Alana menatap langit-langit kamarnya setelah mendesah beberapa kali. Saat ini, gadis itu benar-benar merasa tidak memiliki apapun. Perusahaan yang dia bangun dengan susah payah, diambil alih oleh Nanaw menggunakan tipu dayanya yang sangat halus. Suami yang dia percaya dan dia harapkan, ternyata berselingkuh darinya dan bahkan sampai tega memukulinya seperti kemarin. Jika dia tidak tahu ada video itu, mungkin dia tidak akan tahu bahwa Argo yang dia pikir orang yang baik bisa memukuli wanita sampai seperti itu.
Lagi-lagi Alana mendesah kemudian berusaha memejamkan matanya. Besok ada banyak hal yang harus dia lakukan. Seperti bertemu dengan pemilik Ruko, mengunjungi suplier bunga lamanya dan membuat persiapan lain yang dia butuhkan untuk membuka kembali toko bunga miliknya.
"Alana maaf karena mengirim chat malam-malam, tapi katanya kamu mau menyewa Ruko yang di samping klinik yah?" Sebuah pesan dari Damian membuat Alana kembali membuka matanya karena suara getaran ponsel yang dia taruh di nakas.
"Iya Mas, kata pemilik Apartemen Ruko itu emang di sewakan kan? apa mas mau nyewa ruko itu juga?" Balas Alana sambil menggigit bibirnya gugup. Dia sudah suka ruko itu dan kata Pemilik Apartemen harganya juga murah. Dia tidak mau berebut dengan orang baik seperti Damian. Dan soal panggilan mas yang dia sematkan di depan nama Damian itu, baru kali ini dia tunjukkan. Tadi siang dia tidak sengaja mendengar beberapa pegawai Apartemen bergosip tentang Damian. Dari sana Alana tahu bahwa laki-laki itu tiga tahun lebih tua darinya. Rasanya Alana tidak enak jika hanya memanggil nama. Wanita itu tidak tahu bahwa panggil mas yang dia sematkan di depan nama Damian itu, sedang membuat laki-laki itu salting Brutal sampai membuat dia tidak sengaja membanting ponselnya ke lantai dan pecah berkeping-keping. "Mas?" Alana mengirimi pesan lagi tapi tidak terkirim. Perasaan Alana jadi gelisah.
Gadis itu beranjak dari tidurnya dengan tidak tenang. Sampai tiba-tiba ada suara bel di pintunya dan begitu dia lihat melalui kamera pintu, di depan sana berdiri Damian dengan rambut yang cukup berantakan dan piama hitam yang membungkus tubuh atletisnya.
Alana buru-buru membuka pintu kamarnya dan laki-laki itu terlihat meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf karena ganggu malam-malam, tadi mau balas chat kamu tapi ponsel aku rusak." Ringis Damian dengan canggung.
"Rusak?" terlihat dahi Alana berkerut.
"Nggak sengaja ke tendang terus ke banting ke lantai." Balas Damian sambil menunjukkan ponselnya yang mengenaskan. Alana mau tidak mau tertawa karena sekarang Damian terlihat seperti anak kecil yang baru kehilangan barangnya. Dan tawa lepas itu, membuat Damian bersyukur karena ponselnya rusak. Walaupun harga ponsel itu sebelas dua belas dengan harga motor, tapi jika yang Damian dapatkan adalan tawa Alana yang belakangan ini sering murung itu, laki-laki itu merasa sangat sepadan. Tidak ada penyesalan lagi karena ponsel puluhan jutanya itu hancur terbentur lantai.
"Kok bisa sih Mas?" tanya Alana masih dengan sisa tawa. Dan rusaknya ponsel itu semakin sepadan karena akhirnya Damian mendengar dengan telinganya sendiri, sebutan mas yang tadi membuatnya salah tingkah sampai tidak tahu malu itu. Laki-laki itu kembali menggaruk belakang kepalanya dengan ekpresi malu-malu. Alana benar-benar merasa Damian seperti seseorang yang dikirim Tuhan untuk menghiburnya dari semua masalah berat yang menimpatnya belakangan ini. Karena selama beberapa hari ini, laki-laki itu benar-benar sering muncul di hadapan wanita itu dan banyak membantunya. "Jadi gimana mas? Mas Damian mau sewa Ruko itu juga? Bisa cari yang lain aja nggak mas? soalnya aku butuh banget." Ujar Alana memperjelas pesannya yang tadi belum sempat Damian balas itu.
"Enggak! Bukan gitu! Kebetulan Ruko itu punya aku. Udah lama juga aku mau sewain tadi belum laku jugaa. Seneng pas denger dari pemilik Apartemen kalau kamu mau sewa Ruko aku." Balas Damian sambil tersenyum.
"Oh ya? jadi Ruko itu punya mas Damian?" Alana terlihat kaget tapi juga ada ekspresi senang di sana. "Kebetulan banget yah? Kenapa mas nggak kasih tahu aku kalau mas punya Ruko di sana? padahal mas tahu kalau aku mau buka toko bunga kan?"
"Aku mau nawarin nggak enak soalnya kelihatannya kamu udah mau sewa yang i belakang itu kan?"
"Iya, tadinya emang mau nyewa yang di sana sih. Tapi, kata pak pemilik Rukonya udah keburu di beli sama orang atau di sewa orang gitu. Terus aku di tawari Ruko yang di samping Klinik. Dan pas lihat harganya aku cocok banget sih. Nggak nyangka itu punya mas Damian." Alana menjelaskan.
"Iya, kebetulan banget yah." Kekeh Damian sedikit berbohong. Padahal tidak ada kata kebetulan dalam semua hal yang berhubungan dengan laki-laki itu. Karena Ruko yang dibelakang juga di beli oleh Damian agar jangan di sewa Alana. Laki-laki itu lebih suka Alana buka toko di samping kliniknya. Selain lebih dekat agar dia bisa sering curi pandang saat jam istirahat, tempat di sana juga lebih bagus untuk bisnis Alana. "Tadi mau bilang aja kalau besok nggak bisa ketemu siang soalnya kebetulan Dokter yang beda Shift sama aku lagi minta tukeran, jadi aku jaga pagi. Mungkin sore baru bisa ketemu kamu buat ngobrolin masalah kontrak. Tapi ponsel aku malah kebanting sebelum pesan itu aku ketik." Tambah Damian lagi. Alana kembali tertawa geli.
"Oh iya mas, kalau gitu chat aku aja kalau mas udah siap mau ketemu. Besok aku akan majuin jadwal ketemu sama suplier bunga." Balas Alana sambil tersenyum.
"Gimana kalau ketemu Suplier sama aku aja? sekalian kita ngobrol lebih santai. Kebetulan aku juga agak penasaran sih sama tempat yang banyaak bunganya. Ibu sama nenek aku suka bunga jadi aku sering ketemu bunga juga di rumah." Balas Damian penuh intrik.
"Boleh mas kalau gitu. Besok kabarin aja."
"Siap Alana! Selamat malam. Aku balik kalau gitu." Balas Damian sambil tersenyum manis. Sekalipun tidak resmi, tapi laki-laki itu merasa bahwa dia berhasil menjadwalkan kencan pertamanya dengan mulus. Dan dia merasa cukup bangga dengan usahanya yang tidak sia-sia ini.
"Alana!" Hingga panggilan seorang gadis, membuat keduanya menoleh secara bersamaan. Senyum Damian langsung memudar, laki-laki itu tahu siapa gadis yang sekarang sedang berdiri sambil menatap keduanya dengan aneh itu. Gadis itu bernama Marta dan dia adalah sahabat Alana. Sahabat baik yang berdasarkan penyelidikan Agus, berkhianat diam-diam untuk menghancurkan Alana.
"Marta!" Suara Alana tampak sedih. tapi bisa Damian lihat gadis itu sedikit mencuri pandang dengan tertarik ke arah Damian.
