"Masih 12km kira-kira bengkel terdekat. Nih gw liat di Google." Kina menunjukkan ponselnya tepat di depan wajah Geri, yang membuat Geri langsung menelan saliva susah payah.
"Sudah..sudah.. Kamu gak boleh nolak tawaran Om. siapa nama kamu?"
"Geri, Om," ucap Geri sopan setelah menstandarkan motor vespanya.
"Ah Iya, Nak Geri. Tunggu sebentar ya, Om telpon dulu bengkelnya." Papi Kina mengalihkan pandangan ke arah Kina, dan mengusap sayang kepala sang anak sebentar, lalu berjalan agak menjauh sambil mengeluarkan ponsel dari saku jas kantornya.
Sementara Geri, terlihat tidak enak. "Lex.. Bilang bokap lo, gak usah repot-repot." Geri berbisik pada Kina.
"Ngomong sendiri sana, walaupun sia-sia." Kina berucap datar.
"Tapi gw gak enak kal.."
"Berisik deh lo, Kak. Sumpah! Gw jadi ngerasa kalau lo itu emang salah satu dari emak-emak yang lagi rebutan diskon!" sinis Kina yang membuat Geri meringis salah tingkah.
"Bu-bukan gitu, Lex.. Tapi gw.."
"Sesama manusia ya harus saling menolong! Tadi kan lo udah MAKSA nolong gw di kantin, anggep aja gw sekarang bales MAKSA lo! Ingat ya, gw itu pendendam!" ucap Kina dengan wajah jutek.
Geri akhirnya pasrah sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
'Mau bales budi aja bilangnya bales dendam. Dasar muka datar! Untung Sayang,' ucap Geri dalam hati dan tanpa sadar tersenyum sendiri.
”Heh Kak! Ngapain senyum-senyum gitu?! Kesambet lo?!" tanya Kina sedikit emosi karena Geri tersenyum ke arahnya yang tanpa bisa dicegah, membuat Kina merona.
"Hust.. Nak. Ngomongnya anak perempuan tidak boleh sembarangan." Papi Kina yang sudah kembali berada di samping Kina menahan kepala anaknya sayang agar emosi sang anak tidak keluar. "Oia Nak Geri, motornya ditinggal disini saja. Om sudah hubungi pihak bengkel dan sebentar lagi orangnya akan datang."
"Tapi Om seharusnya gak usah repot – repot."
"Berisik!!" desis Kina yang dibalas sang Papi menatap Geri sambil tersenyum berharap Geri maklum dengan sikap anak perempuannya itu.
"Kamu ikut kami ya, Om antar pulang sekalian."
"Tap.."
"Masuk mobil sekarang!" ucap Kina datar namun penuh penekanan kea rah Geri, sebelum Geri kembali menolak bantuan Papi-nya sambil berlalu terlebih dahulu.
"Harap maklum dengan anak Om. Dia galak, tapi sebenarnya hatinya baik," senyum Papi Kina menenangkan sambil menepuk sebelah bahu Geri yang dibalas Geri senyum kecil. "Ayo Kita masuk mobil, sebelum anak Om kembali mengamuk..hahhaha" Papi Kina merangkul bahu Geri agar mengikuti langkahnya menuju mobil Papi Kina. Sementara Geri, hanya bisa pasrah daripada harus terkena amukan si Ratu Macan pujaannya itu. Geri duduk di samping kursi kemudi, bersebelahan dengan Papi Kina karena Kina sudah terlebih dahulu duduk di kursi belakang.
"kalian satu angkatan?"
"Enggak, Om" jawab Geri.
Kina tidak berniat ikut ke dalam percakapan kedua orang di depannya. Kina lebih memilih melihat keluar jendela untuk meredakan jantungnya yang berdetak kencang karena berada di satu tempat dengan Geri.
Sementara Papi Kina, memperhatikan gerak gerik putrinya dari balik kaca spion tengah mobil.
"Jadi kalian kenal dimana?"
"Di.."
"Di kampus lah, Pi! Kan Kina sama Kak Geri satu kampus." Kina menyela ucapan Geri dengan nada jengkel.
"Jutek banget sih anak kesayangan Papi"
"Papi ih.." ucap Kina dengan nada manja tanpa dia sadari.
Geri memperhatikan interaksi kedua manusia beda generasi itu, dan terkejut mendengar suara manja yang dikeluarkan gadis tomboy pujaannya itu.
"Anak Papi kalau manja seperti ini, jadi buat Papi inget deh waktu dulu kamu sering manja-manjaan sama Papi."
Papi Kina berinteraksi dengan anaknya melalui kaca spion tengah. Wajah Kina pias tersadar dengan ucapan Papi-nya. Dulu, sebelum kejadian buruk yang menimpanya, Kina adalah gadis manis yang manja dan feminin. Tidak pernah sekalipun Kina berhenti bermanja ria pada kedua orang tuanya. Namun semuanya telah berubah, Kina yang sekarang adalah sosok Kina yang dingin dan tak tersentuh. Bahkan oleh orang tuanya sendiri. Dengan wajah tegang, Kina kembali memalingkan wajah ke arah jendela mobil.
"Sekarang Papi harus terima Kina yang kayak gini, karena waktu gak bisa diulang lagi, Pi.." Kina berucap lirih.
Papi Kina hanya menghela napas pasrah mendengar jawaban Kina yang selalu sama. Sementara Geri masih memperhatikan perubahan sikap Kina yang begitu cepat. Suasana mobil seketika hening dan tegang, membuat Geri semakin penasaran dengan sosok Kina.
"Om, nanti saya minta alamat bengkelnya ya. Biar besok saya bisa langsung kesana." Geri berusaha mencairkan suasana dengan suara ceria miliknya.
"Oke, Nak Geri,. Oh iya, kamu jurusannya sama dengan Kina?"
"Saya jurusan arsitektur, Om. Semester akhir."
"Oh ya?? Skripsi kah sekarang?"
"Iya, Om. Lagi bimbingan Dosen juga."
"Wah.. Semoga dilancarkan ya.."
Pembicaraan Papi Kina dan Geri berkembang mulai dari masalah kuliah sampai berita politik yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan di semua stasiun televisi. Sementara Kina, hanya menjadi pendengar tanpa memiliki keinginan ikut bergabung dalam pembicaraan Papi-nya dan Geri lagi. Sesekali Papi Kina tertawa mendengar lelucon yang keluar dari mulut Geri. Papi Kina merasa senang dengan pribadi Geri yang santai dan tidak canggung sama sekali padanya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama satu jam, akhirnya mereka telah sampai di depan sebuah gang kecil di pinggir jalan, dimana di samping kanan dan kiri gang kecil itu terdapat rumah-rumah mewah bertengger dengan kokohnya.
"Om.. Maaf ya gak bisa ngajak mampir. Soalnya rumah saya masuk ke gang situ. Jadi..ya.. Itu.. Gak ada buat parkir mobil, Om." Geri menggaruk dagunya salah tingkah setelah menunjuk gang kecil tempat mobil Papi Kina berhenti.
"Oh.. Tidak apa-apa, Nak Geri. Om sama Kina juga harus segera pulang. Kalau tidak..."
"Nyonya yang dirumah bakal cemberutin Papi sampai pagi, kayak waktu itu ya Pi, yang Papi di sangka selingkuh. Inget gak Pi? Yang Mami minggat kerumah Ninik." Kina menyela ucapan Papinya dengan wajah datar khasnya dan sontak membuat wajah Papi-nya malu teringat kejadian beberapa tahun yang lalu. Padahal Papi Kina pulang terlambat karena rekan bisnisnya mengajak Papi Kina untuk makan malam bersama. Dan sialnya, Papi Kina lupa menghubungi istri tercinta-nya yang pencemburu akut. Alhasil, Istri-nya salah paham dan langsung minggat ke rumah mertuanya di Bandung membawa kedua buah hati mereka. Namun semua dapat terselesaikan dengan baik, karena usaha Papi Kina untuk meyakinkan istrinya.
"Hahaha..Kamu masih ingat saja. Padahal Papi sudah lupa sama kejadian itu. Lagian Mami kamu ada-ada saja khayalannya, mana mungkin Papi selingkuh. Papi sangat mencintai Mami dan Papi harap kamu akan mendapatkan Pria yang tulus cinta sama Kamu, Nak."
Kina dan Geri langsung terdiam mendengar ucapan spontan yang di keluarkan Papi Kina. Kina terlihat tegang, sementara Geri mencuri pandang ke arah Kina yang berada di kursi belakang.
"Pap-Papi ngomong apaan sih?! Kina gak mau mikirin masalah cowok ya! Seenggaknya untuk saat ini," ucap Kina gugup.
Kina memajukan bibirnya kesal.
Sial!!!
Niatnya hanya ingin menggoda sang Papi, eh ternyata malah Papi-nya yang berhasil membuat hatinya mangkel. Tak sengaja, pandangannya bertabrakan dengan pandangan Geri yang sulit untuk diartikan. Setelah beberapa detik berpandangan dengan bola mata hitam pekat milik Geri, Kina memalingkan wajah ke arah Papi-nya yang ternyata sudah tersenyum menggoda ke arah Kina dan Geri bergantian.
Geri masih memperhatikan gerak gerik Kina, tanpa sadar kalau Papi Kina memperhatikannya dengan senyum yang tak lepas di bibirnya.
'Kalau lo gak mau mikirin cowok, biar gw yang mikirin lo dan mencintai lo sepenuh hati, Kinanti Alexa,' ucap Geri dalam hati sambil masih menatap Kina.
"Nak Geri.."
"Saya siap, Om!!!" teriak Geri tanpa sadar.
Geri dikejutkan dengan tepukan di lengannya, dan tanpa sadar mengutarakan isi hatinya yang siap mencintai Kina sepenuh hati. Tersadar dengan teriakannya, Geri langsung membekap mulutnya dengan satu tangan.
Papi Kina yang melihat itu, langsung tertawa terbahak-bahak. Sementara Kina, melirik Geri tajam karena secara tidak langsung Geri menjawab pertanyaan Papi Kina ketika Geri melamun tadi.
Geri mengernyitkan dahi bingung melihat tatapan Kina yang seperti siap mencabiknya, lalu tatapan Geri beralih kepada pria paruh baya yang berada di sampingnya masih tertawa dan terlihat menaikkan kacamatanya untuk menyeka air mata yang keluar di sudut mata pria itu.
"Ke..kenapa, Om?" Geri memberanikan diri untuk bertanya pada Papi Kina.
"Begitukah? Siap ya?"
"Papi!!! Stop deh Pi, gak lucu tau!"
"This is very funny..Princess.."
"No!! Big No!! Lagian Papi kan tau si Kak Geri ngelamun. Mana mungkin dia denger apa yang Papi omongin tadi! Iya kan Kak??"
"Iya apa?"
Geri masih bingung dengan situasi ini. Jawaban polos Geri malah semakin membuat Kina senewen, sementara Papinya kembali tertawa.
"Tadi Om bertanya, apakah Nak Geri siap untuk mencintai Kina? Hahahah.. Padahal Om hanya bercanda, tapi sepertinya Nak Geri serius ya dengan anak Om yang galak ini.. Hahahha.."
Geri menegang mendengar penjelasan Papi Kina yang masih tidak dapat menyembunyikan tawanya. Geri melirik Kina dengan pandangan horror, dan benar saja, Kina memperagakan menggorok lehernya sendiri dengan tangan kirinya seakan mengancam Geri dengan tatapan mautnya. Geri menelan saliva susah payah, dan kembali pandangannya beralih ke arah Papi Kina.
"Maaf, Om. Saya beneran gak denger pertanyaan Om yang tadi."
"Tuh denger, Pi," ucap Kina penuh kemenangan.
"Yah.. Gagal deh dapet calon mantu dekat-dekat ini." Papi Kina menghela napas pasrah seolah-olah kecewa dengan jawaban Geri.
"Tapi.." Kina dan Papi-nya menanti ucapan Geri yang terputus. "Kalau Om mengizinkan, Saya mau dekat sama anak Om."
*********