Harven menahan gerakan Rielle yang sejak tadi begitu liar menindih tubuhnya, membuat gadis itu sontak terkejut. Kedua tangannya berpegangan pada bahu kokoh Harven, sementara tubuhnya bergerak naik turun di pangkuan sang suami. Air hangat dalam bathtub memang mulai kehilangan suhu, tapi busa tebal yang menutupi permukaan masih melingkupi mereka, menciptakan dunia kecil yang terasa begitu intim. “Ke… kenapa?” suara Rielle terdengar bergetar, seakan tidak rela hentakan tubuhnya dihentikan begitu saja. Harven mendongakkan wajahnya, menatap dua bukit kembar yang terus memantul di depan mata dengan irama menggoda. Napasnya tertahan, matanya meredup sarat kabut gairah, sebelum bibirnya melengkung pada senyum yang begitu mendayu. “Sayang…” ucapnya, suaranya serak namun lembut, “aku tidak bisa

