11. Ada yang berbeda

1550 Words
"Boleh aku minta nomer ruangan rawat inap Febby? Aku akan jenguk Febby langsung setelah kakakku melahirkan. Aku khawatir mengenai meninggalkan kakakku lama-lama karena aku dimintai tolong menemani kakakku karena suaminya sedang berada di luar negri." Khavi tanpa berpikir panjang langsung menganggukkan kepalanya maklum. "Kamar 8208. Lantai 8 kamar 208. Itu lantai VIP jadi kamu perlu menyebutkan nama lengkap Febby dan kamar tempatnya di rawat pada petugas keamanan yang berjaga." Cindy tersenyum sambil mengangguk, "Terima kasih banyak, Kak... Aku akan langsung menjenguk Febby setelah proses persalinan kakakku selesai... Kakak sudah mau pulang?" Khavi menganggukkan kepalanya. "Saya pulang dulu." Cindy dan Khavi berpisah. Khavi melangkahkan kakinya menuju dimana pria itu memarkirkan mobilnya namun pria itu menghentikan langkahnya ketika ia hendak keluar dari gedung rumah sakit. Khavi teringat akan Febby yang sendirian dan berdasarkan catatan medis wanita itu seharusnya ia sedang berada di fase demam. Wanita itu sedang demam dan dia sendirian. Khavi yang hendak pulang kembali mengurungkan niatnya. Khavi kembali melangkahkan kakinya kembali ke ruangan Febby. Khavi ragu kembali namun pria itu khawatir. Bagaimana jika terjadi sesuatu dan tidak ada orang di samping Febby. Di rumah sakit memang ada suster yang berjaga namun di malam hari suster yang berjaga akan datang hanya jika pasien memencet tombol bantuan dan jika tidak maka suster jaga akan berada di nurse station. Khavi terdiam menimbang keputusannya dan melihat Febby bergerak dari posisinya Khavi pun perlahan membuka pintu rawat inap Febby. Ini hanya bagian dari tidakan kemanusiaan. *** Febby membuka matanya perlahan. Kepala Febby berdenyut hebat dan wanita itu bisa merasakan rasa panas menjalari seluruh tubuhnya. Febby seakan merasakan dirinya adalah seekor naga yang memiliki nafas panas dan siap menyemburkan api dari lehernya yang juga terasa panas. Febby pertama kalinya merasakan demam karena demam berdarah dan ini benar-benar membuatnya tidak berdaya. Febby perlahan memijat pelipisnya yang juga terasa berdenyut dan saat Febby menolehkan kepalanya Febby melihat seseorang yang duduk tertidur di sofa yang berada dalam ruang rawat inapnya. Febby membeku. Khavindra Perkasa Adhitama. Febby memang demam namun Febby sadar betul semalam ia melihat Khavi berada di dalam kamar rawat inapnya dan Febby ingat betul kalau dirinya sudah meminta Khavi untuk pergi dari ruang rawat inapnya. Febby yang terbiasa dengan penolakan dan sikap ketus Khavi padanya di masa lalu merasa aneh ketika Khavi bersikap baik yang jelas nampak berbeda dengan Khavi yang ia kenal terlebih melihat Khavi mengingatkannya akan kesalahan terbesarnya. Namun saat ini Febby kembali menemukan Khavi di dalam ruang rawat inapnya. Entah kapan pria itu kembali ke ruangan ini tapi yang jadi pertanyaan untuk apa pria itu kembali. Seorang suster jaga di bangsal rawat inap masuk ke dalam kamar rawat inap Febby dan menyapa Febby sambil tersenyum cerah, "Halo, Pagi Dok... Saya cek suhu sebentar ya, Dok..." Febby tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Suster jaga melakukan tugasnya, "Wah demamnya masih tinggi ya, Dok. Masih tiga sembilan, Dok." Febby meringis. Tidak heran ia masih merasa pusing dan nafasnya masih panas seakan ia seekor naga. "Masih fase demam... Terima kasih banyak, Sus." Suster jaga itu menganggukkan kepalanya dan menoleh ke arah Khavi yang masih terlelap dan berbisik pada Febby, "Semalam untung ada Dokter Khavi karena tiba-tiba IGD semalam penuh, Dok. Sekarang kamar rawat inap penuh semua. Dokter Amar yang bertugas jaga dan suster kerepotan tapi untung ada Dokter Khavi yang membantu. Semalam Dokter Khavi bantu cek pasien yang baru masuk dan juga pantau Dokter Febby. Semalam demam Dokter Febby tinggi sekali sampai empat puluh, Dok. Saya khawatir kejang tapi Alhamdulilah aman." Febby diam mendengarkan sambil sesekali menatap Khavi. Suster yang memeriksa Febby sudah pergi meninggalkan Febby sendirian dengan kebingungan yang sedang ia rasakan. Wanita itu tengah kebingungan dengan sikap pria itu saat ini. Bukankah Khavi seharusnya sudah senang karena ia sudah mengikuti keinginan pria itu? Pria itu ingin Febby menjauh dan menghilang dari hidup pria itu dan Febby memenuhinya. Mereka sudah tidak bertemu selama belasan tahun lamanya namun kenapa saat bertemu pria itu malah bersikap aneh seperti ini. Kenapa pria itu sekarang bersikap berbeda? *** Aldric sedang menunggu lift ketika tanpa sengaja pria itu menoleh ke arah samping dimana ada Launa yang baru turun dari sebuah mobil. Dari tempatnya berdiri Aldric melihat Launa dan tanpa sadar pria itu mengepalkan kedua tangannya dengan erat melihat Launa tersenyum cerah melambaikan tangannya pada seorang pria yang berada di dalam mobil. Aldric bisa melihat jelas dengan siapa wanita itu berinteraksi dan Aldric merasakan ada rasa panas yang menjalari seluruh anggota tubuhnya dengan cepat hanya karena melihat interaksi itu. Aldric masuk ke dalam lift ketika pintu lift terbuka dan tidak lama kemudian Launa muncul dan karyawan lain yang berada di dalam lift spontan menahan pintu lift agar Launa bisa masuk ke dalam lift. Launa masuk dan tidak lupa wanita itu mengucapkan terima kasih dan menyapa Aldric yang memang adalah bos mereka. Aldric yang berdiri di paling belakang menatap lurus ke arah Launa yang berdiri membelakanginya. Dari tempatnya berdiri Aldric bisa melihat apa yang Launa lakukan. Wanita itu berdiri diam dan tiba-tiba mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan seseorang. "Ya, Raf... Oh iya..." Launa nepuk dahinya, "Gak apa-apa simpan di kamu dulu aja, Raf..." Launa diam beberapa saat sebelum wanita itu kembali angkat suara, "Gak perlu, Raf. Enggak ada yang penting di dalam tas itu. Aku yang kurang teliti." Launa kembali diam beberapa saat sebelum wanita itu kembali menjawab, "Boleh... Aku tunggu di kantor aja setelah itu kita bisa makan di resto deket kantor aku aja." Launa kembali diam sebelum akhirnya menutup percakapan itu, "Maaf merepotkan ya, Raf... Sampai ketemu nanti." Aldric mendengarkan ucapan Launa dengan baik dan dari posisinya berdiri Aldric bisa mendengar dengan jelas seluruh ucapan Launa karena lift tempat mereka berada saat ini tidaklah besar. Launa turun di lantai dimana ruangan tempat wanita itu bekerja berada meninggalkan Aldric yang masih berada di dalam lift melanjutkan perjalanannya menuju lantai tempat ruang kerjanya. Aldric hanya diam. Pria itu terjebak dengan kerumitan yang ia buat sendiri dan sialnya Aldric bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Aldric berusaha bekerja dengan fokus namun sialnya mendekati jam pulang kerja fokus pria itu semakin sulit diraih. Aldric melangkahkan kakinya turun ke lantai dimana ruangan Launa berada dan dengan bodohnya Aldric menyuruh Launa dan Aaron menemuinya di ruang meeting. Aldric memanggil Aaron karena Aldric tidak ingin Launa kebingungan karena ia memanggil wanita itu secara pribadi. "Apa ada sesuatu dengan proyek kami, Pak?" Aaron angkat suara bertanya setelah keheningan menyelimuti ketiganya selama beberapa saat. Sialnya Aldric tidak memiliki alasan memanggil keduanya. Aldric hanya ingin menahan Launa selama beberapa saat karena pria itu tau setelah ini Launa akan bertemu dengan Rafael. Percakapan Launa dengan seseorang yang wanita itu panggil dengan panggilan Raf sudah bisa Aldric pastikan adalah Rafael karena Rafael adalah pria yang sedang dekat dengan Launa saat ini dan tadi pagi pria itu yang mengantarkan Launa ke kantor. Cari alasan, Al. Pakai otak lo. Jangan kelihatan bodoh. Batin Aldric bersuara dan untungnya otak pria itu dengan cepat mencari alasan dan dengan cepat Aldric mengotak-atik tabletnya dan pria itu mengirimkan beberapa gambar pada Aaron dan Launa. Kedua karyawan Aldric itu jelas langsung berfokus pada gambar yang dikirim oleh Aldric. "Itu adalah apartemen di kawasan Jakarta Pusat. Apartemen itu masih kosong dan pemiliknya mau kalian mendesain apartemen itu hingga siap dihuni. Pemiliknya tidak mau siapapun tau mengenai dirinya. Semua interaksi akan melalui saya jadi kalau kalian mau berdiskusi maka berdiskusilah dengan saya. Pemiliknya pria masih single jadi kalian harus desain ini dengan desain yang cocok untuk pria single. Gak ada batasan budget jadi kalian bebas berkreasi sesuai dengan apa yang kalian pikirkan." Aldric memberi arahan sambil menatap Launa dan Aaron satu per satu, "Untuk project ini saya menunjuk Launa menjadi PICnya jadi Aaron bisa bantu Launa. Kalian sama-sama memiliki satu project yang menjadi tanggung jawab kalian masing-masing." Launa dan Aaron pun menganggukkan kepalanya mendengar arahan Aldric. Ketiganya melakukan meeting singkat hingga saat meeting selesai ponsel Launa berbunyi dan ketika Launa mengangkat panggilan itu, Aldric sudah lebih dulu angkat suara, "Malam ini kita lembur. Malam ini kita akan cek lokasinya. Kalian siap-siap, kita bertiga berangkat ke lokasinya lima menit lagi karena saya khawatir semakin malam kita bisa terjebak macet." Launa memasang ekspresi kaget dan mata wanita itu bertemu dengan mata Aldric. Aldric memutus kontak mata terlebih dahulu dan menatap Aaron. "Segera bersiap, saya tunggu di lobby segera." "Pak, apa boleh saya pergi ke lokasi langsung menggunakan motor saya? Setelah kita selesai ke lokasi jadi saya bisa langsung pulang." Aldric dengan cepat menganggukkan kepalanya sambil menatap Aaron, "Saya akan mengirimkan alamatnya sama kamu." Aldric menjeda kalimatnya untuk menatap Launa, "Kamu berangkat bareng saya saja. Saya tunggu di lobby segera." Launa bahkan belum sempat menjawab ketika Aldric sudah pergi melangkahkan kaki meninggalkan ruangan. Mau tidak mau Launa akhirnya menghubungi Rafael untuk membatalkan rencana mereka. Launa harus bersikap profesional toh lemburnya memang dibayar oleh perusahaan tempatnya bekerja. Launa bergegas melakukan apa yang bosnya perintahkan dan saat Launa sudah bersama dengan Aldric dan keduanya berada di dalam mobil pria itu ponsel Aldric berbunyi. Sebuah panggilan masuk ke ponsel pria itu dan dengan cepat Aldric mengangkatnya. "Ya, Del?... Aku akan menghubungi kamu nanti lagi ya, aku lagi nyetir." Aldric diam beberapa saat, "Aku masih sibuk, Del. Aku belum bisa ketemu sama kamu. Aku lembur dari kemarin." Launa tanpa sadar dengan cepat menoleh menatap Aldric yang fokus mengemudi sambil menelepon. Kemarin Aldric tidak lembur. Pria itu datang ke rumahnya dan bertemu dengan kakaknya. Kenapa Aldric berbohong pada pacarnya sendiri?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD