Waahh.... rasanya menyegarkan! Pagi hari di kampung halaman. Yap, aku jadi pulang ke rumah kemarin. Persetan dengan tugas sialan itu. Aku sudah tidak peduli. Dan Arif dengan legowonya mau menggantikan tugas yang kutinggalkan. Baguslah!
Aku menikmati angin pagi di belakang rumah. Rumahku memang tidak besar. Tapi memiliki halaman yang cukup luas. Halaman depan penuh dengan tanaman dan beberapa pohon yang meneduhkan saat matahari terik.
Sedang di belakang rumah, terdapat gazebo dari bilik bambu yang dikelilingi tanaman sayur dan beberapa apotik hidup. Mama sama Bi Inah yang rajin merawatnya setiap hari. Meski papaku memang mencukupi kebutuhan rumah tangga, tapi Mama lebih suka menanam sendiri sayuran untuk memasak lalu memetik hasilnya. Selain itu, Papaku juga membuat kolam ikan. Ini hobi Papaku. Memelihara ikan dari berbagai jenis dalam satu kolam. Sebelum berangkat kerja, Papaku selalu menyempatkan diri memberi pakan ikan-ikannya.
O ya, aku anak sulung dari 2 bersaudara. Adikku laki-laki masih duduk di SMP. Aku sendiri mahasiswa semester 3.
"Non Vira, dipanggil Ibu katanya."
Aku menoleh ke sumber suara. Bi Inah nampak membawa baskom besar. Aku tersenyum dan mengangguk.
"Mau metik sayur ya, Bi?"
"Iya, Non. Ibu bilang Bapak mau makan sayur bayam. Jadi Bibi petik di sini saja. Lebih segar!"
"Aku bantuin ya, Bi?"
"Eh jangan, Non. Ntar kotor lho?"
"Gak pa-pa Bi. Jarang-jarang aku pulang, kan? Mumpung lagi di sini."
"Tapi Ibu sama Bapak udah nunggu di depan. Kayaknya penting, Non."
"O ya? Baiklah, masak yang banyak ya, Bi? Aku juga kangen sayur bayam buatan Bibi."
"Siap, Non!"
Bi Inah mengacungkan jempolnya. Aku gak bohong lho, masakan buatan Bi Inah ini memang jempolan. Gak salah kalo Mama tetap mempertahankan Bi Inah buat kerja di sini. Orangnya cekatan, setia dan jujur.
Aku ke ruang keluarga. Terlihat Mama sama Papa sedang menungguku. Dan Daril adikku juga ada di sana.
"Cepet, Kak. Lama amat! Keburu siang nih"
"Iya, bawel kamu. Jadi semua nunggu aku nih?"
"Iya, kita sarapan bareng, Vira. Mumpung kamu masih di sini. Sebelum Papa berangkat kerja keluar kota."
"Papa pindah tugas lagi?"
"Iya. Bulan depan Papa pindah tugas."
"Alhamdulillah, Vir. Papamu naik jabatan di kantornya." Ibu tersenyum bangga melihat Papa.
"Wow, keren dong! Apa aku disuruh pulang karena kita mau syukuran kenaikan jabatan Papa?"
Papa terdiam cukup lama. Aku menunggu, bukan, tapi tepatnya kami menunggu. Ya, aku, Mama, dan Daril juga menunggu jawaban Papa.
"Ada sesuatu yang ingin Papa sampaikan padamu. Papa harap, malam ini kamu jangan kemana-mana. Nanti malam kamu akan tahu."
Aku menatap Papa dan Mama bergantian. Kenapa semuanya jadi serius begini? Sumpah! Aku merasakan firasat buruk!
"Kamu jangan khawatir, tidak ada apa-apa kok. Semua baik-baik saja. Semua yang akan kami lakukan semata karena kami menyayangimu"
"Iya, Ma, Pa, Vira juga sayang kalian."
"Terus aku dikemanain?"
