Zaozah terdiam, seolah terkejut mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Athar. Dia menundukkan kepalanya, jari-jari tangannya memegang erat tangan Azka yang masih terbaring lemah. "Mas, ini... bukan saat yang tepat untuk membahas ini," jawab Zaozah perlahan, suaranya hampir berbisik. "Azka sedang terluka, kita harus fokus pada dia sekarang." Namun, Athar tidak bisa menahan rasa penasaran yang semakin membesar. Wajahnya kaku, dan ekspresinya mulai berubah menjadi cemas. "Aku tahu, Zaozah," katanya, suaranya sedikit meninggi. "Tapi aku berhak tahu. Kamu sudah hamil saat kita bercerai. Jadi, akulah ayahnya." Zaozah merasakan perasaan terhimpit, antara keinginan untuk menjaga jarak dengan masa lalu dan dorongan untuk menghadapi kenyataan yang tidak bisa lagi dihindari. Pandangannya menata