3.keperawanan ku di bayar 1 milyar lebih

1258 Words
Tanpa buang-buang waktu lagi, Arkan langsung membuka kedua paha Nana lebar-lebar, dan "Akh!" Pekik Nana saat merasa area kewanitaan nya merasa robek, sakit, itulah yang Nana rasakan. Selain karena Nana masih perawan, Arkan juga melakukan penyatuan tanpa pemanasan. "Bertahanlah. Maaf aku melakukan nya dengan cara kasar," ucap Arkan pelan, sebelum menghentakkan pinggulnya untuk yang kedua kalinya. Arkan mendiamkan juniornya terlebih dahulu, agar tidak kembali membuat wanita yang ada di bawah Kungkungannya merasa kesakitan, Arkan ini yang pertama bagi dia, begitupun dengan dirinya, dirinya juga masih pertama melakukan penyatuan bersama seorang wanita, dan untuk yang pertama kalinya, Arkan melakukan penyatuan dengan seorang gadis perawan. Arkan mengecup bibir Nana lembut, untuk memancing gairah Nana, berharap Nana juga bisa menikmati apa yang Arkan nikmati. Namun sayang, Nana tidak pernah merasakan nikmat apapun karena pikiran Nana hanya tertuju pada kesehatan nenek Feni. Arkan melepas tautan bibirnya, lalu beralih ke leher Nana, tanpa melepaskan penyatuannya. "Aku suka ini, ini sangat pas dengan apa yang aku inginkan." Ujar Arkan sambil memainkan balon kembar Nana, yang sangat pas besarnya di tangan Arkan. Nana mendesah dan menangis secara bersamaan, antara nikmat dan sesak. Arkan mulai memaju mundurkan juniornya dengan pelan, dan bahkan sangat pelan, hingga Nana tidak merasa kesakitan. Setelah Arkan merasa Nana mulai sedikit rileks dan bisa menerima juniornya, Arkan sedikit demi sedikit mulai mempercepat hentakannya, hingga hentakan yang semula sangat pelan, berubah sangat kasar. "Ahh! Tuan…" desah Nana saat merasa Arkan benar-benar menguasai tubuhnya, Arkan membalikkan tubuh Nana tanpa pamit, dan kembali menyatukan juniornya dari belakang. "Ahhh, sial. Senikmat ini keperawanan mu," umpat nikmat Arkan, sambil mempercepat hentakannya karena semakin keras dirinya menghentakkan pinggulnya, rasanya akan semakin nikmat, entah apa karena dirinya sedang dalam pengaruh obat perangsang, atau karena tubuh Nana yang begitu mampu membuat dirinya merasa terpuaskan. "Emmm, Ahhh! Tuan sa… Ahh" Nana tidak bisa melanjutkan kata-katanya di sela-sela desahannya, karena Arkan langsung meremas salah satu balon besar Nana, hingga Nana menjerit karena merasa ngilu. Arkan terus mencengkram kuat salah balon Nana, tanpa memperlambat atau menghentikan hentakannya. Saat Arkan merasa sesuatu akan meledak, Arkan menahan pinggang kanan dan kiri Nana kuat, dan "Akhhh, Sayang!!!" Desah panjang Arkan sambil menekan junior nya lebih dalam, dan menyemburkan laharnya dalam rahim hangat Nana. Nana langsung ambruk, dengan posisi masih tengkurap. Arkan membuka laci nakas, dan mengeluarkan kertas berupa CHEQUE, dan mencoret-coretnya, lalu meletakkan di samping Nana, lebih tepatnya di depan mata Nana. Nana belum menyadari akan kertas tersebut, karena Arkan mulai bergerak menarik junior nya, dan langsung turun dari ranjang berjalan menuju kamar mandi. Nana membalikkan tubuhnya saat mendengar suara pintu kamar mandi di tutup. Mata Nana kembali mengeluarkan cairan putih yang tidak bisa Nana anggap sebagai air mata suci seperti biasanya. Nana mengambil kertas cek uang itu, tanpa melihat berapa jumlah yang akan iya terima, setelah keperawanan sudah di tukar dengan uang. Mengingat keperawanan nya, Nana kembali menangis, merasa hidupnya sudah tidak ada artinya setelah apa yang selama ini dijaga, sudah tidak bisa lagi iya banggakan. Dengan cepat Nana memakai pakaian nya yang sudah kusut, dan ada sedikit yang robek, lalu melangkah dengan langkah yang tertatih-tatih, untuk keluar dari kamar pria yang sudah membeli keperawanan, sebelum pria itu keluar dari kamar mandi. Sepanjang perjalanan pulang dari rumah mewah yang sempat Nana anggap rumah istana, Nana selalu meringis dan menangis karena merasakan sangat sakit di bagian Miss V nya. Namun meski begitu, Nana terus melangkah sampai ada seorang pengendara motor yang menawarkan Nana untuk menerima bantuannya, Nana pun meminta bantuan untuk mengantarnya ke rumah sakit dimana nenek Feni dirawat. Ternyata perjalanan lumayan cepat karena memang waktunya sudah larut, Nana langsung masuk ke dalam rumah sakit, setelah memberi uang 100 ribu pada pengendara motor yang membantunya. Nana segera menghampiri bagian administrasi, dan langsung membayar biaya operasi nenek Feni. "Ini Mbak sisanya," ujar perempuan yang bertugas untuk menerima p********n tersebut. Nana meraih sisa uang itu, dan betapa terkejutnya Nana saat melihat sisa dari p********n biaya operasi nenek Feni. "Jadi dia membayar ku satu M setengah?!" Tanya Nana pada dirinya sendiri, merasa tidak percaya jika dirinya saat ini memegang uang sebanyak itu. Yah, Arkan membayar keperawanan Nana sebanyak satu milyar lebih, namun meski Nana mendapat bayaran sebanyak itu tidak membuat dirinya merasa bangga karena dibayar mahal oleh pria yang membeli keperawanan nya, bagi Nana kehormatan tetaplah kehormatan, yang tidak bisa di tukar dengan uang, tapi mau bagaimana lagi, saat ini nenek Feni sangat butuh pertolongan nya, hingga dengan terpaksa Nana harus mengorbankan harga dirinya demi uang sebanyak itu. "Mbak, apa uangnya kurang, kenapa Mbak terlihat bingung?" Tanya mbak yang bertugas mengurus bagian administrasi, saat melihat wajah bingung Nana. "Oh, tidak kok Mbak, sangat pas. Saya hanya kepikiran dengan nenek saya. Kalau begitu saya permisi dulu ya Mbak," jawab Nana seraya berpamitan dan pergi setelah selesai mengurus p********n. Nene Feni pun langsung ditangani oleh dokter, sedangkan Nana masih setia menunggu nenek Feni sambil berdoa, berharap operasinya berjalan dengan lancar. Nana mengirim pesan pada sang sahabat, dan memberi tahu Dinda, jika dirinya tidak bisa menemui Dinda karena sudah mendapat pinjaman uang dari orang lain, Nana tidak berani menceritakan yang sebenarnya pada Dinda, karena Nana takut Dinda akan menjauhi dirinya. Dinda yang mendengar sahabat nya mengatakan sudah mendapat pinjaman dari orang lain, sedikit terkejut, penasaran siapa yang berani memberi pinjaman uang sebanyak itu pada Nana. Namun meski begitu, Dinda cukup senang, karena setelah Nana mendapatkan uang itu, Nana pasti sedikit merasa lega karena neneknya sudah ditangani. Jam 04 subuh, dokter keluar dari ruang operasi, Nana segera menghampiri dan menanyakan keadaan nenek Feni. "Dok, bagaimana keadaan nenek saya?" Tanya Nana dengan wajah paniknya "Alhamdulillah, operasinya berjalan dengan lancar, kita semua berdoa agar nenek Nona segera sehat kembali. Nona bisa menemui beliau setelah beliau sadar nanti." Jawab dokter tersebut, membuat hati Nana langsung terasa ringan karena lega. Nana yang mendengar operasi neneknya berjalan lancar , kembali duduk di ruang tunggu, dan mencoba untuk memejamkan matanya meski sebentar. Jam tujuh pagi, Nana di bangunkan dokter karena nenek Feni sudah sadar, dengan semangat tanpa menghiraukan penampilannya, Nana langsung masuk, dan melihat ke arah ranjang yang ternyata nenek Feni sudah sadar. "Nenek," Nana berlari memeluk nenek Feni dengan sayang "Terima kasih kamu sudah membantu nenek Sayang. Dapat dari mana uang sebanyak itu untuk membiayai nenek? Nenek yakin biaya rumah sakit disini tidak murah." Tanya nenek Feni dengan suara seraknya. "Nenek tenang saja, Nana pake uang tabungan Nana kok," jawab Nana dengan bohongnya, Nana tidak bermaksud untuk membohongi nenek Feni , Nana hanya tidak ingin nenek Feni berpikir macam, dan terus mempertanyakan masalah biaya rumah sakit, dan dengan terpaksa Nana mengatakan, jika uang itu, Jang tabungan Nana. "Sayang, boleh nenek minta sesuatu?" Tanya nenek Feni sambil memegang kedua tangan Nana dengan erat "Katakan Nek, katakan saja, selagi Nana mampu, akan Nana kasih." Jawab Nana dengan suara lemah lembutnya. "Boleh nenek pulang dan ikut bersamamu? Nenek takut, nenek takut bertemu dengan orang jahat itu lagi," pinta nenek Feni. "Nanti kalo keluarga Nenek nyari… "Nenek akan pulang sendiri kalo nenek mau, boleh ya Nak, nenek mohon!" Ujar nenek Feni cepat, sambil memohon agar Nana membawanya ikut bersama dirinya. "Baiklah, tapi tunggu sampai nenek sembuh total ya?!" Ujar Nana, dan meminta agar nenek Feni ikut pulang bersama dirinya setelah nenek Feni sembuh. "Tapi nenek maunya sekarang, melihat ada seorang disekitar kita ada yang memantau Nenek, nenek takut." Ujar nenek Feni yang langsung membuat Nana menganggukkan kepalanya. "Baiklah, biar aku beritahu dokter dulu, nenek tunggu disini, dan jangan kemana-mana." Ujar Nana, kemudian berdiri dan keluar dari ruang nenek Feni . Baru saja Nana melewati beberapa ruang pasien lainnya, hingga matanya tidak sengaja menangkap sosok pria yang membuat hatinya nyeri. Deg "Tuan itu…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD