Suara berisik membuatku perlahan membuka mata, namun tak lantas bangun, melainkan berbaring miring menghadap tembok. "Aku tak ada niat menyakitimu, Li. Aku bersikap seperti itu karena cemas." Tok. Tok. "Buka, Li. Aku mau ganti baju, mau kerja." Aku mengembuskan napas. Sebenarnya masih malas bersitatap dengannya, tapi karena tak punya pilihan, akhirnya beranjak menuju pintu. Mas Danu langsung mengulurkan sebuket mawar agak layu begitu pintu terbuka. "Bunga kemarin. Aku lupa memberikannya padamu." Aku hanya mengamati, tetap membiarkan bunga itu terkacung di udara, lalu bergerak menyingkir, memberinya jalan lewat. "Kamu masih marah?" Jelas saja. Tetapi malas menjawab. Aku bukan menikahi anak kecil yang apa-apa harus dijelaskan dengan rinci. "Li ...." Mas Danu menggapai pergelangan ta