BAB 5 - GIVE ME LOVE

1414 Words
Adel mendumel kesal karena Riva sedikit terlambat memberikan air minum padanya. Gadis itu menyedekapkan tangan di d**a dengan pandangan tajam siap melahap Riva bulat-bulat. Adel masih belum nemerima botol air minum dari tangan Riva meskipun lelaki itu sudah menyodorkan kembali.     “Lama! Gue nggak suka!”      “Maaf, mbak.” Riva menyesal.     Adel mendengkus. “Gue butuhnya orang yang cepet. Bukan lambat kayak lo!” Katanya tegas. “Nanti minta gaji terakhir lo sama papa. Besok nggak usah datang lagi.” Adel merampas kasar botol air minum dari tangan Riva dan berlalu meninggalkannya.     “Mbak, nggak bisa begitu.” Riva tidak terima dan mengejar Adel dengan langkah lebarnya. “Perjanjiannya bukan begitu.”     “Bodo amat sama perjanjian. Gue nggak tahu apa perjanjian lo sama papa gue!” Adel mengibaskan rambut panjangan. Mengabaikan Riva yang kembali menyerocos tidak terima. Tiba-tiba langkahnya berhenti dan terkejut. Di depannya seorang lelaki bertubuh sekitar 175 cm, lebih pendek dari Riva yang memiliki tubuh 182 cm, sedang tersenyum lebar dengan sebuket bungan di tangannya.     Adel tersenyum lebar dan melempar asal botol minumnya pada Riva kemudian berlari menghampiri lelaki itu. Riva yang menangkap botol tersebut dengan gesit memandang mereka dengan tatapan tajam. Pasalnya Adel memeluk lelaki itu erat dan tergelak senang.     Riva mendekat pada mereka, berdehem pelan sehingga pelukan keduanya terurai. Adel mendengkus, tetapi lelaki itu mengerutkan dahi. “Siapa?”     “Asisten Adel, kak.” Jawab Adel sopan dan ramah. “Gue mau sama kak Al, nggak usah ikut. Lo pulang aja duluan.” Sangat berbeda jauh saat berbicara pada Riva. “Yuk, kak, biarin aja.” Adel menarik lengan lelaki itu semangat. “Oh, iya, kak, kenapa bisa tahu kalau Adel ada di sini?”     “Ini buat kamu.” Lelaki itu menyerahkan bunga dari tangannya. Adel tersenyum senang dan menghirup aroma segarnya. “Aku udah ke rumah kamu.” Adel menurut ketika lelaki itu membuka pintu mobil dan mempersilahkannya masuk.      Adel berbinar senang, menunggu dengan sabar sampai dia duduk di sampingnya. “Kapan kakak pulang?”     “Dua hari yang lalu.” Alfredo menjawab sambil tersenyum. “Maaf ya baru sekarang bisa bertemu kamu.” Adel menggeleng maklum, kemudian keduanya meluncur dari tempat tersebut.     “Terus nanti kakak pergi lagi?” Al tersenyum dan mengangguk ragu sehingga Adel mendesah kecewa. “Masih belum bisa menetap di Indonesia ya, kak?”     Al tersenyum tipis dan mengacak-acak rambut Adel gemas. “Ini kakak lagi berusaha ngurus semuanya bisa bisa deket kamu terus.” Adel berbinar senang, senyumnya makin melebar serta wajahnya memerah.     Alfredo adalah senior Adel di sekolah sejak SMP, lelaki itu dua tahun di atasnya. Ketika Adel SMA, Al memutuskan kuliah di luar negeri dan kembali hanya sesekali saja. Al yang merupakan cinta pertama Adel, tidakmudah dilupakan begitu saja meskipun keduanya tidak terikat hubungan asmara.     Adel sabar menunggu Al kembali dan kemudian mereka bersama-sama lagi. Gadis galak dan emosian itu juga pernah jatuh cinta. Namun tidak banyak yang mengetahuinya karena hubungan mereka tidak pernah di umbar.     Al mengajak Adel makan di luar. Sisa satu harian itu mereka habiskan untuk melepas rindu. Keduanya pergi pantai dan bermain ombak, Adel sangat puas. Terutama tidak ada Riva pengganggu di antara keduanya. ***     Adel pulang ke apartemennya di antar oleh Al sekitar jam sepuluh malam sampai di depan pintu. Lelaki itu menolak untuk mampir, dia tersenyum dan menyuruh Adel masuk setelah mengacak-acak rambutnya.     Begitu menutup pintu, senyum Adel memudar. Di ruangannya ada Riva sedang memandang tidak bersahabat padanya. Lelaki itu diam, namun wajahnya mengeras. Adel mengacuhkannya, membuang muka dan masuk ke kamarnya.     “Saya udah siapin makan malam.” Kata Riva menghentikan langkah Adel.     “Gue udah makan.” Jawab Adel santai.     Riva diam, namun langkahnya mengikuti Adel sampai ke kamar. “Dari mana aja?” Tanyanya dingin.     Adel yang hendak membuka pakaiannya mengurungkan niat tersebut. Dia berkiacak pinggang dan mendengkus. “Bukan urusan lo!” Katanya. “Ngapain masuk ke kamar gue? Sana keluar!” Adel mendorongnya keluar.     Riva tidak bergerak dari kamar tersebut. “Saya nanya, kamu dari mana aja?”     “Bukan urusan lo!” Adel berdecak kesal. Kembali mendorong Riva sekuat tenaga sampai keluar dari kamarnya.     Tadi siang Yoga menelpon Riva untuk membiarkan Adel dan Al satu harian. Mereka sudah lama tidak bertemu, Adel akan mengamuk jika ada yang berani mengganggu mereka. Riva yang sudah terlanjut mengikuti mereka sampai di kafe, akhirnya memutuskan pulang meskipun pikirannya berkecamuk.     Ternyata keluarga gadis itu sangat mempercayai Al. Wajar sajar, mereka mengenal sudah lama. Mereka juga tahu bahwa Adel menyukainya dari dulu. Al sering berkunjung ke rumah keluarga mereka sebelum Riva datang.     Hari-hari berikutnya Riva terlihat seperti orang bodoh sendiri. Al datang menjemput dan mengantarnya pulang, sehingga Adel tidak lagi memerlukan bantuannya. Mendadak Adel menjadi mandiri. Menyiapkan semua keperluannya lalu setelah Al datang mereka pergi begitu saja, mengabaikan keberadaan Riva yang hendak membantu.     Di kampus juga begitu, Riva melihat Al menjemput Adel lalu mereka pulang bersama. Riva jadi geram dan mengepalkan tangan. Gadis kepalaitu sangat susah di atur. Riva pun mengikuti keduanya dari kejauhan. Memperhatikan gerak-geriknya dan beberapa kali mendengkus.     Berlangsung selama seminggu, Adel tidak pernah mendengarkan Riva lagi. Gadis itu seolah tidak menganggapnya ada.     “Gue pergi sama Al. Jangan ikut campur!” Riva mencegar Adel baru keluar dari kamar mandi.      “Mbak, pulang!” Riva berusaha sabar menghadapinya. “Mbak pulangnya makin tengah malam.”     “Bukan urusan lo!” Adel menghempaskan tangan Riva. “Jangan sampe lo ganggu gue lagi!” Ancamnya penuh peringatan. Adel kemudian pergi menemui Riva yang masih setia menungguinya sambil main handphone.     Saling berbalas senyum kemudian Al menggenggam tangannya. Riva masih mengikuti dari belakang, dia juga juga bergegas pergi ketika mobil Al sudah keluar dari area parkir kampus. ***     Adel dan Al bermain di pantai lagi, sejak pertemua mereka kali ini kedua kalinya ke pantai. Adel menyukai pantai, orang tuanya sering membawanya berlibur ke pantai sejak kecil. Ternyata Al juga pantai, mereka satu selera, membuat Adel makin menyukainya.     Puas bermain-main dengan ombak di pinggir pantai, keduanya mencari tempat makan. Lalu kembali bermain ombak sampai matahari terbenam. Foto Adel banyak dibidik oleh Al tanpa sepengetahuan gadis itu.     Sesekali Adel melakukan pose anggun namun tak jarang dengan pose absurd. Al tergelak melihatnya, bagaimana pun pose gadis itu, Adel tetap terlihat cantik dan menggemaskan. Sifatnya masih kekanak-kanakan dank eras kepala. Tapi kalau bersama Al, Adel lebih banyak menurut.     “Hujan…” Adel cemberut memandangi rintikan hujan di kaca mobil. Tiba-tiba saja mendung dan turun hujan lebat, keduanya berteduh di mobil. Karena hanya di mobil tempat ternyaman dibandingkan dengan pondok lesehan.     “Iya, nih. Kayaknya awet.” Al membenarkan. “Del, mau kopi?” Tawar Al kemudian.     “Masih ujan, kak.” Adel mencegah Al yang hendak keluar.     Al tersenyum dan terkekeh, “Ada payung.”     Adel menggeleng dan menahan tangan Al agar tetap di tempat. “Nggak usah kak, nanti aja kalau udah nggak ujan lagi.” Kalau dia Riva, tentunya Adel malah memaksa agar lelaki itu kerepotan olehnya.     “Kamu beneran nggak kedinginan?” Tanya Al. “Ini kamu pake jaket aja biar nggak dingin.” Kemudian Al mengambil jaket dari jok belakang, membantu memakaikan untuk Adel sambil tersenyum.     “Asisten kamu kerjanya dari kapan?” Tanya Al memulai percakapan lagi.     “Dari Adel kelas satu SMA semester dua kak.” Adel kesal, kenapa semua orang yang dekat dengannya harus membicarakan Riva. “Jangan ngomongin dia, kak. Adel nggak suka, dia ngeselin!” Adel menunjukkan ketidaksukaannya.     “Kenapa nggak suka?” Al mengerutkan dahi. “Dia kan udah bantuin kamu, terus jagain kamu.”      “Tetap aja Adel nggak suka. Dia semena-mena. Kalau Adel jalan sama temen-temen nggak dibolehin.”     Al terkekeh, mengacak rambut Adel untuk kesekian kalinya. Adel suka kalau tangan Al di kepalanya, merasa disayangi. “Kamu ini masih sama seperti dulu.” Al juga mengetahui kebiasaan buruk Adel terhadap asisten-asistennya. Permintaannya banyak dan aneh sering kali membuat mereka tidka betah dan akhirnya berhenti bekerja.     “Mending bahas kita aja, kak.” Adel menyengir. Kode keras dan berharap Al memberikan kepastian untuknya. Adel malu kalau mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu. Karena seama ini dia sudah menunjukkan dengan cara perbuatan, tetapi Al masih belum meresmikan hubungan mereka.     Al malah tergelak, merasa perkataan Adel lucu. “Mau bahas apa tentang kita?”      Wajah Adel mendadak merona, terutama ketika Al mendekat dengan wajah menggoda. Gadis itu menutup wajah hingga ujung hidungnya yang mancung. Tetapi Al tidak merasa puas, menarik jaket itu sampai wajah Adel terlihat semua.     Adel mengerjap banyak, senyum Al menghipnotisnya. Jantung gadis itu berdentam tak karuan seiring semakin mendekatnya wajah Al yang sudah serius. Adel yang tidak pernah berada di saat intim seperti ini mendadak mengalihkan wajahnya ke samping sehingga Al berhenti. Jarak mereka hanya berjarak beberapa inci saja, Al kembali ke tempatnya dan suasana mereka mendadak canggung.     Adel tidak bisa mengeluarkan suara, melirik pada Al pun tidak berani. Dia menutup kembali separuh wajahnya dan Al berdehem pelan. Dia tersenyum lebar dan mengacak rambut Adel gemas untuk mengembalikan suasana.     Berhasil! Adel cemberut menggemaskan. Dia mengambil bantal kesayangannya dari belakang dan memeluk erat. Dia memandang keluar jendela dan ternyata hujan sudah mulai reda. “Kita pulang aja yuk.” Adel menoleh cepat ke samping.     “Iya, kak.” Adel mengangguksambil tersenyum tipis. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD