"Lemes banget lo." Sintia menyenggolnya membuat gadis dengan mata sayu itu hampir terhuyung tak bertenaga. "Eh buset kantung mata lo udah kayak panda!" seru Sintia justru heboh sendiri membuat Ajeng dan Ciko menoleh kearahnya.
"Astaga kamu gak tidur?"
Riska hanya bisa menguap panjang dengan kantung mata sangat berat, "aku cuma tidur beberapa jam takut telat." Jelasnya karena hari ini adalah hari pertama kedatangan kepala manajer barunya jadi ia tidak boleh sampai telat.
"Aduh makanya Beb jangan begadang marathon drakor mulu," omel Ciko membuatnya mencebik tertampar fakta.
"Hidupku hanya penuh kerja, kalau gak refreshing bisa gila aku." Gumamnya bersandar lemas di bahu Ajeng.
"Memang ya manusia satu ini hhhh ..." Sintia menggeleng tak bisa berkata-kata lagi.
Ajeng mengelus kepalanya lembut, "kamu merem aja sebentar, nanti kalau orangnya datang aku bangunin." Riska tanpa membalas apapun langsung memejamkan matanya membuat ketiga temannya menggeleng pelan melihatnya.
Namun tak sampai lima menit ia sudah digoyang heboh oleh tepukan teman-temannya membuatnya langsung terperanjat seperti lepas dari jiwanya. "Ada Pak Segara, bangun bangun bangun!" bisik teman-temannya terdengar begitu panik, Riska spontan berdiri tegak karena masih sangat ngantuk sebenarnya.
Tak lama nampak Segara datang dengan wajah seperti kanebo kering seperti biasa, anehnya meskipun lelaki itu tidak tersenyum sedikitpun tapi para cewek-cewek di sini selalu heboh melihat lelaki itu. Segara berhenti tepat ketika akan melewatinya membuat Riska tentu saja mengerutkan alisnya tak santai, lelaki itu menatapnya membuat teman-temannya ikut menatapnya, dan begitu anehnya tanpa mengatakan apapun lelaki itu langsung melenggang pergi begitu saja. Bukan hanya Riska tapi semua orang di sana ikut melongo kebingungan.
"Dia kenapa?" ceplos Sintia blak-blakan seperti biasa.
"Aneh banget, untung ganteng." Balas Ajeng tak lama menggeleng geli. Sedangkan Riska hanya menghela napas panjang, mulai tidak mengerti dengan segala sikap anehnya Segara.
Tok tok tok.
Atensi semua orang di ruangan itu spontan teralih kearah suara ketukan pintu, mereka semua mengerjap kompak melihat HRD datang bersama seorang lelaki jangkung di belakangnya.
"Permisi, saya mengantarkan atasan kalian yang baru." Jelas HRD itu menatap sopan lelaki di belakangnya.
Lelaki bertubuh gagah dengan balutan jas rapi, berahang tegas, alis tebal, hidung bangir, dan sedikit bulu halus di janggutnya menambah kharisma tersendiri lelaki itu.
"Perkenalkan saya Darel yang akan menjadi kepala manajer kalian yang baru."
DAREL?!
Riska menjerit dalam hati begitu syoknya melihat lelaki yang ia kenal itu adalah atasannya yang baru, kedua bola matanya membulat sempurna dengan tubuh menegang kaku di tempat, rasanya ia ingin menjedotkan kepalanya ke tembok saat mengingat ucapannya sendiri tempo hari, berarti kemarin ia curhat mengenai kepala manajernya kepada orangnya langsung?!
Mati dirinya!
Darel sendiri yang melihat Riska diantara kumpulan karyawan justru memberikan senyuman manisnya yang membuat gadis itu makin menunduk malu.
"Sssstt gila ... ganteng banget, hot kayak sugar daddy!" jerit Sintia tertahan dengan hebohnya.
"Kalau kepala manajernya kayak gini mah aku bakal makin rajin kerja," Ajeng menyeletuk menyahuti.
"Dasar kalian cewe-cewe mata keranjang, heu." Cibir Ciko mencebik merasa bertambah saingannya sebagai cowok terganteng, termanis, dan terpopuler di kantor (padahal mah Ciko gak pernah populer).
"Saya harap ke depannya kita semua bisa bekerjasama dengan baik, mohon bantuannya." Lanjut Darel dengan ucapan pembukaannya yang terkesan santai dan tidak terlalu formal, semua karyawan makin terkesima dengan pesona lelaki itu dan dengan kompak bertepuk tangan tak terkecuali Riska meskipun gadis itu benar-benar tidak sanggup mengangkat kepalanya.
"Kalian bisa lanjutkan pekerjaan kalian," tutur HRD yang tadi membantu mengantar Darel membuat semua orang secara kompak melenggang pergi bersama-sama.
"Riska!"
Riska yang ingin segera beranjak pergi harus mengurungkan niatnya ketika mendengar namanya dipanggil dengan lantang oleh lelaki itu, bukan hanya dirinya tapi semua orang yang masih ada di sana sampai ikut menoleh penasaran.
Gadis yang hari ini mengepang rambutnya rapi dengan japit bunga-bunga itu menoleh dengan wajah kakunya, apalagi ketika melihat Darel yang berhenti di depannya dengan senyuman lebar.
"Hay, ternyata kita rekan kerja ya." Sapa lelaki itu tampak sangat tenang dan santai berbanding terbalik dengan Riska yang rasanya mau jebur ke sumur.
"H-hay, mohon maaf untuk ucapan saya kemarin, Pak." Ujarnya tergagap-gagap dengan kaku.
Darel terkesiap kaget dengan gaya bicaranya yang sangat kaku itu. "Astaga santai aja Ris, aku yang harusnya minta maaf karena kemarin tidak langsung kasih tau kamu."
Riska membulatkan matanya, "jadi Bapak sudah tau sejak kemarin?!"
Darel mengangguk tenang, "hm, aku niatnya mau bikin kejutan buat kamu."
Riska dalam hati sudah menyerapah semua nama hewan ragunan, ini mah beneran kejutan sampai membuatnya hampir jantungan.
"Pak mohon ikuti saya, ada beberapa berkas yang harus diselesaikan." Potong HRD tadi membuat Darel langsung menoleh cepat.
"Baik," selanjutnya lelaki dengan kemeja mencetak tubuh gagahnya itu menoleh kembali kearah Riska dengan senyuman teduhnya, "aku pergi dulu, nanti kita makan siang bareng ya, aku traktir." Ujarnya dan belum sempat Riska menolak lelaki tampan itu sudah melenggang pergi dengan cepat.
Riska menghela napas panjang dengan jantung masih lumayan tegang, dan begitu balik badan ia hampir terhuyung jatuh karena melihat teman-temannya menyondongkan wajah kearahnya dengan sangat dekat.
"Astaga kalian ngapain, sih!" omelnya ketus mengelus dadanya.
"Kok kamu bisa kenal Pak Darel? Kalian ada hubungan apa? Sejak kapan lo punya pacar? Kok gak ngomong-ngomong?!" suara cepat Sintia yang tidak jelas itu membuatnya yang mendengarnya saja sampai menutup kuping pusing.
"Bisa gak sih tanyanya satu-satu aja!"
"Ada hubungan apa lo sama Pak Darel?" balas Sintia to the point.
"Dia tetanggaku," jawabnya membuat ketiga temannya itu kompak membulatkan bibirnya terkejut.
"Buset gue kalah start nih!" dumel Sintia merengut.
"Aku juga kalah start!" Imbuh Ajeng membuat Riska memutar bola mata malas, ia segera menarik kedua tangan temannya itu dan menyeretnya pergi.
"Udah jangan banyak drama mending kita kerja sekarang!" tukasnya garang membuat kedua temannya itu mencebik.
"Aku juga mau ikutan pelukan, yey kita kek Teletubbies!" seru Ciko tiba-tiba ikut melompat memeluknya membuatnya hampir terjerembab ke lantai.
Akhirnya ia bersama tiga curutnya itu melenggang pergi meskipun sambil mencak-mencak.
***
"Pak mau makan siang apa?" tanya asisten Segara membuat lelaki itu menghela napas pelan.
"Saya tidak lapar."
"Ah baik, kalau begitu saya izin pamit untuk makan siang dulu Pak." Pamitnya, tapi Segara yang tadinya santai tiba-tiba langsung berujar cepat.
"Biasanya karyawan makan siang dimana?"
Mendengar pertanyaan seperti itu membuat asisten pribadinya itu mengernyit sedikit aneh, "biasanya ke kantin karyawan Pak."
"Kalau begitu saya mau kesana juga." Lalu tanpa tedeng aling-aling ia sudah berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar yang tentu saja membuat asistennya tadi mengejar dengan kalang kabut.
"T-tapi Pak disana makanannya biasa, kalau mau saya bisa minta Koki hotel untuk membuatkan makanan kepada Bapak." Sepanjang jalan asistennya itu tak henti-hentinya cemas, pasalnya makanan di kantin karyawan memang hanyalah makanan catering biasa tentu saja ia takut jika tidak sesuai selera bosnya ini.
"Berisik!" ketus Segara sukses membuat asistennya tadi seketika kicep di tempat, selanjutnya lelaki itu terus berjalan menuju kantin, kalau ditanya alasannya apa ia hanya terpikirkan satu jawaban saja yaitu gadis itu. Karena ia belum sempat bertemu gadis itu lagi setelah gadis itu sembuh.
Tak lama kemudian mereka akhirnya sampai di tempatnya, ruangan berukuran sedang yang berada di bagian belakang gedung mewah ini terlihat cukup ramai dengan beberapa karyawan yang berbincang ria, namun begitu ia melangkah masuk seketika ruangan itu berubah senyap, ia mengerjap dengan helaan napas pelan melihatnya, padahal dirinya tidak menyuruh semua orang diam tapi kenapa mereka semua spontan diam ketika melihatnya.
Ia mengedarkan pandangannya tapi tak menemukan Riska di antara kumpulan karyawan membuatnya langsung membuang napas berat, "saya gak jadi makan," ujarnya datar kemudian berbalik dan bertepatan dengan itu dua orang nampak masuk sambil sesekali berbincang, Segara terdiam di tempatnya melihat itu adalah Riska dan kepala manajer baru di hotel ini.
"Pak—"
"Saya ralat perkataan saya, saya akan tetap makan di sini." Putusnya dengan suara dinginnya membuat asistennya hanya bisa tercengang bingung di tempat.