"Kalau gitu aku pulang yah Alana, sampai ketemu besok." Ucap Damian lagi sambil tersenyum. Laki-laki itu kemudian melangkah ke samping dan seketika itu juga langsung memasng wajah dinginnya saat melihat Marta ikut tersenyum padanya. Untuk sekarang Damian belum bisa membongkat kebusukan Marta, tapi dia akan mengawasi gadis itu dengan baik.
"Siapa Alana? kamu nggak beneran selingkuh kan?" pertanyaan itu masih bisa di dengar oleh Damian. Laki-laki itu menghentikkan tangannya yang hendak membuka pintu, tapi laki-laki itu mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaan menyebalkan dari sahabat Alana itu, karena sekarang, Damian belum bisa terlalu ikut campur urusan Alana. Gadis itu masih menganggapnya orang asing.
***
"Bukan! dia tetangga Unit aku sekaligus yang punya Ruko yang mau aku sewa. Tadi dia datang mau kasih tahu aku jadwal ngomongin kontrak besok." Jawab Alana santai. Dia terdengar seperti tidak menaruh kecurigaan apapun pada pertanyaan Marta yang di telinga Damian terdengar menyebalkan itu.
"Oh gitu! dia lumayan kaya juga yah punya Ruko." Komentar Marta sambil duduk di sofa sambil melihat-lihat Apartemen yang di huni oleh sahabatnya itu sambil tersenyum. Sementara Alana sendiri sedang sibuk menuangkan minuman untuk Marta di dekat dapur.
"Dia Dokter Mar, dan kalu di lihat dari wajahnya yang eropa banget, kayaknya dia juga anak orang kaya." Ujar Alana menanggapi.
"Dia ganteng juga sih kaya model. Tapi kalau dia kaya kok dia mau sih kerja di klinik kecil kaya di bawah dan tinggal di Apartemen murah kaya gini. Mungkin keluarganya bangkrut kali yah? makanya dia milih tinggal di tempat kaya gini dan punya Ruko buat penghasilan tambahan." Marta berspekulasi tentang Damian dengan sok tahu.
"Kurang tahu juga, soalnya nggak mau nanya-nanya terlalu pribadi juga. Dia baik sih, ngasih harga sewa buat Ruko juga nggak mahal. Malah tergolong kemurahan kalau melihat dari lokasi Rukonya yang Strategis. Udah gitu dia juga ramah sama siapa aja." ungkap Alana membuat Marta mengernyit.
"Ramah?"
"Iya, dia ramah banget sama semua orang bahkan sama Ob di tempat ini aja dia ramah banget san sering beliin makanan. Pemilik Apartemen ini makanya kaya sayang banget sama dia, kayaknya udah dianggap kaya anak sendiri deh." Balasan Alana membuat Marta sedikit tersinggung sebab sikap Damian padanya terlihat begitu dingin tadi.
Marta belum sempat menanggapi ucapan Alana lagi, ketika Bel pintu gadis itu kembali berbunyi. Alana tersenyum kemudian buru-buru membuka pintu. "Maria! kamu baru pulang banget?" sapa Alana ramah. Marta terlihat tidak suka melihat Alana tampak akrab dengan gadis bernama Maria itu.
"Iya Alana. Aku jadi nginap yah hari ini, soalnya lampu belum sempet di benerin." Ucap Maria dengan senyuman ramah, tapi senyumnya kemudian memudar melihat ada gadis lain di ruangan itu. Padahal Maria sudah tahu kalau ada Marta di kamar Alana. Itulan alasan kenapa dia datang ke kamar Alana sekarang. Seharusnya sekitar dua jam lagi dia baru akan pulang dan menginap di rumah Alana. Tapi karena laporan dari Damian, gadis itu buru-buru pulang.
Tadi siang lampu di Unitnya mati dan dia sebenarnya sudah membenarkannya. Tapi Damian memintanya menemani Alana tidur malam ini karena semalam laki-laki itu mendengar Alana menangis sampai jam tiga pagi. Laki-laki itu khawatir.
"Yah, kamu ada tamu yah? kalau gitu aku cari hotel aja deh. Takut ganggu, lagian kasur kamu kayaknya cuma muat buat dua orang doang." Ucap Maria pura-pura tidak enak. Wajahnya terlihat sedih.
"Enggak kok, Marta cuma mampir sebentar aja. Lagian kan aku udah bilang setuju kamu nginap malam ini. Sekalian kita mau nonton Film yang kita bicarakan kemarin itu kan? Besok aku bangun siang jadi aman." balas Alana ramah.
"Oh gitu." Maria tersenyum manis, dan setelah Alana berbalik mempersilahkan dia masuk, senyuman manis Maria berubah menjadi senyuman penuh ejekan pada Marta. Seolah gadis itu berhasil memenangkan Alana darinya. Melihat hal itu Marta kesal.
"Tapi hari sudah malam Al, kayaknya aku nginep deh." Balas Martha. Dia percaya diri Alana akan lebih memilihnya.
"Kalau kamu mau tidur di sofa atau tidur di kasur lantai nggak masalah sih Mar. Soalnya aku udah janjian duluan sama Maria. Lagian lampu dia juga mati jadi dia nggak mungkin aku usir." Jawaban Alana membuat senyuman Maria semakin menyebalkan.
"Padahal jarang-jarang kita bisa ngobrol tengah malam kan Al?"
"Iya jarang banget soalnya kamu selalu sibuk. Pas ke Inggris aja kamu nggak ikut kan karena sibuk. Padahal seru banget loh disana." ucap Alana terdengar polos. Dia seperti tidak menyadari bahwa Martha sedang berusaha membujuk secara halus agar bisa lebih di prioritaskan dari Maria.
"Kamu kan tahu gimana kerjaan aku Al. Makanya sekarang mumpung aku ada waktu. Kita ngobrol berdua yuk sampai pagi?" Ucap Marta semakin memperjelas.
"Al aku boleh tidur duluan nggak? soalnya aku capek banget." Ucap Maria seolah tidak peduli dengan ocehan Marta sejak tadi.
"Iya boleh kok Mar, kamu masuk aja duluan ke kamar. Aku mau ngobrol bentar sama Marta." Balas Alana sambil tersenyum. Maria mengangguk dan setelah Alana berbalik kembali menatap Marta yang ada di hadapannya, Maria menjulurkan lidahnya meledek lalu masuk ke kamar melalui sekat pembatas antara ruang keluarga dan kamar itu. Marta kesal sekali dan jadi semakin kesal karena Alana terlihat bodoh dan tidak paham dengan situasi yang terjadi.
Tiga puluh menit kemudian Marta pulang dalam kekecewaan. Karena selama rentang waktu yang cukup panjang itu, Alana tetap bersikap polos seolah dia tidak tahu kalau sahabatnya sedang kesal sebab Maria menginap di sana.
"Kelihatannya teman kamu nggak suka aku nginap di sini. Aku jadi nggak enak deh Al." Ucap Maria ketika merasakan tempat tidur di sampingnya bergerak. Sejak tadi dia tidak tidur dan terus memperhatikan situasi.
"Ngapain nggak enak, dia juga sebenernya nggak niat nginep kok. Dia datang ke sini cuma buat memastikan aku benar-benar menderita." Jawaban Alana membuat Maria kaget. Apalagi gadis itu menjawabnya sambil tersenyum. Ternyata Alana tidak sebodoh yang Maria pikirkan.
"Lalu kenapa kamu__" Pertanyaan Maria tidak terselesaikan karena melihat kekehan yang keluar dari bibir Alana.
"Aku harus terlihat bodoh supaya musuh tidak waspada. Selama satu tahun menikah dengan suamiku, aku terus bersikap bodoh karena dia tidak suka ada orang yang lebih pintar darinya. Tapi di situasi seperti ini, pura-pura bodoh itu juga berguna Maria. Karena pembalasan dendam dari orang bodoh, akan jauh lebih menyakitkan bagi mereka." Jawaban Alana membuat Maria tersenyum lebar.
"Alana yang terbaik, mereka semua hanya serangga." Balas Maria sambil mengelus kepala Alana sambil terkekeh. Maria mulai mengakui bahwa mungkin saja Alana tidak seburuk yang dia kira. Pantas saja Damian menyukainya.
***