Wajah Wahda kembali masam. Ia menunduk. Jika sudah membawa-bawa masalah anak atau suami menikah lagi, perasaannya sangat sensitif. Sebab sampai saat ini, ia merasa belum sempurna sebagai seorang istri. Kenrich yang menggenggam telapak tangan Wahda, mengarahkan telapak tangan tersebut ke bibirnya, mengecupnya dalam. “Saya tidak perlu tambah istri. Satu saja sudah lebih dari cukup. Kalau sudah ada permaisuri di istana, bukankah mengundang bencana jika menghadirkan setan di dalamnya? Bagi saya, cukup satu bidadari yang menemani saya di bumi maupun di alam sana nanti. Tidak untuk tambah lagi.” “Jadi, bagi Pak Ken istri kedua, ketiga, dan seterusnya itu setan?” Kolega pria bertanya padanya. “Ya. Mereka pengganggu dan perusak. Kalau satu saja tidak habis-habis, untuk apa kedua dan seterusnya