Daril cemberut dibuat-buat. Ini anak mau aja nimbrung urusan orang dewasa.
Papa tersenyum dan menepuk pundak Daril.
"Papa sayang kalian semua. Semua yang Papa lakukan semata hanya untuk kalian, harta Papa yang paling berharga."
Mama menatap Papa dengan tatapan penuh cinta. Senyuman beliau tidak pernah lepas dari bibirnya.
"Nah.. sekarang ayo dihabiskan sarapannya."
Aku memakan sarapanku dengan lambat. Asli! Aku merasa gak enak hati. Ada apa gerangan nanti malam?
***
"Vira... kamu ngapain lagi, Nak? Udah mau telat lho?"
Ku dengar suara Mama memanggil dari luar kamarku. Sedang aku masih bolak balik nyobain baju untuk acara malam ini. Papa bilang, malam ini kami akan makan malam bersama keluarga besar kakek dari pihak Papa. Yah, semacam reuni keluarga. Walaupun kakek dan ayahnya kakek alias buyutku sudah tidak ada, tapi setidaknya keluarga ini memiliki kebiasaan berkumpul untuk silaturahmi. Bisa dibilang kumpulan saudara jauh. Buyutku itu punya 5 anak. Salah satunya ya, kakekku itu. Kalau reuni keluarga seperti ini pasti sangat ramai. Mengingat para kakek sudah memiliki keturunan yang banyak. Bahkan banyak di antaranya yang tidak ku kenal.
Tok-tok-tok
Suara pintu kamarku diketik lagi. Yah, kalau ini pasti Daril. Ngetuknya maksa gitu!
"Iya, iya. Aku udah beres."
Aku membuka pintu. Nampak Daril bersidekap menatap sebal padaku.
"Kakak ngapain sih? Lama banget deh, kebiasaan emang!"
"Iya, ini juga udah. Mana Mama sama Papa?"
"Udah di depan. Nungguin kakak dari tadi."
"Kamu kenapa sih, Ril? Asem gitu bawaannya"
"Gak pa-pa. Aku pengen cepet-cepet ke acara itu dan cepet pulang lagi."
"Lha, kenapa?"
"Aku masih pengen maen mobil legend, malah disuruh ikut"
Aku menahan tawa. Dasar maniak game!
Kami berjalan beriringan menuju halaman rumah, di mana Mama dan Papa sudah menunggu kami.
***
Suasana ramai memenuhi gedung yang di jadikan pertemuan keluarga ini. Setelah satu persatu keluarga naik ke panggung yang disediakan panitia, memperkenalkan anggota keluarga mereka. Kami mulai menyantap hidangan yang disediakan.
Aku sendiri membuka smartphone-ku untuk mengusir bosan. Beberapa pesan grup yang belum kubuka dan pesan dari Arif juga Raila.
Raila : kapan pulang, Non? Si Arif udah lesu banget tuh gak ada loe
Me : Gue masih betah, kalo yang kangen si Arif mah gak ngaruh buat gue
Raila : terus loe pengennya siapa? Si Bobi? Si Andre? Aha... atau loe kangen si Syaila?
Me : Syaila? Dih... najis tralala, enek gue ama tu bocah. Lihat dia aja bawaannya pengen nimpuk mulu
Raila : Busyet! Sadis loe
Me : kalo ada Lee Min Ho yang kangen sama gue, baru gue balik
Raila : dasar Ijah! Mimpi aja loe dikangenin Lee Min Ho, ampe belut berkaki juga gak bakalan!
"Vira, kemari sayang..."
Aku menoleh. Papa memanggilku. Sedari tadi aku hanya sibuk berchatting ria dengan Raila. Aku lihat Papa sedang berkumpul dengan keluarga lain.
"Iya, Pa. Ak-" ucapanku terpotong. Mataku terbelalak kaget. Lho? Kenapa dunia jadi sempit gini sih? Kenapa orang kaku itu ada di sini? Demi apapun, aku pulang tuh buat menghindari orang itu! Kenapa dia ada di sini?!
"Vira, kenalkan ini Om Anwar, saudara jauh Papa."
Aku tersenyum kikuk. Orang kaku itu masih menunduk sibuk bersama smartphone-nya yang kelihatan mahal. Aku menjabat tangan Om Anwar yang sangat ramah, berbanding terbalik dengan orang yang di sampingnya. Gelap! Gak ada cerah-cerahnya tuh orang.
"Kamu Salvira ya? Wah.. sudah gadis ya?"
"Iya, Om."
"Vira, kenalkan ini putra Om. Gilang Pranaja."
"Oh iya, Om. Aduh maaf Om, sepertinya saya butuh ke toilet sekarang juga.."
Gawat! Sebelum si kaku itu mengangkat kepalanya, aku harus segera kabur dari sini.
Aku mau pergi, sebelum Papa menahan langanku.
"Vira, kamu mau menyetujui apapun yang Papa putuskan nanti kan?"
"Apa sih, Pa? Vira percaya sama Papa..."
"Bener, ya? Soalnya Om Anwar ini sangat sibuk."
"Iya, iya. Aku setuju aja sama Papa. Apapun itu, makasih Papa"
Aku langsung ngabrit. Gak peduli lagi apa yang terjadi nanti. Yang jelas aku harus sembunyi.
Aku berjalan cepat menuju keluar gedung. Sesekali melirik jam di ponselku. Setelah 20 menit, aku kembali. Kupikir orang itu pasti sudah pergi. Yeah, dan aku benar. Tempat tadi Papa ngobrol sudah tidak ada. Aku menatap sekeliling. Kemana kiranya keluargaku. Tapi, tunggu.. kenapa semua menatapku?
Aku melihat ke arah panggung. Oh my God! Kenapa Papa, Mama, Daril, Om Anwar dan.... orang itu!! Semua ada di panggung! Papa tersenyum ke arahku. Terdengar suara MC yang menyebut... NAMAKU????
"Alhamdulillah... berkat silaturahmi keluarga besar kita, ada keluarga kita yang bermaksud mempertemukan putra putri mereka. Keluarga Bapak Bakhtiar Nasution dengan keluarga Bapak Anwar Sanusi. Di mana di hari yang berbahagia ini, putra dari Bapak Anwar yaitu Gilang Pranaja telah melamar putri Bapak Bakhtiar Nasution yaitu Salvira Nasution. Penetapan tanggal akan ditentukan setelah acara penyematan cincin."
Aku membeku di tempat. Ini gila!! Aku??? Di lamar??? Oh No...!!!
"Kepada Salvira Nasution, silahkan naik ke panggung."
Aku bengong. Asli!! Antara terkejut, kesal, marah, campur aduk.
Tunggu! Orang kaku itu turun dari panggung! Apa dia juga hendak lari sepertiku? Dan menolak perjodohan kampret ini?
Tap!!
Sebuah tangan menyentuhku. Lalu menarikku naik ke panggung. What the hell??? Si kaku sialan yang menarikku saat ini? Apa dia gila? Menerima perjodohan gak jelas ini?
Aku mati kutu. Apalagi melihat wajah sumringah Mama dan Papa. Apa yang akan terjadi jika aku lari dari panggung ini? Mungkin Mama pingsan? Atau Papa kena serangan jantung kayak di sinetron-sinetron lebay di TV? Ah.. seberengseknya aku, gak akan mau melihat kedua orang tuaku mengalami hal tragis akibat ulahku. Oke, fine. Ini hanya tunangan kan? Tenang.. oke. Senyum saja. Sebodo amat dengan si kaku yang sekarang resmi jadi calon su-- ahhh... Aku gak sanggup!
Yang jelas saat ini aku sudah berubah status. Dari si jomblo keren menjadi tunangan si kaku yang menyedihkan!
Oh God!! Cobaan apalagi ini??