Chap. 4. Tidak Ada Yang Gratis

1049 Words
Senarita tertawa kecil mendengar ucapan Reino. Memang di dunia ini tidak ada yang gratis menurutnya. Bahkan melakukan perbuatan baik pun, pasti mengharapkan sebuah imbalan. Seperti apa yang dilakukan pria ini terhadapnya. "Ternyata kamu sama saja dengan yang lain," cibir Senarita sambil tertawa kecil, lalu memalingkan wajahnya. Menatap lurus ke arah depan. Di mana banyak pasangan yang bergandengan tangan menuju bibir pantai. "Lepaskan dulu tanganku, Tuan." Pinta Senarita menatap tangannya yang masih dicekal Reino. "Siapa namamu?" Reino tidak berniat melepas tangan wanita itu. "Hanya untuk ini kamu tidak melepasku?" Senarita kembali menatap Reino. "Untuk berjaga saja agar kamu tidak ingkar janji," jawab Reino asal. Padahal nyatanya dia sangat ingin tahu nama wanita ini. Wanita yang tidak terpesona sedikitpun dengan ketampanan paripurna yang ia miliki. Hal itu semakin membuat Reino merasa tertantang sekaligus penasaran dengan kepribadian yang dimiliki wanita ini. "Tenang saja, Tuan. Aku tidak akan kabur dari tanggungjawabku." Balas Senarita. Kemudian tangannya meraih sebuah kartu nama dari dalam tasnya. Namun, Senarita nampak ragu untuk mengeluarkannya. Setelah terdiam sejenak, mempertimbangkan kembali apa yang harus ia lalukan. Akhhirnya Senarita memutuskan untuk tidak memberikan kartu namanya pada pria yang tengah menunggu jawaban darinya. "Harus berapa lama lagi aku menunggu untuk sebuah nama?" Reino terlihat tidak sabar lagi. "Rita." Senarita sengaja hanya memberitahu sebagian namanya saja. Dia sudah tidak percaya lagi dengan orang yang baru ia ketemui. Cukup baginya dipermainkan berkali-kali oleh orang terdekatnya. Mulai saat ini Senarita bertekat akan lebih jeli lagi dalam hal memilah teman. Ia tidak mau jatih di lubang yang sama untuk kesekian kali. Ia harus bisa belajar dari pengalaman yang selalu menorehkan luka di hatinya. "Reino," balas Reino dengan senyum kemenangan. Karena berhasil mendapatkan nama wanita yang menurutnya berbeda denfan wanita lain. Lalu ia melepas tangan Senarita dari genggamannya. "Nampaknya kita berjodoh, Nona." Ucap Reino penuh percaya diri. Dia lupa jika dirinya baru saja mengalami kegagalan dalam hubungannya. Senarita mendengus, mendengar kalimat terakhir yang Reino ucapkan. Lalu tanpa menanggapi ucapan Reino, Senarita segera keluar dari dalam mobil tersebut. Melihat sikap Senarita yang jutek kepadanya. Setelah apa yang di wanita itu lakukan pada bajunya, kedua sudut bibir Reino terangkat mengulas sebuah senyuman. "Menarik juga," gumam Reino. Matanya terus memandang kepergian wanita yang ia tahu bernama Rita. "Aku akan menagihmu, Rita! Sampai bertemu lagi!" Teriak Reino kemudian. Tentu saja Senarita tidak membalas teriakannya. Wanita itu tetap melangkah ke depan, tanpa menoleh ke arah Reino. Lalu ia menggelengkan kepala, tersenyum geli dengan tingkahnya sendiri. Rasa sakit yang ditorehkan Vreya tadi berangsur hilang, setelah bertemu dengan Senarita. Wanita itu cukup unik baginya. Hingga bisa membuat Reino berpaling kepadanya. Padahal ini awal pertemuan mereka, tetapi Reino merasa seperti pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya. Keesokan harinya. Hari ini Senarita ingin memyibukkan dirinya dengan kbali memimpin perusahaan keluarga. Karena tidak mungkin ia yerus mangkir dari tanggungjawabnya. Sebelumnya, saat Senarita masih berhubungan dengan Taega, dia menyerahkan tugasnya pada Taega. Karena Senarita berpikir jika ke depannya Taega yang akan memimpin perusahaan itu, bila mereka sudah menikah nanti. Namun, nyatanya hubungan mereka berakhir sekarang. Jadi, Senarita akan kembali ke perusahaan dan mengambil alih semuanya. Derap langkah terdengar saling bersahutan, suara dencitan mesin foto copy ataupun riuh para pegawai yang tengah sibuk pada pagi itu. Senarita berjalan tegap, melangkahkan kakinya penuh yakin menuju ruangannya, yang saat ini masih ditempati Taega. Memang, Senarita tidak memberutahukan kedatangannya terlebih dulu pada Taega, juga rencananya yang ingin menggusur kedudukan Taega di perusahaannya. Semua itu hanya Senarita bicarakan pada asistennya, yang melayani Taega sekarang. Meski Yoga menjadi asisten Taega, tetapi nyatanya atasan yang sesungguhnya adalah Senarita. Tidak heran jika selama ini Yoga selalu melapor kegiatan Taega, maupun perkembangan perusahannya. "Bagaiman Ga?" Tanya Senarita sesaat setelah menjawab panggilan dari Yoga melalui ponsel miliknya. "[Semuanya sudah beres, Non. Tinggal menunggu kedatangan Nona saja di ruang rapat.]" jawab Yoga. "Bagus. Lalu di mana pria brengs*k itu?" Senarita penasaran di mana keberadaan Taega. Karena semalam setelah ia menyuruh Asoka untuk mengusir Taega dari apartemen yang sesungguhnya miliknya, Senarita mematikan ponselnya hingga pagi tadi. Dia memakai ponsel pribadinya yang lain untuk menghubungi bawahannya dan orang tuanya. "[Tuan Taega sedang berada di ruangannya, Nona. Tetapi beliau tidak sendiri,]" ungkap Yoga dengan suara lirih di akhir kalimatnya. Terdengar sedikit ragu pria itu menjawab. Takut jika hal itu memicu kemarahan atasannya yang nampak lembut di luar, tetapi keras di dalam. "Aku tau siapa yang kamu maksud. Biarkan saja dia menikmati ini semua yang tinggal beberapa menit lagi." Balas Senarita kemudian memutus sambungan telepon mereka. Banyak karyawan yang kaget saat melihat kedatangan Senarita kembali. Mereka tidak lupa menundukkan kepala mereka dengan sopan kepada Senarita. Senarita pun membalasnya dengan sebuah anggukan serta senyuman manisnya. Meski dia seorang pemimpin perusahaan ini, lantas tidak menjadikan Senarita sombong akan kedudukannya. "Eh, Bu Sena kok balik lagi, ya? Apa dia sudah mengetahui kelakyan Pak Taega?" Bisik sesorang di velakang Senarita. Tentu saja Senarita masih bisa mendengar itu dengan jelas. Karena keberadaannya tidak jauh dengan pegawai tersebut. "Mungkin. Tapi baguslah, jika Bu Sena balik. Jadi, biar Pak Taega tidak bersikap semena-mena lagi pada kita. Hanya memliki kedudukan titian saja, sikapnya belagu seperti itu." Balas yang lain. "Apa Bu Sena tidak mengetahui sikap kekasihnya selama ini, ya? Kasihan sekali Bu Sena. Orang baik begitu malah dimanfaatkan," sahut yang satunya lagi. Dari sini Sena dapat menyimpulkan jika hanya dirinya yang tidak tahu kelakuan b***t mantan kekasihnya. Kali ini Senarita benar-benar memutuskan semua yang berhubungan dengan Taega. Dia tidak akan lagi mengirim apapun itu pada keluarga mantan kekasihnya terbut. Terlihat kejam memang, tetapi dia harus bisa melakukannya. "Hari bahagiamu cukup sampai di sini." Gumam Senarita dengan nada geram. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju ruangannya terlebih dulu, sebelum menuju ke ruang rapat. Senarita ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana sikap Taega di ruangannya. Tidak berapa lama, setelah menaiki lift dan melewati beberapa ruangan, akhirnya Senarita sampai di depan ruangannya. Ia berhenti sejenak, menatap dalam ke arah pintu. Lalu dengan satu tarikan napas, tangan Senarita menarik handle pintu kemudian mendorongnya ke depan. Sementara Yoga hanya bisa berdiri di belakangnya. Dia tidak berani menyapa Senarita, jika wajah wanita itu terlihat serius. "Sena!" Taega terlihat kaget dengan kedatangan Senarita yang tidak dia duga. Taega langsung terpenjat dari duduknya dan menyingkirkan wanita yang tengah duduk manja di pangkuannya. "Oh, jadi selama ini sikapmu seperti ini?" Tanya Senarita dengan nada mencibir, lalu dengan tatapannya yang sinis ke arah Taega. Seakan Senarita memandang rendah kelakuan mantan kekasihnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD