3 | Problematik

1411 Words
Suka Maju bisa dikata sudah tercemar, I mean bahasa yang lekoh di daerah itu kini tak lagi. Soalnya banyak pendatang dan banyak yang pergi meninggalkan Suka Maju, jadi tutur bahasa orang-orang di situ hanya segelintir yang masih medok jawaan. Bahkan bapak kepala desanya saja lebih sering menggunakan bahasa nasional daripada daerah, paling saat acara tertentu saja. Tergerus perkembangan zaman. Dan lagi, anak-anakan Bapak Ningrat kebanyakan sekolah di luar kota, bakan ada yang sampai tembus luar negeri. Ilmu yang mereka dapat dari luar itu ditanamkan di desa, dengan tekun sampai berhasil pada bidang pilihan masing-masing. Lantas, waktu membawa Suka Maju menjadi desa paling sugih sekecamatan. Meski kekayaan itu bukan milik desa, melainkan milik per seorangan. Dan, yeah ... karena itu pula warga banyak yang pro kepada anak-anakan Bapak Ningrat untuk menjadi kepala desa. Sekali pun mereka justru tidak begitu fasih dengan bahasa daerah yang harusnya melekat dalam jiwa. Dari segi panggilan saja, bukannya mas malah abang. Tapi dengar-dengar, itu karena kesepakatan mereka bahwa sebutan mas khusus untuk istri ke suami saja. Biar ada bedanya gitu, lho. Dan kalian tahu? Bapak Ningrat menjadi penutup generasi lama, di mana pada zaman itu belum ada yang namanya KB (Keluarga Berencana), jadi anak beliau pun sampai selusin. Sekarang sudah mulai menerapkan dua anak lebih baik, kalau lebih dari dua berarti mampu. Di Suka Maju. Yang mana saat itu, desas-desus tentang bapak kepala desa mereka mau menikah mulai santer dari ujung ke ujung dibicarakan. Epic-nya, calon bini pak kades adalah Anindea. Mantan kembang desa di sana yang sudah pindah ke kota sejak papanya menikah lagi. Namun, yang membuat gempar bukan soal siapa Anin bagi desa ini, melainkan siapa Anin bagi bapak kades. "Bukannya calon ipar, ya? Kok, iso dadi calon bojo?" Bisik-bisik saja. "Oh, apa karena kecelakaan?" "Hush! Kalau nggak bener, jatuhnya fitnah, Mpok." "Tapi, kok, iso, yo? Dhek wingi Anin nginep ing omahe Pak Seril, toh?" Di tukang sayur, sambil pilih-pilih belanjaan mereka bergunjing. "Ah, tapi kata suami saya, pak lurah ngeronda, Mpok, sampai subuh. Makanya ngeronda, kan, karena Anin nginap. Dan Anin itu sobat deketnya Citra. Cuma memang agak plot twist ini, kok, tiba-tiba banget denger kabar Pak Seril mau nikah. Ngepasinnya sama Anin pula." "Ya, kalo Aninnya bukan calon istri Nang Jayyan, sih, okelah. Tapi, kan, ini?" "Emang dapat kabar dari mana Pak Seril mau nikah sama Anin, Mpok?" Mereka semua lalu saling lempar tatapan. "Nanging kabar iki wis nyebar, Nduk." Yang lain manggut-manggut. "Dari mulut ke mulut. Kurang tahu, sih, siapa yang mulai. Tapi emang udah santer." "Jayyan, Nduk! Status di media sosialnya itu, lho. Jayyan, kan, selebgram. Anakku nge-fans puol karo de'e." "Oh, iya, iya. Yang katanya nggak nyangka ditikung sama abang sendiri itu, ya?" *** Sekarang Anin sudah pulang ke tempatnya, di kota. Perjalanan dari Suka Maju ke wilayahnya menghabiskan satu jam lebih, dan Anin bersama Seril. Dia membawa kepala desa Suka Maju ke rumah orang tuanya. Letak Suka Maju memang di wilayah perbatasan, dekat ke kota luar, tetapi agak jauh dari 'kota' kabupatennya sendiri. Sekarang sudah sampai. Anin lekas membuka sabuk pengaman, dia pun mengucapkan, "Makasih, Bang. Hati-hati di jalan." Seril baru mau buka pintu, mampir dulu. Tapi ucapan Anin membuatnya urung, memilih mengangguk, lalu pergi tanpa menyempatkan diri untuk turun dulu. Ya, apalagi Anin sampai sudah dadah-dadah di luar. Kini, Anin sendiri. Menatap kepergian mobil mantan calon kakak iparnya. Yang Anin tarik napas dalam-dalam, lalu embuskan. Berbaliklah dia, jalan memasuki rumah, dan di sana—plak! Kaget, dong, Anin. Baru juga masuk dan melihat Mama Tika, hendak melewatinya, ini pipi malah ditampar. Why? "Bikin malu!" katanya. "Kalau gagal nikah, ya, gagal aja. Nggak usah bikin orang sekompleks membicarakan kita!" Oh ... itu. "Bicara apa emang mereka? Bicara tentang aku yang gagal nikah karena ponakan Mama hamil hasil gatel sama calon suami sepupunya atau ... diungkit soal Mama yang dapetin papa Anin dulu? Kalau nggak salah, caranya emang sama, sih. Hamil dul—" Sial. Anin kurang gesit, pipinya kena tampar lagi. Demikian, dia mendorong tubuh Mama Tika sampai terjatuh. Dada Anin kembang-kempis. Ditatapnya Mama Tika yang demi Allah, nggak sudi sebut mama. Tapi papa yang membuatnya harus melisankan itu. "Keluarga ini emang menjijikkan, mainnya ngobral selangkangann." Pelan dan rendah desisan yang Anin ucap, lalu dia beranjak. Masuk kamar dan tutup pintu dengan brutal sampai keluar bunyi 'brak'. Kenapa dia harus kenal dengan keluarga seberbisa Mama Tika? Bahkan Viska, yang pertama kali membuat Anin merasa hanya Mama Tika yang bermasalah, lainnya tidak. Eh, kok, sama saja? Dan si gendeng Jayyan tergoda, padahal kalau bertahan sedikit, sebentar lagi .... Anin menghela napas panjangnya, lalu dia embuskan keras-keras berharap rasa sakit yang bercokol di hati ikut longsor. Dia lalu menatap foto bucin dirinya dengan adik Bang Seril. Sejak hari di mana Jayyan ngajak putus, Anin baru masuk ke kamar ini lagi. Jadi, kamar yang Anin dekor dengan tema bucin itu kini terasa membebaninya. Dia mendesis. Kesal, marah, kecewa, sakit, dan merasa bodoh. Ingin rasanya kabur ke dunia isekai dan menjadi Putri Diana yang dicintai Papa Claude bahkan setelah beda dimensi. Soalnya di sini, si cecunguk Jayyan yang sedimensi dengan Anin, kok, nggak bisa menjaga kesetiaan barang disuruh sabar dua bulan kurang? Berdecaklah bibir Anin. Dia kemas semua barang yang ada kaitannya dengan Jayyan untuk nanti diubah wujud menjadi abu, lalu memindahkan foto, video, dan sebangsanya ke recycle bin. Agak kaget saat ternyata bukan cuma ratusan, tetapi ribuan ... tentang Jayyan sebanyak itu di memori laptop Anin. Pantas saja penuh! Di ponselnya juga sama. Ck! Hasil bertahun-tahun pacaran dan yang terbaru adalah momen-momen menuju pelaminan. Sial. Jayyan sialan! Pria paling romantis, paling manis, dan pernah sangat meratukannya ... menjadi sosok yang paling mengiris-iris hati hingga menghentikan detak indah di jantungnya. *** "Kak, gimana?" Viska sedang fitting gaun pengantin. Jayyan mengacungkan jempol. "Pas." "Cantik?" "Selalu." Viska tersipu. "Oke, deh. Ambil yang ini aja." Pernikahan sudah dekat. Undangan juga sudah disebar. Pokoknya Viska mau undang teman-teman sekolah. Mereka pasti kaget, sosok idola di medsos yang digemari itu adalah suami Viska kelak. Peduli setan dengan netizen tidak budiman yang bersilaturahmi di akunnya, di mana mereka melontarkan komentar jahat. Kebanyakan adalah shipper Kak Jayyan dengan Kak Anin memang. Huh! Namanya tidak jodoh itu gimana, sih? Aneh. Kok, marahnya sama Viska? Kan, Tuhan yang atur tiap skenario makhluk-Nya. Iya, tidak? Viska sampai malas buka hape. Banjir komentar jahat soalnya. Dan setelah Kak Jayyan posting tentang 'ditikung abang sendiri', komentar jahat terhadap Viska mulai mereda. Mereka berbicara di akun Kak Jayyan saja. Malah sepertinya akun kepala desa Suka Maju yang didatangi hasil ketikan licin jempol netizen. Mereka bertanya-tanya ada hal besar apa sebetulnya hingga couple goals kecintaan mereka itu kandas. Pertama, isu soal Viska pelakor. Kedua, isu pak kades Suka Maju sebagai tukang tikung. Viska heran. Kenapa tidak diambil kesimpulan 'tak jodoh' saja, sih? Takdir gitu, lho. Nggak mesti pakai alasan mengapa hubungan yang sudah terjalin lama, tampak mesra, lalu berakhir begitu saja, ya, kan? Namanya tidak jodoh, lalu Kak Anin ngejagain jodoh Viska dan Kak Jayyan menjaga jodoh abangnya. So simple, right? Kenapa harus dikuliti sampai mereka dapat sosok siapa yang salah, biar apa? Oh, biar ada objek untuk dihujat? Cih! "Kak, dedeknya nendang." Jayyan menoleh. "Nendang gimana? Punya kaki aja belum." "Tapi perutku berasa—mmh ... nggak enak." Sambil bekap mulut. Duh. Ingin muntah. Dan Jayyan segera menepikan mobilnya, lalu Viska turun, dia muntah di tepi jalan. *** "Bang, jawab! Maksudnya apa itu tiba-tiba?" Seril menatap si bungsu. "Kenapa, Cit? Harusnya kamu senang, lho, Abang udah nggak jomlo. Dengan temanmu pula." "Iya, oke. Harusnya begitu emang kalau caranya nggak ujug-ujug mau nikah. Kan, mestinya pedekate dulu. Ada proses bikin Anin move on dulu dari Bang Jayyan, bukan malah langsung kumpul keluarga terus bilang mau nikah! Apa nggak 'sus'?" Citra yang merasa terbebani. Serius! Masalahnya ini seperti dibuat-buat, seperti bukan hubungan yang dijalin karena ada proses cinlok dulu. Citra pun mempromosikan Bang Seril kepada Anin malam itu setidaknya buat dipertimbangkan, bukan langsung jeblug mau dinikahkan. "Abang ...." "Pacaran dulu, kok," tanggap Seril. Dia melepas kacamata bacanya. Menyerahkan berkas ke Citra. "Nggak langsung nikah, tapi niat ke arah sana sudah ada. Kalau begini kamu bisa tenang, kan? Nah ... sudah, gih, balik ke mejamu." Citra masih geming, menatap bapak kepala desa. Matanya memicing. "Cit, silakan." Menunjuk sopan arah pintu keluar. So, dia lengser sambil berdecak dan kaki mengentak. Sementara itu, Seril meraih ponselnya. Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian Anin dikenalkan sebagai calon istrinya kepada para abang, juga kepada .... Prita: [Sayang, ih. Kapan ketemuin aku sama cewek itunya?] ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD