BAB 3 - GIVE ME LOVE

1533 Words
Makan malam yang dikatakan oleh Adel berjalan sukses. Mereka duduk melingkari meja bulat berukuran besar. Sebagai nyonya besar, Shella bertugas menata semua hingga susunan kursi. Yoga, kepala keluarga duduk paling ujung. Samping kanannya tempat Luna dan anak ketiganya, Bara. Lalu Azka dan di sampingnya ada Lola. Gadis ceria yang selalu menempel pada anak keduanya. Kemudian ada Adel dan Riva. Lyn dan Dathan. Entah dari mana datangnya makhluk alien satu itu. Menurut pengakuan Lyn, dia bertemu dengan Dathan di jalan. Lelaki sialan itu menghampiri Lyn yang sedang mampir di supermarket. Lalu ikut menumpang karena Dathan tidak membawa kendaraan. Tidak. Pasti itu hanya akal busuk Dathan. Agar ikut makan malam bersama kedua gadis tersebut. Tadi siang Dathan mendengar Adel dan Lyn membicarakan soal makan malam. Adel menyuruhnya datang sendiri sebab dirinya masih ada urusan. “Jadi kamu temen Adel dan Lyn?” Tanya Shella senang. Takjup pada lelaki tampan yang memiliki lesung pipit di kedua pipinya. Saat berbicara saja langsung terlihat. Shella ingin mencongkel keduanya dan diberikan pada suaminya. Pasti Shella semakin cinta dan tidak pernah bosan melihat wajah Yoga meskipun lelaki itu terkadang menyebalkan.  “Iya, tante. Saya dan mereka berteman baik. Mereka mengundang saya ikut bergabung.” Dathan menjawab sopan. “Tidak apa-apa kan, tante, saya ikut bergabung?” Tambahnya. Shella menggeleng. “Tentu saja tidak apa-apa. Tante sangat senang kalau beramai-ramai seperti ini.” Jawabnya antusias. Shella tidak menyadari jika Lyn dan Adel begitu kesal. Memandang Dathan dengan tatapan membunuh. Lyn bahkan menendang kakinya di bawah. Mencubit pinggang sehingga lelaki itu menahan ringisan. Lihat saja, Lyn akan memberikan perhitungan padanya setelah ini. Menurunkan di tengah jalan agar Dathan kapok. “Ayo, silahkan makan. Lola... Mama masak makanan kesukaan kamu lho.” Ucapnya semangat. “Beneran, ma?” Shella mengangguk. Menyuruh Luna memberikan pada Azka untuk diberikan pada gadis tersebut. “Makasih, ma.” Lola segera mencobanya. “Enak, ma. Lola suka. Sangat suka.” Tambah gadis remaja tersebut. Azka mencibir di sampingnya. Sejak tadi hanya dirinya yang selalu diam. Membiarkan orang di sekitarnya berbincang-bincang tanpa terganggu sedikit pun. “Masakan tante enak bener.” Shella kembali menuai pujian. Senyum lebarnya terpantri di wajah sembari mengucapkan terima kasih. Shella melirik ke samping. Yoga sedang melahap makanannya. Dengan sigap, Shella menambah makanan Yoga. Mengedipkan mata sembari memandangnya makan. Yoga mendengkus, menyuapi istrinya. Sehingga Shella tersenyum lebar. Menguyah lalu menelan. “Oh... Mama hampir lupa.” Mereka semua memandang Shella bingung. Wanita itu berdiri dengan mangkok di tangannya. “Mama masak khusus buat Riva. Ini...” Meletakkan di samping cowok nerd yang selalu mendampingi Adel kemana pun. “Terima kasih, tante.” Kata Riva sopan. Mencicipi masakan Shella yang dikhususkan untuknya. Kembali lelaki itu mengucapkan terima kasih pada Shella. Lalu mereka kembali melanjutkan makan. Shella telah kembali ke kursinya. Di samping Yoga, suaminya. Setelah selesai makan. Meja tersebut dibersihkan oleh beberapa pelayan, mereka berpindah di samping villa. Kelompok lelaki bermain gitar, sedangkan perempuan memanggang barbeque. Membawa ke sebuah meja, sehingga mereka semua bergabung. Luna dan Bara langsung berebutan. Shella melerai, menyuruh pelan-pelan sehingga kedua anak yang masih duduk di kursi sekolah menengah pertama itu menurut. Makan potongan daging kecil-kecil seperti itu sembari bernyanyi di iringi suara gitar nan merdu. “Kita semua nginap di sini ya. Pulangnya besok sore.” Kata Shella pada mereka. Lyn tampak berpikir. Lalu sesaat kemudian mengangguk. Begitu pun dengan Dathan. Langsung setuju dengan perkataan sang tuan rumah. Meskipun masih remaja, Lola sama sekali tidak keberatan. Sudah biasa menginap di rumah mereka. Begitu pun dengan Riva. Setiap akhir pekan tinggal di rumah majikannya. “Ah, jika seperti ini terus, pasti sangat seru. Kita harus sering-sering nengadakan makan malam seperti ini.” Kata Shella senang. Hanya Dathan yang langsung menyahut. Setuju dengan perkataan Shella. Mereka terlihat sangat cocok sekali, kompak dan satu pikiran. Adel memutar bola mata akan hal tersebut. Mamanya memang semakin lama semakin merasa kembali muda. Seumuran dengan anak-anaknya, sehingga seringkali wanita itu curhat-curhatan dengan anak-anaknya. Shella mampu mengimbangi mereka. Berpikiran luas sehingga Adel dan Luna terbuka dengannya. Yoga dan Riva tampak berbicara. Meskipun terlihat santai namun Adel yakin mereka sedang membicarakan sesuatu yang serius. Mungkin saja tentangnya. Riva membongkar kebusukan Adel selama satu ini pada papanya. Sedikit pun Adel tidak merasa takut ataupun terancam. Dia malah mencibir. Riva si cowok kampret tukang mengadu. Teruskan saja sampai kemejanya berubah menjadi daster. “Anak-anak yang merasa masih kecil silahkan tidur duluan.” Shella menyeringai melihat wajah ditekuk kedua anaknya. “Mama ih...” Luna semakin cemberut. Sedangkan Bara berdecak. “Kalian berdua lho yang nggak punya pasangan. Liat nih para abang dan para kakak. Punya pasangan, kan?” Ejeknya. “Papa... Liat nih mama.” Luna mengadu pada Yoga yang masih berbicara serius dengan Riva. Gadis kecil itu memeluk leher papanya. Tidak ingin pergi meskipun waktu sudah menunjuk jam sepuluh malam. Yoga mengacak rambut Luna sembari mengecup sayang. “Belum ngantuk, papa. Luna masih ingin di sini.” Rungutnya. “Iya, sebentar lagi ya. Setengah jam lagi. Habis itu langsung tidur, okey?” Kata Yoga. Luna tersenyum lebar. Kembali memeluk leher papanya lalu mendekat pada Shella.  *** “Riva, gue lapar. Pesenin gue makanan!” Adel berteriak dari kamarnya. Mulutnya sibuk mengunyah permen karet. Sesekali mencoba membuat balon yang hingga saat ini tidak pernah berhasil. Adel berdecak kesal, lalu kembali menempelkan ponsel di telinga kanan. “Gue nggak bisa, Josh. Gue nolak kontrak kerja sama lo. Gue nggak mau jadi model pakaian itu.” Kata Adel mulai kesal. Meskipun telah mengutus Riva memberikan kembali kontrak yang diajukan oleh Joshua beberapa waktu yang lalu. Joshua membutuhkan model untuk pakaian dalam. Tetap saja lelaki itu tidak menyerah untuk merekrut Adel. “Tubuh kamu indah, Del. Kenapa harus ditutupin? Tampilkan dan kamu akan semakin terkenal.” Helaan nafas panjang terdengar dari seberang. “Jika hanya mengenakan pakaian fashion sehari-hari, setelan resmi, atau model iklan, kamu nggak akan bangkit. Kamu nggak akan bisa jadi bintang, Del.” Joshua kembali membujuk. “Lo ngerti nggak sih, Josh? Gue udah nolak, tapi kenapa lo ngukuh banget maksa gue? Masih banyak model lain yang mau jadi model lo. Tapi bukan gue. Gue nggan butuh jadi bintang. Model bukan cita-cita gue. Gue cuma ngisi waktu kosong aja sebagai model.” Adel mengambil nafas untuk meredam kekesalannya. “Jika pun gue ingin, gue bisa berhenti dari sekarang. Nggak masalah buat gue. Lagipula bonyok nggak setuju gue model dari awal. Jadi... Jangan paksa gue!” Adel memutuskan sambungan telpon tepat di saat pintu kamarnya diketuk oleh Riva. “Taruh di meja sofa.” Adel kembali berteriak nyaring. Riva mengiyakan dari luar. Gadis itu keluar dari kamar. Menemukan Riva menuang air ke dalam gelas. “Nih!” Adel memberikan bekas permen karet dari mulutnya. “Di buang! jangan di makan, okey?” Ucapnya angkuh. Riva mengangguk. Lalu pergi untuk membuang bekas permen karet di tangannya. Bukan kali pertama Adel melakukannya. Gadis penyuruh itu hampir setiap hari melakukannya. Meskipun tempat sampah berada di sampingnya, tetap saja menyuruh Riva yang membuangnya. Menyalakan televisi, Adel makan sambil menonton. Bersila di atas sofa tanpa menghiraukan Riva yang terdengar sibuk di meja belajar. Mungkin tugas kuliahnya banyak. Mengingat Riva akan semester ahir. Lelaki itu memang sering membawa tugasnya ke apartemen Adel. Gadis rewel yang tidak bisa membiarkan Riva duduk tenang akan selalu merecokinya. Memanggil dan menyuruh mengerjakan hal-hal tidak terlalu penting. Jika sudah begini. Keburukan Adel akan berkurang. Tidak menyuruh sembarangan. Menghela nafas sembari menyandarkan kepala di sandaran sofa. Adel kembali mengingat pembicaraannya dengan Joshua. Bukannya tidak tahu, Adel tahu jika Joshua menyimpan perasaan terhadapnya. Lelaki itu sudah lama mengincarnya, hampir dua tahun yang lalu. Semua berasal dari Adel yang bergabung menjadi model fashion week yang kala itu sangat terkenal. Joshua menyukainya. Keangkuhannya menjadi salah satu alasan Joshua semakin menyukainya. Namun sedikit pun Adel tidak tertarik. Mengabaikan ajakan Joshua dan lebih sering mengerjai asistennya. Joshua iri. Ingin berada di posisi Riva agar Adel sering bersamanya meskipun tidak jarang menjadikan lelaki itu sebagai santapan keusilan dan amarah. Adel sadar jika semakin dekat dengan Joshua, maka karirnya semakin memuncak. Tidak sulit baginya menjadi model internasional. Lelaki itu lebih memprioritaskannya daripada yang lain. Namun, Adel tidak tertarik. Dalam hati mulai bosan dengan profesinya. Karena sebelumnya, banyak masalah yang melanda. Gadis itu pernah drop selama seminggu karena terlalu sering melupakan waktu makan. Penyakit tifus hampir melayangkan nyawanya. Adel masih sayang nyawa, sehingga mulai berpikir dua kali dengan kontrak yang datang padanya. Bukan hanya satu kali. Tetapi berkali-kali, Adel menginap di rumah sakit. Kebiasaan buruknya susah dihilangkan jika sudah bekerja. Bekerja siang malam tanpa istirahat. Sehingga kembali drop dan menginap di rumah sakit. Shella dan Yoga pernah mengurungnya selama dua minggu penuh. Melarang Adel keluar rumah meskipun itu untuk sekolah. Gadis itu tidak tahan berada di rumah selama itu. Sehingga dia pun berjanji tidak akan bekerja terlalu keras. Mengurangi jadwal pekerjaan dan mengutamakan hidup sehat. Mereka menyuruh gadis tersebut berhenti saja. Tetapi Adel menolak. Apapun syaratnya akan dipenuhi asal Adel masih diberikan ijin menjadi model. Awalnya begitu berat. Ditambah lagi dengan kehadiran Riva yang sangat menyebalkan. Semua tidak seburuk itu sejak berteman dengan Lyn. Gadis angkuh yang mampu mengimbangi dirinya. Mereka cocok. Sering menghabiskan waktu di pusat pemberlanjaan, di spa, bioskop dan lain sebagainya. Jadwal pemotretan Adel semakin berkurang. Sehingga Shella dan Yoga senang bukan main. Lyn itu gadis manja yang tidak mau bekerja atau menyibukkan diri dengan pekerjaan yang membuat dirinya lelah. Dia gemar mengoleksi barang-barang bernilai tinggi dan rajin perawatan rutin. Jadi kapan lagi dia memiliki waktu mengerjakan pekerjaan lainnya? Keangkuhannya setara dengan Adel. Tidak terkira seberapa hebohnya mereka ketika memamerkan apa yang mereka miliki. Kedua gadis itu hampir memiliki barang yang sama. Bedanya hanya pada cara mendapatkannya. Adel mendapatkannya lebih banyak dari jerit payahnya selama ini. Sedangkan Lyn mendapatkan dari fasilitas yang diberikan kedua orang tuanya. Sedikitnya, Adel merasa bangga akan hasil keringatnya sendiri. Tanpa meminta pada kedua orang tuanya meskipun Yoga tidak keberatan. Berbeda dengan Shella yang akan mengomel jika putrinya mulai kumat. Shopping tanpa mengenal waktu. *** Jakarta, 17 Juni 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD