Setelah mendengar pengakuan yang keluar dari mulut Satria, Dan setelah Pak Lutfi melepas pria itu setelah memberi ancaman. Fikar langsung menarik Satria dengan sedikit kasar, atas perintah dari sang Papa agar membawa kekasih adik nya masuk kedalam.
"Masuk!" Fikar mendorong Satria masuk kedalam sebuah kamar. Dan kemudian hendak melayangkan tinju nya ke lelaki itu. Namun, lengan nya sudah di tahan Airin.
" Mas, jangan.. pliss. Aku mohon " ujar Airin sambil menangis.
Satria yang tadi nya sudah siap jika Fikar memukulnya, melirik pada Airin yang sudah memeluk kakak laki-laki nya dengan isakkan hebat dan begitu memohon.
"Ai, kamu masih mau belain dia!! Dia itu cowok b******k!! " Bentat Fikar dengan amarah.
Airin masih menggeleng kan kepalanya. Melirik pada Satria yang menatap dirinya.
"Mas, ini cuma Sal -"
"Kamu !" Mereka bertiga langsung kaget. Dan mejoleh ke arah pintu. Pak Lutfi berdiri di ambang pintu kamar dengan tangan menunjuk pada Satria. "Hubungi orang tua kamu sekarang, dan suruh mereka kemari. Malam ini kamu akan saya nikah kan dengan Airin. !! Setelah itu, terserah kalian mau apa!! "
Airin menunduk dengan dalam, sungguh sakit perasaan nya mendengar ucapan yang keluar dari mulut orang yang paling ia sayangi, kini telah membenci nya. Bahkan tidak lagi menginginkan nya.
Brak!
Cklek cklek
Pintu di tutup dengan kasar, dan bahkan di kunci dari luar. Menyisakan kini hanya Airin dan Satria.
Untuk sejenak keduanya sama - sama terdiam, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Mungkin sedang di sibukkan dengan fikiran masing-masing.
Satria memicingkan matanya pada perempuan dalam balutan pakaian casual. Hanya mengenakan kaus biasa, di padu dengan celana panjang membentuk kaki jenjang Airin. Namun, terlihat begitu cantik dan sempurna.
Namun mengingat kembali semua perkataan Papanya Airin tadi, membuat nya langsung membuang mukanya. Perempuan itu hamil. Dan sekarang, dia yang harus bertanggung jawab atas apa yang tidak pernah ia lakukan ?
"Sat, gue mohon. Cuma loe satu-satu nya yang bisa nolongin gue. Jagain Airin, gue sayang banget sama dia "
Satria mengumpat dalam hati, kalau bukan karena Azka adalah sahabat baik dan sudah seperti saudara. Dia tidak akan mau melakukan hal terbodoh seperti ini. Menikah, dengan wanita yang sama sekali tidak bisa menjaga apa yang seharusnya ia beri untuk suami nya. Sama sekali tidak pernah terlintas dalam hidup nya. Baginya, ia lebih baik menikah dengan janda lima anak.
"Astaghfirullah lazim " gumam Satria, saat menyadari betapa picik fikiran nya sekarang. Namun, ia juga sangat membenci orang-orang yang melakukan zina. Ia sama sekali tidak ada masalah dengan orang pacaran. Bermesraan di depan nya, hanya saja mereka harus tau batasnya saja.
"Kamu beneran hamil ?" Tanya Satria dengan nada dingin dan melirik Airin dengan jengah.
Airin tidak menjawab, ia hanya bisa menunduk. Tidak berani menatap Satria sama sekali.
"Aku gak percaya ini " gumam Satria dengan nada sedih.
Laki-laki itu berjalan menuju tempat tidur. Dan duduk di sana, memandangi Airin lagi dengan masih tidak percaya. Namun, ada rasa sedih dan kecewa dalam dirinya.
"Kamu tau kalau Azka pergi ?" Tanya Satria lagi, masih dengan nada yang sama.
"Kamu boleh pergi, jarak lantai dua tidak terlalu jauh. Bisa lompat lewat balkon -"
"Bodoh !" Gumam Satria dengan meremehkan. Bahkan ,terdengar begitu merendahkan.
Airin menelan ludah nya, melirik Satria yang berjalan menuju keluar balkon kamar. Ia berfikir kalau cowok itu akan melakukan apa yang tadi ia katakan. Tapi, Satria malah mengeluarkan hp nya dan mulai menghubungi seseorang.
***
Setelah hampir dua jam, Satria berada di dalam kamar itu bersama dengan Airin. Mereka hanya bicara seperlunya. Bahkan, menjaga jarak. Satria sudah menceritakan semua pada Airin, tujuan nya datang menemui Airin dan juga tentang kepergian Azka.
"Aku bisa jaga diri sendiri " ucap Airin dengan nada dingin kini.
Satria menoleh, memandangi wanita yang duduk tidak jauh di depan nya dengan malas. Dan, kemudian ia berdecih sendiri.
"Cih, bisa menjaga diri sendiri ? Kamu yakin " jawab Satria dengan meremehkan. "Tapi, apapun alasan nya. Aku sudah terlanjur janji dengan Azka. Jadi, aku akan mengganti kan Azka, sampai dia kembali. "
"Kamu gila ?!" Marah Airin.
Satria dengan gampang mengindikkan bahu nya dengan acuh. "Semua aku lakukan atas nama persahabatan kami "
Airin menatap tidak percaya pada Satria. Cowok itu terlihat tidak sama sekali memusingkan apa yang sedang mereka hadapi sekarang.
"Aku gak mau menikah sama kamu "
"Kamu fikir aku mau?!" Bantah Satria dengan begitu tegas. "Menikah dengan perempuan yang sama sekali tidak bisa menjaga dirinya ? Bertanggung jawab atas apa yang tidak pernah aku lakukan !! " Lanjut nya dengan kesal.
Airin menelan ludah nya sendiri. Nada cowok itu terdengar sangat merendahkan nya. Siapapun bisa menebak, kalau Satria sama sekali tidak menyukai nya dan sangat merendahkan nya layaknya w***********g.
"Kita akan menikah malam ini, sampai Azka kembali " Putus Satria sepihak.
Dan Airin hendak membantah, namun pintu kamar di buka dari luar. Membuat kedua nya menoleh.
"Satria !" Panggilan tegas penuh kemarahan itu, membuat Satria menelan ludah nya sendiri.
***
Yang datang menemui Satria adalah Om dan cecek nya. Bukan kedua orang tuanya. Karena, yakin kalau mereka tidak akan tiba dalam waktu singkat. Jadi, ia memutuskan untuk meminta Om Devin dan juga Cek Bilqis untuk menjadi wali nya.
Dan Satria pun dengan pasrah, menceritakan semua yang terjadi. Karena, terus di desak oleh adik ayah nya, yang tidak bisa ia bohongi. Cecek nya itu, sangat tau dirinya.
"Astagfirullah lazim, kenapa anak dengan Ayah sama sinting nya sih " gumam Om Devin dengan frustasi setelah mendengar semua cerita Keponakan nya itu.
Sedangkan Satria hanya bisa menghela napas pasrah. Dan, menatap bersalah pada Om dan juga cecek nya.
"Cek, maaf ngerepotin. Satria, gak bisa hubungi Ayah. " Ujar Satria pada seorang wanita berjilbab besar yang duduk di samping nya.
"Gapapa. Tapi, keputusan ini sangat gegabah Bang, pernikahan itu adalah ibadah. Tidak bisa di permainkan. " Ujar nya dengan nada begitu lembut.
Satria mengangguk dengan lemah. "Tapi, abang harus mengambil keputusan ini. "
" Yaudah, semua terserah kamu. Kamu yang akan menjalani nanti nya. Om dan cecek. Hanya bisa berdoa yang terbaik buat kalian " ujar Om Devin dengan pasrah akhirnya.
Satria mengulum senyum kecut nya, ia sendiri sama sekali tidak yakin kalau bisa menjalani hidup nya seperti semula lagi.
Dia akan menjadi seorang suami?
Dia akan menikah, di umur yang masih sangat muda. Tidak sama sekali ia bayangkan.
Namun, semua sudah menjadi keputusan nya. Jadi, ia harus menjalan kan semuanya. Apapun resikonya, siap gak siap dia harus siap!.
***
Malam itu pukul delapan malam, pernikahan di laksanakan dengan sederhana. Hanya keluarga dan juga seorang penghulu yang telah di siapkan oleh orang tua nya Airin.
Dengan perasaan gugup ia menjabat tangan Papanya Airin yang masih menatap penuh amarah padanya. Tapi, Tidak sama sekali di hiraukan oleh pria itu.
"Bismillahirrahmanirrahim, Saya nikah kan dan saya kawin kan engkau dengan putri saya Airin Putri Prabu dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai !" Ucap Lutfi dengan begitu tegas dan juga lantang.
Satria terdiam, batin nya mulai bergejolak. Ingin sekali pergi dari sana. Matanya melirik pada Airin yang hanya menunduk dengan isakkan tanpa suara di samping ibu nya. Membuat hati nya terenyuh, marah, sedih, kecewa, dan juga bingung. Semuanya bersatu di dalam benak nya.
Cengkraman tangan Lufti bertambah, membuat Satria tersadar, dan meminta untuk di ulang. Tentu, membuat Lutfi semakin marah dan juga dengan tatapan, seolah-olah ingin membakarnya hidup-hidup.
"Saya nikahkan dan saya kawin kan, engkau dengan putri saya Airin Putri Prabu binti Lutfi Prabu. Dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawin nya Airin Putri Pabru binti Lutfi Prabu dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" Satria kali ini menjawab dengan lancar bahkan dalam satu tarikkan napas.
"Para saksi gimana ? Sah ?"
"Sah !" Jawab Para Saksi dengan tegas. Dan lantunan doa langsung terdengar yang di pimpin oleh seorang penghulu.
Entah bagaimana dengan perasaan keduanya.