“Nanay sepertimu. Dia putri Papah dan Mamah. Dia seusia Chen!” Penjelasan Rafael pagi tadi, terus menggema di ingatan Xinxin. Penjelasan yang juga masih belum bisa Xinxin terima, apalagi pagi tadi, Rafael melarang tegas Xinxin untuk tidak membahas Nanay lagi karena mereka harus fokus sarapan. Semuanya akan dibahas nanti malam, setelah Rafael pulang. Dan mau tidak mau, Xinxin harus bersabar daripada ia kembali mendapatkan sanksi atau malah perlakuan lebih tegas dari papahnya. Kini, di sekolahnya, dengan pelipis yang masih dihiasi perban, Xinxin sungguh sulit berkonsentrasi. Bahkan meski di depan papan tulis sana, seorang pria bertubuh jangkung telah meledak-ledak dalam menjelaskan sejarah Indonesia. Xinxin memutuskan untuk menoleh ke belakangnya. Tepat di belakangnya, Chen yang masih memil