Ada Apa Dengan Bang Fatih?

1260 Words
"Jadi Anda cemburu sama Bang Fatih?" Aku berusaha untuk tetap tenang. Waduh, sumpah! Aku baru tahu ternyata wangi Pak Indra sangat seksi! Bisa-bisa aku dewasa sebelum waktunya. Tolong, Mama! Aku takut diserang drakula! Pria itu tersenyum kecil, "Saya hanya mengingatkan saja." Pak Indra bangun dan duduk kembali. Pas banget dengan kedatangan Mama. "Kalian mau Mama buatkan cemilan?" tanya Mama. "Ah, gak usah, Ma. Saya mau pamit pulang. Ini sudah hampir malam." Pak Indra bangkit dan mengambil jaketnya. "Lho, kok buru-buru?" tanya Mama. "Mungkin mau istirahat, Ma. Biarin aja. Ya kan, Pak?" ucapku. Pak Indra mengangguk. "Ya udah kalau gitu, hati-hati ya?" Tadinya aku mau langsung masuk ke kamar. Tapi Mama lagi-lagi memaksaku agar mengantar pria itu sampai ke depan. Aku hanya berdiri melihat Pak Indra yang sedang memakai jaketnya lagi. "Ca." "Ya, Pak?" Pria itu nampak terdiam sejenak. Lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Mengenai hubungan ini, kamu kuat berapa lama?" tanyanya. Aku diam lalu mengangkat bahu. "Saya juga tidak tahu, Pak." "Kamu sekarang kelas dua belas kan?" Aku mengangguk. "Ya, benar." "Mungkin kita tunggu sampai kamu selesai sekolah. Bagaimana?" Aku terkejut, "Ha? Maksud Anda kita akan menuruti wasiat itu, menikah resmi setelah saya lulus sekolah? Gak mau!" "Bukan begitu. Tapi saya ingin ada keputusan final mengenai hubungan kita. Kalau untuk sekarang, rasanya kita tidak bisa mengakhirinya begitu saja. Ayah saya sangat antusias dengan hubungan ini." "Anda benar. Mama saya juga begitu." Pak Indra tersenyum kecil, "Mungkin kita bisa mengabulkan keinginan kedua orang tua kita selama beberapa bulan ke depan." "Baik. Tapi tolong ya, Pak. Jangan seperti tadi. Anda tetiba mengirim foto dan penjelasan sama Mama. Saya gak suka." "Saya pikir kamu akan mengadu dan menangis ke Mamamu. Jadi saya harus kasih penjelasan lebih dulu. Kamu juga gak mau kan lihat Mamamu bersedih?" "Iya sih, tapi kalau kayak tadi, kesannya saya yang cemburu." "Sebenarnya kita impas. Kamu juga jalan dengan Fatih tadi." "Hei, sudah saya bilang, dia kakak saya sendiri, Pak!" "Terserah kamu. Tapi saya lebih suka kamu pergi dengan Zein daripada dengan Fatih." Pak Indra berkata dengan wajah serius. Ini orang kenapa sih? Masa cemburu pada iparnya sendiri? Aneh kan? Dasar playboy! "Indra udah pergi, Ca?" Mama muncul saat motor Pak Indra sudah menjauh. "Udah, Ma." "Oh ya, Bang Fatih bilang mau nginep di sini gak?" Aku mengangkat bahu, "Entah, tadi cuma nganterin aku belanja sama pulang doang. Gak tahu tuh mau nginep di sini apa di rumahnya." Oh ya, Bang Fatih itu sangat mandiri. Bahkan Mama bilang, Bang Fatih sudah mulai mencari uang sejak duduk di bangku SMA. Dari mulai jualan makanan, baju sampai belajar jadi blogger. Alhasil, dia bisa membeli rumah sendiri. Makanya saat Papa meninggal, Bang Fatih dipercaya mengurus semua usaha milik Papa. Beruntung, keluargaku gak kayak keluarga di drama Korea. Suka rebutan gitu sampe berantem. Bang Zein malah seneng tuh gak disuruh ngurus usaha Papa. Akhirnya Bang Fatih yang mengurus sendirian. Setiap bulan Bang Fatih mengisi saldo ATM milikku dan Bang Zein. "Tadinya Mama mau ngomong sesuatu sama dia." ucap Mama memelan. "Ada masalah apa, Ma?" Mama tersenyum lalu mengajakku duduk di kursi teras rumah. "Sini, duduklah!" "Ada apa sih, Ma? Kayak serius banget." Mama mengatur nafas. Sepertinya sesuatu yang berat. "Sebenarnya Mama punya ...." Tin tin! Klakson mobil berbunyi. Membuat Mama urung bicara. Pandangan kami beralih ke sumber suara. Ternyata Bang Fatih yang datang. Mama langsung tersenyum dan berdiri menyambut kedatangan Bang Fatih. Begitu sampai, Bang Fatih mencium punggung tangan Mama. Lalu menyalamiku juga. "Udah makan, Fatih?" tanya Mama. "Sudah, Ma. Tadi aku makan bareng teman." "Ah, ya baguslah. Ayo masuk. Kamu pasti capek." Mama itu sangat lemah lembut dan baik banget sama Bang Fatih. Seingatku Mama tak pernah marah sama Bang Fatih. Beda kalau sama aku dan Bang Zein. Ugh, sehari aja gak marah kayak punya hutang gitu. Pasti aja diomelin. Aneh kadang. Apa jangan-jangan aku dan Bang Zein bukan anak kandungnya ya? Huft, nasib. Tapi kadang kalau lagi jauh, omelan Mama yang paling bikin kangen, haha. "Ma, tadi mau ngomong apaan?" tanyaku setelah kami duduk di dalam. Bang Fatih langsung dibuatin teh hangat tawar kesukaannya. "Ah, itu. Gak jadi nanti aja." "Ih, jangan bikin penasaran, Ma! Apaan? Aku tadi sampe deg-degan segala lho?" Ya, sejak peristiwa perjodohan ini, aku jadi sering parno kalau tiba-tiba Mama berwajah serius. Takut ada plot twist lainnya. "Gak ada, cuma mau ngingetin aja, besok kamu kemping kan? Peralatan udah siap?" tanya Mama. Bang Fatih yang sedang minum teh langsung terhenti dan menatapku. "Kamu kemping? Dimana?" "Gak jauh sih, Bang. Masih sekitar Tasik juga." "Zein belum pulang, Ma?" tanya Bang Fatih. "Belum. Tadi ngabarin katanya pulang jam delapanan." "Ca, kamu sama siapa kemping? Indra jadi panitia?" Bang Fatih terlihat tidak suka. Kalau aku gak salah lihat, Mama juga terlihat gak suka tapi bukan dengar aku kemping, tapi Mama seperti gak suka ekspresi wajah Bang Fatih barusan. "Kayaknya sih, Bang. Kan dia guru olahraga. Biasanya dilibatkan juga." "Harus gitu ikut?" tanya Bang Fatih. "Ya harus sih, Bang. Kan aku kelas dua belas. Mau lepas jabatan gitu." Bang Fatih diam. "Fatih, Ica sekarang udah gede. Lagi pula, ada Indra yang jagain dia kok. Kamu jangan khawatir ya?" Mama menepuk pundak Bang Fatih. "Kenapa harus Indra yang jadi tunangannya Ica, Ma?" Aku dan Mama jelas kaget dengan pertanyaan Bang Fatih. Gak biasanya lho, Bang Fatih protes terhadap keputusan di rumah ini. Biasanya apapun yang Mama putuskan, dia yang paling nurut bahkan dukung Mama. Mama menghela nafas panjang, "Dia yang ditunjuk Eyang sebagai calon0 suaminya Ica." "Bang Fatih kenal Pak Indra?" tanyaku. Aku curiga deh, jangan-jangan Bang Fatih mengetahui sesuatu tentang Pak Indra ya? Kok kayak gak suka gitu kalau kami bahas Pak Indra. "Tidak juga. Sudahlah, besok suruh Zein untuk antar kamu." Bang Fatih bangkit lalu masuk ke kamarnya. "Ma, Bang Fatih kenapa sih? Kok kayak gak suka sama Pak Indra? Katanya mereka teman saat SMA?" tanyaku. "Itu hanya kekhawatiran abangmu saja. Mungkin dia takut Indra nyakitin kamu, Ca." Aku mengangguk. Iya juga sih, andai saja aku langsung jatuh cinta sama Pak Indra, yakin deh hari ini aku udah sesenggukan nangis. Lah dia malah asyik pacaran dengan wanita lain, ya kan? Beruntung, aku masih bisa tahan godaan. Ya walaupun tidak bisa ku pungkiri, pesona Pak Indra memang jempolan. Badannya sudah jelas masuk tipikal idaman. Jangan tanya wajahnya, sangat tampan dan gagah. Menarik sih, ugh, jiwa setanku langsung menyala, haha. Ish, apa yang aku pikirkan? Hush! Jauh-jauh! Amit-amit deh, semoga aku gak jatuh cinta sama pria itu. Aku masuk ke kamar. Menyiapkan semua yang aku butuhkan untuk besok kemping. Hanya dua malam sih, tapi peralatan yang dibawa banyak banget. Apalagi Mama nyuruh bawa selimut tebal, matras, bantal, guling. Duh, kayak mau pergi ke bulan jadinya. Huft, akhirnya aku selesai berkemas. Ponselku bergetar. Aku ogah-ogahan meraihnya. Siapa sih? Mataku melotot kaget saat melihat siapa yang menghubungiku. Ya, ini tidak biasanya! Pak Indra yang menghubungiku. Guru Olahraga : Ca, besok saya jemput. Me : Gak usah, Pak. Ada Bang Zein. Guru Olahraga : jam enam tiga puluh sudah siap. Jangan terlambat! Aku menggerutu kesal. Maksa amat sih? Me : Sudah dibilang, gak usah. Lah, udah gak aktif? Ck, dasar manusia jadi-jadian! Seketika aku ingat dengan Bang Fatih. Kakak laki-lakiku yang tertua itu jelas tidak suka aku dijemput oleh Pak Indra. Tapi kadang heran deh, kenapa ya Bang Fatih gak suka sama Pak Indra? Eh tapi bukan sekali ini aja ding! Setiap kali aku nyoba pacaran, mesti Bang Fatih melarang dan marah. Ck, dulu sih iya aku masih belum dewasa. Lah sekarang kan aku udah mau beres SMA? Apalagi hubungan aku dengan Pak Indra jelas diizinkan Mama. Sebenarnya ada apa dengan Bang Fatih ya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD