Ugh, hari yang panas! Aku sedang berdiri di pinggir jalan. Seperti biasa, menunggu datangnya ojek pribadiku, haha. Walaupun nyebelin, tapi Bang Zein selalu setia menjemputku.
Tapi hari ini tidak seperti biasanya. Sudah jam dua lewat, Bang Zein belum muncul juga. Padahal aku sudah kasih tahu, hari ini aku pulang cepat. Besok ada acara kemping pelantikan pengurus Pramuka. Jadi hari ini semua peserta diizinkan pulang cepat. Biasanya kami pulang jam tiga sore.
"Caca belum pulang?"
Aku menoleh. Segera membungkuk hormat dan tersenyum, "Eh, Pak Panji? Saya belum pulang, Pak. Lagi nunggu jemputan Abang saya."
"Oh begitu. Mau bareng saya? Kebetulan kita satu arah."
Aku celingukan. Waduh, godaan berat ini mah. Daripada aku lama nunggu ya kan?Lumayan tuh, tumpangan gratis di depan mata!
"Ah, takut ngerepotin, Bapak." Aku berbasa-basi. Maunya sih dipaksa gitu, aku gak bakalan nolak kok.
"Gak apa-apa, ayo naik aja! Ini helmnya."
Tuh kan? Dipaksa? Haha, tenang, Pak. Itu yang aku harapkan kok.
"Duh, makasih banyak ya, Pak."
"Hm, sama-sama."
Tin-tin!
Aku dan Pak Panji sontak menoleh ke sumber suara.
Seseorang datang dengan motor sportnya. Kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya.
"Pak Indra? Wah, Anda ada jam ngajar lagi?" tanya Pak Panji.
"Ah, bukan. Saya hanya dapat amanat tadi dari orang tuanya Annisa."
Pak Panji menatapku dengan wajah bingung, "Amanat orang tua Caca?"
Aku hanya tersenyum garing. Mau jawab takut salah ucap. Kadang bibir rombengku suka bocor kemana-mana. Jadi jurus terbaik hanya nyengir saja.
"Ayo, Ca! Naiklah, saya ada acara lain."
Dengan berat hati, aku menyerahkan lagi helm milik Pak Panji.
"Maaf ya, Pak. Saya gak jadi numpang, hehe. Takut dimarahi Mama."
Pak Panji tersenyum geli, "Iya gak apa-apa. Ya sudah, sana pulang dulu."
Aku mengangguk lalu menatap motor Pak Panji yang kian menjauh.
"Jadi naik gak?" Pertanyaan Pak Indra membuatku kaget.
"Eh? Ini beneran Anda jemput saya, Pak?" tanyaku.
"Hanya disuruh. Bukan niat jemput kamu."
Aku tersenyum lebar, "Anda yakin gak niat jemput saya? Mau lebih kenal saya ya?"
"Naik gak? Saya ada kencan dengan pacar saya hari ini."
Glek. Lah? Dasar playboy dua kelinci!
"Oh begitu ya? Ya udah, silakan Anda kencan saja. Saya juga mau nungguin Abang saya jemput."
Pak Indra menyalakan lagi mesin motornya. "Ya sudah kalau gak mau naik. Sekedar informasi saja, Abangmu gak akan jemput. Dia tahu hari ini saya yang jemput kamu."
Aku kaget. Waduh, celaka! Aku gak mau pulang jalan kaki! Naik angkot juga gak ada duit, bekal jajanku habis tadi.
"Eh, saya ikut deh, Pak!"
Pak Indra hanya menggeleng lalu menungguku naik ke motornya.
"Gak pakai helm, Pak?" tanyaku.
"Gak usah, nanti pacar saya curiga jika mencium bau rambut kamu dari helm."
Anjir! Bau rambut katanya!
"Rambut saya wangi, Pak."
Pak Indra gak jawab lagi. Hanya menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.
Aduh, sumpah ya, aku gak mau dua kali numpang ke motor ini. Gak nyaman banget. Serasa jadi wanita nakal tahu gak? Duduk mepet ke depan. Kan jadi kena sama tubuh kekarnya Pak Indra!
"Pak, lain kali kalau jemput saya jangan pakai motor ini. Maaf lho, saya jadi mepet begini duduknya."
Aku takut dia salah faham nanti. Dikiranya aku sengaja mepet-mepet sama dia.
"Sudah saya bilang, ada janji lain. Jadi bukan sengaja menyiapkan jemputan buat kamu."
Dih, yang punya acara kencan sombong amat sih?
Aku gak balas lagi. Males ngomong sama dia. Berasa diremehin kayak serpihan peyek jadinya.
Kami sampai di depan rumahku.
"Wah, akhirnya kalian sudah pulang. Ayo, masuklah!"
Mama menyambut kedatangan kami. Pak Indra membuka helmnya lalu ikut masuk ke rumah.
"Sore, Tan. Maaf, saya agak telat jemput Caca. Tadi ngisi bahan bakar duku, agak antri."
"Kok masih manggil Tante sih? Kamu udah jadi anak Mama sekarang."
"Ah, iya, maaf, Ma. Sekali lagi saya minta maaf terlambat."
Mama tersenyum, "Gak apa, Indra. Ayo, kita makan siang dulu, Mama udah masak banyak hari ini."
Aku memicing. Lah yang katanya ada kencan dengan pacar kok malah ikut makan sih? Pria itu sudah duduk manis di meja makan. Mama benar-benar sudah masak banyak. Apa Bang Fatih dapat untung besar ya? Tumbenan masak banyak dan menunya juga yang mahal-mahal dari biasanya.
"Ma, tumbenan masak banyak? Bang Fatih dapat untung besar ya?"
"Hari ini Mama masak spesial buat calon mantu Mama."
Aku langsung sumringah melihat menu di meja. Seketika semua cacing dalam perutku meronta tak terkira.
"Eh, mau ngapain?" Mama bertanya saat tanganku sudah mengambil satu buah goreng tempe pakai tepung.
"Makanlah, kan Mama udah masak. Sebagai bentuk penghargaan buat Mama, maka aku akan makan yang banyak," jawabku dengan mata berbinar melihat menu istimewa yang gak biasa ini.
"Ish, mandi dulu sana! Ada Indra di sini. Udah wangi begitu. Lah kamu masih seragaman dan belum wangi."
Aku melongo, "Emang harus ya? Kan cuma makan di rumah doang."
"Haduh, maaf ya Indra, si Caca memang kadang agak kurang rajin," Mama meringis ke arah Pak Indra lalu melotot ke arahku dan memaksaku bangun dari duduk.
"Ntar aja deh mandinya." jawabku.
"Ih, mandi sana!" Mama udah kelihatan kesel.
"Gak apa, Ma. Biar saya saja yang antar dia mandi. Ayo, Ca! Saya antar kamu ke kamar mandi!" Tetiba Pak Indra ikut bicara.
Panik dong aku!
Dengan cepat menggeleng dan segera bangkit dari duduk, "Eh gak usah! Saya bisa sendiri."
Dan dengan menyebalkannya pria itu malah tersenyum mengejekku. Tentu saja tanpa sepengetahuan Mama.
"Ya ampun, kamu memang benar-benar pawangnya Caca. Makasih ya Indra."
Noh, Mama malah memujinya! Dih, ngeselin!
Aku masuk ke kamar mandi. Ck, sebenarnya belum mau mandi. Biasanya juga mandi jam 5an. Ini baru juga jam tiga masa harus mandi sih? Ish, ini semua gara-gara manusia tengik itu!
Walau kesal, akhirnya aku mandi juga. Daripada manusia itu ikut masuk ke kamarku kan?
"Nah, kan jadi cantik dan wangi kalau udah mandi." Mama menyambutku lagi saat aku keluar dari kamar.
"Wah, tumben menunya banyak, Ma?" Bang Zein baru datang. Lah darimana dia?
"Bang, darimana sih? Kok gak jemput aku? Kemarin kan janji mau nganterin aku beli kebutuhan buat besok kemping?" Aku manyun.
Bang Zein terlihat melirik sekilas pada Pak Indra yang asyik makan.
"Lah, kan sekarang udah ada yang gantiin."
Pak Indra mengangkat wajahnya lalu tersenyum, "Mungkin Caca kangen sama abangnya."
"Dih, ogah! Mana ada kangen? Pokoknya anterin aku sekarang!" Aku gak terima.
"Emoh! Ada Indra yang gantiin. Ntar aku jadi nonton orang pacaran!" Bang Zein cengengesan.
"Bang Zein! Aku gak pacaran!"
"Alah, jangan malu-malu! Haha, bukannya selama ini kepengen dapat izin pacaran dari Bang Fatih?" Bang Zein makin meledekku.
Mukaku langsung merah. Malu, a***y!
"Bang Zein! Awas ya kalau punya pacar ntar aku kasih foto Bang Zein pas lagi ngorok!"
"Hei, jangan berantem di depan makanan. Aduh, maaf ya Indra, mohon dimaklumi." Mama tersenyum kaku. Waduh, yakin deh habis ini aku bakalan kena ceramah lagi.
"Tak apa, Ma. Namanya juga kakak adik. Kamu jangan khawatir, Ca. Saya akan antar kamu belanja hari ini." Pak Indra malah tersenyum.
"Aduh, manisnya. Makasih ya Indra!" Mama tersenyum senang.
Beneran nih orang mau nganterin aku? Dari gayanya sih kayak mau traktir belanja juga. Kalau dipikir-pikir, lumayan lah, haha!
Dan aku tetap diantar Pak Indra. Mana pake motor ginian lagi. Alhasil aku duduk mepet lagi ke depan.
Motor Pak Indra berhenti di depan sebuah mall.
"Ca, kamu belanja ya? Saya ada janji. Nanti kalau udah beres telpon aja. Dan kamu tunggu di parkiran."
Aku melongo. Lah, jadi dia tadi baik di depan Mama cuma akting doang? Setannya lagi, tak lama setelah dia ngomong gitu, datanglah demit kedua yang bikin mode macanku makin menjadi.
Ya, sosok wanita cantik dan seksi.
"Hai, Dra? Udah lama?" tanya wanita itu.
"Baru saja. Ayo!"
Keduanya pergi tanpa melihat ke arahku sedikit pun. a***y! Aku kira beneran mau diantar kayak pasangan normal lainnya.
Boro-boro ditraktir, ditemani juga kagak! Kurang asem!