Kenrich tersenyum. “Tidak perlu, Bu. Dia hanya butuh istirahat saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Guntur mengembuskan napas berat. “Bapak rasa, dia marah sama kami.” “Tidak, Bapak tenang saja.” “Ditelepon juga ndak diangkat. Kami jadi kepikiran dan merasa bersalah,” sahut Kumala. “Jangan seperti itu. Wahda benar-benar tidak apa-apa. Serahkan saja sama saya.” “Baiklah. Kami titip Wahda, ya, Nak Ken. Kami memang bukan orang tua yang baik untuknya. Tapi tolong, jadilah suami yang selalu ada buat dia. Kami gagal berbuat adil untuk kedua putri kami. Dan untukmu, Ibu mohon jangan jadi suami yang gagal untuk Wahda.” Mata Kumala berkaca-kaca. “Insyaallah, Bu. Saya akan menjaganya sebisa saya.” “Dan terima kasih karena sudah kami repotkan dengan membawa rombongan ke sini. Barang yang

