Sebuah senyum tipis, palsu, namun dipaksakan dengan segenap kasih seorang ibu, tersungging di wajahnya. Ia berjongkok, meski lututnya bergetar, dan mengusap pipi Alessio dengan tangan yang masih berlumuran noda merah. "Maafkan Mommy, sayang," bisiknya lembut, seolah ingin menenangkan bukan hanya putranya, tetapi juga dirinya sendiri. "Mommy tidak apa-apa. Mommy hanya terlalu lelah. Semalaman Mommy tidak tidur, jadi, mungkin itu sebabnya hidung Mommy berdarah." Ia mencoba merapikan rambut putranya yang jatuh menutupi dahi, berusaha menciptakan kesan tenang, meski tangannya masih bergetar. Alessio, dengan polosnya, mengangguk, meski air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Bocah itu tidak mengerti sepenuhnya, tapi hatinya tahu ada sesuatu yang lebih besar, lebih gelap, dari sekadar "

