“Kamu kembali saja dulu. Saya masih ingin melihat-lihat. Nanti kamu bisa balik lagi,” ujar Kenrich pada sang ART dengan posisi membelakangi. “Baik, Tuan.” Suara wanita itu terdengar, lalu tidak lama kemudian sunyi. Wahda menoleh belakang. ART itu sudah tidak ada di tempat. Ia mendekati sang suami sambil tergelak. Ia juga memukul pelan lengan Kenrich. “Kamu, sih! Dasar nggak tahu tempat. Di sini full CCTV nggak sih?” Kenrich menggeleng. “CCTV hanya ruang tertentu saja. Kita ke kamar saja.” Pria itu menarik sang istri untuk masuk lift, lalu turun ke lantai dua menuju kamar. “Kita Zuhur dulu,” tolak Wahda saat Kenrich terus mengganas. “Nanti saja.” “Now! Salat dulu diutamakan daripada begituan.” “Baiklah. Kita lakukan sekalian mandi sebelum salat.” Wahda jelas kalah jika harus menol

