Prasetyo duduk di dalam mobilnya, menggenggam ponselnya erat. Sudah sejam lebih ia menatap layar itu, menunggu balasan dari nomor tak dikenal yang mengiriminya foto dirinya bersama Aya. Tapi tetap saja—tidak ada jawaban. Ia mengusap wajahnya, mencoba berpikir jernih. Siapa yang bisa mengambil foto itu? Siapa yang cukup dekat untuk mengetahui keberadaannya, tapi cukup cerdik untuk tidak langsung menunjukkan identitasnya? Otaknya terus berputar, tapi satu nama tetap berputar di benaknya. Widhi. Namun, ada sesuatu yang mengganjal. Jika Widhi benar-benar ingin menghancurkannya, mengapa ia tidak langsung mengonfrontasi Prasetyo dengan bukti itu? Mengapa hanya mengirim foto tanpa kata-kata? Prasetyo mendengus, lalu akhirnya menyalakan mesin mobilnya. Ada satu orang yang mungkin bisa memban