Bab 11. Hukuman Dari Igor

1223 Words
“Pertama, aku tidak tahu bagaimana kamu bisa tidak terbangun. Aku hanya berusaha tidak membuat suara sekecil apapun. Lalu kedua….” Jennifer menggantung kalimatnya sejenak. “Pintu kamar itu tidak terkunci sama sekali, jadi aku bisa keluar begitu saja.” Igor menyipitkan mata. “Tapi bagaimana caramu menghindari anak buahku yang berjaga di luar?” “Ya, aku keluar seperti biasa. Seperti pengunjung bar yang lain, keluar dan memanggil taksi lalu pergi.” Jennifer menjawab lugas. “Tidak mungkin.” Igor mendesis tak percaya. “Kenapa tidak mungkin? Memang saat aku keluar banyak pengunjung bar yang baru pulang kok.” “Aku sudah memeriksa kamera CCTV di pintu keluar bar dan aku tidak menemukanmu keluar dari sana, Jen. Jangan membohongiku!” Igor menunduk, menggigit dan menghisap pelan leher Jennifer, membuat sebuah bekas memar kebiruan di sana. “Argh…!” Jennifer mengerang, menggeliat, namun tubuhnya sama sekali tak bisa bergerak karena tubuh Igor menindihnya dan kedua pergelangan tangannya dicengkram kuat oleh pria itu. “Katakan, Jennifer. Bagaimana kamu bisa tidak terdeteksi CCTV?” “Aku tidak tahu, oke? Aku benar-benar hanya keluar seperti biasa. Mungkin kamu kurang teliti saja.” Igor tak menjawab. Tuduhan Jennifer memang mungkin saja benar mengingat kamera CCTV di pintu keluar bar hanya bisa menangkap punggung pengunjung yang keluar. Kecuali pengunjung itu berbalik, maka wajahnya bisa tertangkap jelas. “Oke, pertanyaan kedua.” Igor menggeser tubuhnya sedikit, memerangkap tubuh Jennifer di bawahnya. “Senjata apa saja yang bisa kamu gunakan dan bagaimana kamu mempelajarinya?” “What?!” Jennifer membelalak begitu mendengar pertanyaan Igor yang terkesan menuduh. “Aku tidak bisa menggunakan senjata apapun.” Sebelah alis Igor terangkat dan tanpa banyak bicara ia menunduk lagi, membuat sebuah hickey di kulit mulus Jennifer. Jennifer membelalak dan mengerang pelan. “Berhenti, Igor!” “Aku tidak akan berhenti sebelum kamu menjawab jujur,” balas Igor sambil terus menghujani leher dan pundak Jennifer dengan ciuman, hisapan, dan gigitan lembut. Meninggalkan banyak sekali bekas kemerahan, kebiruan, hingga keunguan di sana. Jennifer terus mengerang dan menggeliat, berusaha membebaskan diri namun jelas gagal. Di samping itu, usahanya terus melemah karena dirinya mulai terangsang. “Laki-laki sialan!” umpatnya dalam hati saat menyadari dirinya mudah sekali terpengaruh sentuhan Igor. Merasakan tubuh Jennifer bergetar pelan menahan gairah, Igor menyeringai senang. “Katakan, Jen, apa lagi yang kamu sembunyikan dariku?” bisiknya sebelum menempelkan bibirnya pada kulit polos sang wanita sekali lagi. Menyusuri setiap lekuk dan kontur tubuh indah itu dengan bibirnya, karena kedua tangan Igor sibuk mengunci pergelangan tangan Jennifer agar wanita itu tak bisa melepaskan diri. “Tidak ada yang aku sembunyikan.” Kalimat Jennifer keluar bersama desahan. Sekali lagi, ia mengumpat dalam hati. Igor benar-benar berbahaya untuknya. “Dasar pembohong!” geramnya kesal sambil membuat sebuah tanda kemerahan besar di bahu Jennifer. “Argh… sakit, Igor!” Jennifer berteriak, kepalanya sampai terangkat dari bantal sebagai respons dari rasa sakit yang tiba-tiba di pundaknya. Igor memundurkan kepalanya, menatap puas tanda kemerahan yang begitu kontras dengan kulit Jennifer. “Itu hukuman karena kamu tidak mau jujur.” Jennifer menggeram pelan. “Oke, oke, kamu mau tahu senjata apa saja yang bisa aku gunakan kan?” “Ah, akhirnya kamu menyerah? Aku pikir kamu tidak akan menyerah sampai aku menandai seluruh tubuhmu,” sindir Igor sarkas. Jennifer memutar bola matanya malas. “Jadi kamu mau tahu atau tidak?” “Tentu saja, Dok. Jawab secara jujur dan detail.” “Aku tidak akan menjawab dengan kata-kata,” ucap Jennifer dengan wajah serius. Igor mengangkat sebelah alisnya, penasaran. “Lalu?” “Aku akan menunjukkannya padamu. Kamu pasti punya ruang latihan di gedung besar ini kan? Aku akan menunjukkan padamu senjata apa saja yang bisa aku gunakan. Dan kamu bisa menilai apakah aku benar-benar bisa menggunakannya atau aku hanya sekedar tahu cara menggunakannya.” *** “Mereka berhasil membobol keamanan dari rooftop, Bos.” Mikhail memberi laporan. Igor yang tadinya sedang memeriksa kemajuan produksi di pabriknya segera mendongak. “Aku bisa mengerti itu. Lalu?” “Mereka membobol jendela kaca di sayap kiri lantai sembilan. Sepertinya mereka menggunakan tali pengaman dari rooftop.” Igor mengernyit. “Tapi itu kaca anti peluru, Mikhail.” “Benar. Mereka menghancurkannya menggunakan pelontar granat.” Igor menegang seketika. “Mereka nekat sekali,” gumamnya. “Sepertinya mereka benar-benar menginginkan prototype itu, Igor.” Mikhail duduk di sofa, masih menghadap Igor. “Kamu sudah menginterogasi anak buah Viper yang kita tahan? Dari mana mereka mendapat informasi soal senjata baru yang kita kembangkan?” “Sudah. Mereka tidak yakin dari mana. Tapi yang pasti, sebelum rencana menyerang kita terlontar, mereka bilang Anatoli dan pimpinan Bratva sering bertukar pesan.” Rahang Igor mengetat seketika. Lantas ia tertawa pelan. “Rupanya musuh bersekongkol dengan musuh, eh?” Mikhail mengangguk. “Sepertinya begitu. Jadi bukan tidak mungkin bahwa alat berat dan orang-orang yang mereka kirimkan ke luar perbatasan wilayah kita sebenarnya adalah bantuan dari Bratva.” Igor mengangguk setuju. “Kita harus lebih waspada, Mikhail. Tingkatkan sistem keamanan dan persiapkan semua orang-orang kita untuk berperang. Status siaga satu. Kita tidak tahu kapan Bratva dan Viper akan menyerang. Terlebih setelah Leonid terbunuh, mereka pasti sedang menyusun rencana balas dendam.” “Ah, benar. Kamu sudah menginterogasi dokter itu, Igor? Bagaimana dia bisa membunuh Leonid malam itu?” Igor mengangguk, kembali ke tabletnya. “Lalu bagaimana hasilnya?” “Kami akan latihan menembak malam ini.” Mikhail mencondongkan tubuhnya, tertarik. “Kenapa tiba-tiba latihan menembak?” “Dia bilang dia mau menunjukkan apa saja yang bisa dia lakukan. Dan aku memintanya untuk memulai dengan senjata yang paling umum, pistol,” jelas Igor datar. “Aku yakin dokter cantik itu menyembunyikan sesuatu, Igor. Dan aku yakin itu sesuatu yang besar. Karena dia berhasil menutupinya dari radar kita.” Igor tak menjawab dan terus melanjutkan mengecek laporan. Namun dalam hati, ia mengiyakan. Rasa penasarannya pada Jennifer semakin meluap. Membuatnya tanpa sadar memperhatikan wanita itu hingga ke detail terkecil. Mikhail sudah hampir berpamitan saat melihat Igor kembali sibuk bekerja. Namun tablet di tangannya berkedip. Ia segera mengutak-atik tablet itu. Dan seketika, kedua matanya membulat. “Igor,” panggilnya dengan suara sedikit tercekat. Waspada dan antusias bercampur menjadi satu. “Ada apa?” balas Igor acuh tak acuh. “Kamu ingat kalau Bratva punya putri mahkota kan?” Kini Mikhail tak segan-segan menunjukkan antusiasmenya. Igor mendongak, tertarik dengan topik itu. “Ya, kenapa? Sepertinya Sergei belum pernah menunjukkan batang hidung putri kesayangannya itu ke publik, ya?” Sergei adalah pimpinan tertinggi The Bratva. Sergei Ivankov. “Benar. Dan kita akan segera melihat wajah cantik yang dia sembunyikan itu, Igor.” Mikhail memutar tabletnya, menunjukkan sebuah surel yang baru saja masuk. “Tahun ini dia berusia 20 tahun dan kita mendapat undangan untuk menghadiri perayaan ulang tahunnya.” Meski selalu bersitegang, Bratva dan Onyx selalu saling mengundang satu sama lain setiap mereka mengadakan acara besar. Awal tahun ini The Onyx pun mengundang Bratva pada perayaan ulang tahun Igor. Wajah Igor tampak mengeras. Meski terkesan sederhana, undangan seperti ini sebenarnya sangat berbahaya. Apa saja bisa terjadi saat ia mendatangi wilayah musuh. “Persiapkan sepuluh pengawal dan tingkatkan keamanan di sekitar markas saat aku pergi,” perintah Igor tegas. Mikhail mengangguk, segera mencatat perintah sahabat sekaligus bosnya itu. “Kamu akan pergi sendiri, Igor?” Igor terdiam sesaat, lalu menggeleng. “Tidak. Aku akan mengajak Jennifer.” Sebuah seringai tipis muncul di bibirnya setelah kalimat itu terlontar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD