan dosa," keluh orang yang ingin mengangkat tubuhku, suaranya terdengar kesal.
Aku berusaha memberontak, tapi semua kaki, tanganku diikat kencang dengan tali yang kuat. Tiba-tiba ada yang mendorongku dan aku jatuh ke atas jok yang empuk. Aku mencoba untuk mengangkat kepalaku, tapi ada tangan yang menekan kepalaku ke bawah.
"Diam, gendut. Jangan bergerak atau aku bunuh kamu sekarang," ancam salah satu dari mereka, suaranya terdengar menakutkan.
Aku merasa mobil bergerak, dan aku tidak tahu kemana mereka membawaku karena aku tidak bisa melihat apapun. Suara dering telepon terdengar di dekatku, dan aku merasakan getaran di jok mobil.
"Boss telepon, kalian diam," ucap salah satu dari mereka.
Seseorang disampingku terdengar sedang mendengar ucapan dari sambungan telepon.
"Baik, Boss. Jadi, si gendut harus kita habisi," ucap pria disampingku, suaranya terdengar kejam dan tidak ada empati.
Seketika jantungku berdegup kencang, seakan napasku terhenti. Aku tidak menyangka Mas Hanz menjalan rencananya untuk menghabisi nyawaku. Aku mencoba untuk menggerakkan tubuhku, tapi ikatan tali masih terlalu kuat.
Mobil terus bergerak, dan aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan hidup. Waktu seolah berjalan sangat lambat, setiap detik terasa seperti jam.
"Kita sudah sampai," ucap salah satu dari mereka, suaranya terdengar seperti mereka telah tiba di tujuan.
Aku merasa mobil berhenti, dan pintu mobil terbuka. Aku diangkat keluar dari mobil, dan dibawa ke suatu tempat. Aku bisa merasakan udara yang lebih sejuk, dan suara-suara yang berbeda.
"Kalian tahu apa yang harus dilakukan," ucap pria disampingku.
"Kalian siapa? Siapa yang menyuruh kalian, aku bisa membayar kalian sepuluh kali lipat asalkan kalian mau melepaskanku," kataku mencoba mengajak mereka berkompromi.
"Diam, gendut," bentak salah satu dari mereka dengan keras. "Aku tidak membutuhkan uang kamu," bisik seseorang disampingku. Bau mulutnya membuatku hampir muntah.
Aku merasa ada yang mendorongku ke depan, dan aku jatuh ke tanah. Tapi, tiba-tiba, tubuhku diangkat lagi dan dilempar ke dalam mobil. Walau mataku tertutup, aku sangat mengenali aroma wangi di dalam mobil, sekarang aku berada di dalam mobil kesayanganku.
Aku mendengar suara mobil bergerak. Tapi, aku yakin tidak ada orang yang menyetir mobilku.
"Dorong mobilnya ke sungai!" perintah salah satu dari mereka.
Aku merasa mobilku melaju kencang, dan kemudian... tubuhku terdorong ke depan menghantam kaca. Aku yakin sekarang mobilku terjun bebas ke dalam sungai, karena aku mendengar suara air yang menghantam mobil.
Aku mencoba untuk melepaskan ikatan tali, tapi sudah terlambat. Aku merasa air masuk ke dalam mobil, dan aku mulai kehabisan napas...
Aku mencoba untuk melepaskan ikatan tali, dan entah bagaimana, aku berhasil melepasnya. Dengan cepat aku membuka penutup mata, dan terkejut aku sudah berada di dasar sungai. Beruntung pintu mobil tidak terkunci, aku langsung berenang ke atas, mencoba untuk mencapai permukaan air.
Aku berhasil mencapai permukaan, dan menghirup napas dalam-dalam. Kulihat sekeliling, disekitarku hanya ada pohon tinggi menjulang dan hutan yang gelap. Entah aku sekarang berada di mana. Aku melihat jembatan di atas, dan aku harus berenang ke tepi sungai.
Aku mulai berenang, tapi aku merasa sakit di bagian wajah. Aku menyentuh wajahku, dan aku merasakan luka robek yang cukup dalam dan darah mengalir di tanganku.
Aku terus berenang, mencoba untuk mencapai tepi sungai. Kakiku tiba-tiba kram tapi aku tidak akan menyerah. Aku terus bergerak, dan harus selamat. Dengan perjuangan cukup melelahkan. Akhirnya, aku berhasil mencapai tepi sungai. Aku naik ke darat, dan aku jatuh ke tanah. Aku merasa lelah, sakit, dan takut.
Aku mencoba untuk berdiri, tapi tubuhku lemah. Aku jatuh ke tanah lagi, dan aku tidak bisa bergerak. Aku hanya bisa berbaring di sana, menunggu...
Aku menatap langit dengan taburan bintang-bintang, dan mencoba untuk mengumpulkan tenaga. Tapi, Tiba-tiba ada yang menyorotkan lampu senter kearah wajahku, membuat silau dan menutup mata.
Aku mendengar suara langkah kaki cukup berat mendekatiku. Seketika jantungku berdegup kencang, aku takut orang yang menculikku datang. Aku membuka mata, dan melihat seorang pria berdiri di atasku. Dia sangat tampan, dengan rahang kokoh dan mata yang tajam.
Rambutnya yang gondrong diikat asal, membuat anak rambut jatuh ke dahinya membuat pria itu semakin macho. Kulitnya berwarna coklat yang sehat, dengan bibir sensual. Perpaduan yang sempurna.
Pria itu memakai pakaian pemburu, dengan jaket kulit yang kotor dan celana jeans yang robek di beberapa tempat. Tubuhnya atletis, dengan otot-otot yang jelas terlihat.
Dia melihatku dengan mata yang tajam, aku tidak tahu siapa dia, tapi aku yakin dia tidak akan menyakitiku.
"Apa yang terjadi?" dia bertanya, dengan suara bariton. "Kamu terluka." Pria itu berjongkok, lalu membantuku untuk duduk.
Aku mencoba untuk menjawab, tapi aku tidak bisa mengeluarkan suara. "Sudah jangan menjelaskan apa yang terjadi. Biar aku obati luka kamu, supaya tidak terjadi infeksi."
Pria tampan itu mencoba menolongku, dengan perlahan-lahan menutup luka di wajahku dengan kain supaya darah tidak terus keluar. Lalu, dia mengeluarkan sebuah kotak P3K dari tasnya, dan mulai membersihkan luka di wajahku dengan cairan antiseptik. Aku merasa sakit, dan perih tapi aku tidak ingin mengeluh.
Setelah membersihkan luka, dia mulai menutupnya dengan perban. "Sudah selesai," katanya.
"Terima kasih," ucapku.
"Apa yang terjadi?" dia bertanya lagi dengan ekspresi serius. "Apa Kamu mengalami kecelakaan?" cecarnya.
Aku menggelengkan kepala. "Ada orang yang ingin membunuhku," kataku.
Pria itu tersentak mendengar penjelasanku, matanya melebar dengan terkejut. Kami duduk di tepi sungai, dengan hutan yang lebat di sekitar kami. Suasana malam mulai berganti dengan pagi, dengan suara burung-burung yang mulai berkicau dan sinar matahari yang mulai menyinari hutan.
Hutan mulai hidup, dengan suara-suara alam yang mulai terdengar. Aku merasakan udara pagi yang segar, dan aroma bunga yang mulai mekar. Sungai di bawah kami mengalir dengan tenang, dengan air yang jernih dan dingin.
"Apa kamu tahu orang yang ingin menghabisi nyawa kamu?" tanya pria itu dengan ekspresi serius.
"Aku tidak tahu wajah mereka. Tapi, aku yakin mereka orang suruhan" kataku. "Dan, aku yakin orang yang menyuruh mereka adalah suamiku karena dia ingin menguasai hartaku. Dia membuatku meninggal seolah-olah aku mengalami kecelakaan."
Pria itu mengangguk, dengan ekspresi yang serius. "Aku akan membantu kamu," katanya.
Aku merasa lega, dan sedikit percaya pada pria itu. Aku tidak tahu siapa dia, tapi aku yakin dia orang baik yang dikirim oleh Tuhan.
"Terima kasih, namaku Alesya," kataku memperkenalkan diri.
"Aku Karang Samudera, panggil saja Sam."
Aku tersenyum setelah kami saling berkenalan. "Sekali lagi terima kasih, sudah membantuku," kataku dengan tulus.
"Ayo, aku bantu kamu. Di sana ada Villaku, kamu bisa beristirahat." Aku mengangguk setuju, entah kenapa berada disampingnya aku merasa aman. Aku bersyukur kakiku tidak mengalami cidera, jadi aku masih berjalan tanpa harus menyusahkan orang lain. Hanya lecet-lecet saja tangan dan kakiku.
Kami berjalan tidak terlalu jauh, dan melihat sebuah Villa mewah dan besar di depan mataku. Villa itu sendiri terletak di tengah hutan, dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi dan suara burung yang merdu. Sam mengajakku masuk ke dalam Villa.
"Sam, ini villa kamu?" tanyaku lagi, sambil mengendarkan pandangan ke penjuru villa.
"Ya, silahkan duduk," jawab Sam, sambil menunjukkan ke arah sofa empuk.
"Tapi, bajuku kotor."
"Tidak apa-apa, duduklah pasti kamu lelah," katanya. Aku menjatuhkan bobot tubuhku di sofa.
Villa memiliki arsitektur yang unik, dengan atap yang tinggi dan jendela yang besar. Dindingnya dihiasi dengan ukiran kayu yang indah, dan lantai yang terbuat dari marmer yang mengkilap. Aku bisa melihat keindahan alam di sekitar villa, dengan taman yang indah dan kolam renang yang jernih.
"Kenapa kamu membangun Villa di tengah hutan?" tanyaku, sambil memandang ke arah Sam.
Sam, sedang mengambil air mineral dari dalam lemari pendingin, lalu melangkah kearahku. "Aku suka berburu, saat berburu aku akan menghabiskan waktu bisa berminggu-minggu dan berbulan-bulan."
Aku mengangguk, sambil menerima air mineral yang diberikan oleh Sam. "Minumlah," katanya.
Aku menengguk air mineral dingin sampai habis, dan merasa lebih segar. "Lalu, apa rencana kamu?" tanya Sam.
"Sam, kita baru saling mengenal. Kenapa kamu mau membantuku?" tanyaku penasaran.
Sam tersenyum, dan aku bisa melihat kehangatan di matanya. "Aku tidak tahu, Alesya. Tapi, entah kenapa wajah kamu mengingatku dengan seseorang yang sangat berarti di dalam hidupku."
"Pacar?" tanyaku penasaran sambil menatap kearahnya.
Sam menggelengkan kepala, dan aku bisa melihat bayangan kesedihan di matanya. "Dia istriku, tapi sekarang istriku sudah meninggal bersama putra kami saat dia melahirkan," ungkap Sam, suaranya rendah dan sedih.
Aku sedih mendengar cerita hidup Sam, yang ternyata kehilangan dua orang sekaligus yang berarti dalam hidupnya.
"Pasti istri kamu cantik sekali, sedangkan kamu lihat tubuhku saja gendut. Rasanya mana mungkin aku mirip dengan istri kamu, Sam," kataku, sambil mencoba untuk menghibur Sam.
Sam hanya tersenyum, lalu dia mengambil ponsel dari dalam kantong jaketnya. Dia memperlihatkan sebuah foto yang membuatku membeku, foto itu seperti aku saat masih kurus dan langsing.
"Namanya Aluna," ucap Sam.
Aku masih tidak percaya, bagaimana mungkin ada orang yang sangat mirip dengan aku, kecuali kami kembar.
"Kenapa wajah kami mirip sekali," kataku, sambil memegang wajahku, mencoba untuk memahami apa yang sedang terjadi.
Sam tersenyum. "Aku akan membantu kamu. Tapi, kamu harus membantuku juga," katanya, memberikan penawaran.
Aku merasa penasaran, apa yang Sam maksudkan. "Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku, sambil menatap kearahnya.
Sam mengambil napas dalam-dalam, sebelum menjawab. "Aku ingin kamu menjadi Aluna, istriku yang sudah meninggal. Dan, aku akan membantu kamu untuk balas dendam ke suami kamu," katanya dengan wajah serius.