Bab 6. Dimarahi Ortu

1546 Words
"Ibu tenang saja, Nadine tidak akan kenapa-kenapa. Saya ... saya terpaksa meminta bantuan Nadine," kata Niko berusaha menjelaskan pada ibu Nadine. Ibu Nadine menoleh cemas ke ruang makan. Baru kali ini dibuat cemas oleh Nadine. Apalagi mereka belum begitu kenal dengan Niko, baru juga diajak tinggal di sana dan semalam Nadine tak ada di pondok. "Bener, ya! Jangan sampai Bapak apa-apain putri saya. Nadine itu satu-satunya putri kami!" ujar Prapti yang sebenarnya sangat marah. Akan tetapi, ia juga menyadari bahwa Niko adalah dewa penolong mereka. Jika tak ada Niko, entah mereka bertiga akan tinggal di mana. "Ya, saya janji, Bu. Lagipula itu cuma pura-pura," kata Niko. Prapti mendengkus. Ia sama sekali tidak menyukai ini. "Bukannya Bapak ayahnya Charlie, pasti Bapak tahu kalau Nadine itu pacarnya Charlie." "Nadine udah putus." Prapti ternganga. Apakah karena itu Nadine tak bisa lagi tinggal di kafe? Ia semakin mencemaskan putri semata wayangnya. "Maaf, saya harus kembali ke ruang makan. Nanti saya bicara sama Pak Jono juga. Sekali lagi, saya minta maaf, Bu," kata Niko tersenyum. Prapti membuang napas panjang. Ia tak bisa berkomentar apa-apa karena ia sangat terkejut. Akhirnya, ia memutuskan untuk ke dapur dan mengelap kompor, padahal sebenarnya itu tak perlu. "Kenapa, Mbak? Kok diajak ngobrol sama Tuan Niko?" tanya Tika, salah satu pelayan di sana. "Nggak apa-apa. Ngomong-ngomong, Mbak udah lama kerja di sini?" tanya Prapti. "Ya, udah lama banget. Mau sepuluh tahun kayaknya," jawab Tika. Prapti membulatkan bibirnya. "Ehm, jadi Mbak udah kenal bangetlah, ya, sama Pak Niko?" "Kira-kira begitu, Mbak." "Gimana orangnya? Baik?" "Baik banget, Mbak. Tuan Niko sangat dermawan, makanya kekayaannya nggak habis-habis. Beliau suka sedekah sama orang kecil dan orangnya juga gitu, lembut. Nggak aneh-aneh," jawab Tika. Prapti kembali membulatkan bibirnya. Ia tidak meragukan itu. Kekayaan Niko memang terlihat. Dan semalam, Niko bahkan langsung memberinya tempat tinggal tanpa berpikir dua kali. "Apa selama ini beliau punya pacar atau dekat sama wanita?" tanya Prapti dengan d**a berdebar. Tika langsung menggeleng. "Kalau itu sih, nggak. Nggak pernah. Baru kali ini beliau bawa pacarnya tidur di sini. Kami aja kaget." "Tidur ... di sini?" Prapti semakin membelalak. Tika mengangguk. "Cewek cantik itu ... keluar dari kamar Tuan." Prapti menutup bibirnya. Ia benar-benar perlu memarahi Nadine setelah ini. Ia tak bertanya lagi karena dadanya sudah dihantam oleh detak jantungnya sendiri. Ia menyipitkan matanya untuk melihat apa yang terjadi di meja makan, tetapi ia tak bisa mendengar apa pun. *** Sementara itu, Niko baru saja kembali duduk. Ia tersenyum pada Nadine yang juga sekacau ibunya. Jika ia membawa ponselnya, ia bisa memberitahu ibunya sejak semalam. Akan tetapi, mereka malah bertemu di situasi yang sungguh canggung. "Ajak Nadine ke pesta minggu depan," kata Morgan. Niko mengangkat dagunya sementara Nadine berhenti makan. "Pesta Brilliant Company?" Morgan mengangguk. "Kamu harus memperkenalkan Nadine pada semua orang. Sudah lama banget orang-orang nunggu kamu muncul dengan pasangan kamu. Kalau kamu serius sama Nadine, kamu harus ajak dia ke sana." Niko langsung dirundung kegalauan. Ia ingin datang sendiri, seperti biasa tanpa terlibat dengan wanita. Seandainya bisa. Sementara itu, Nadine mendadak kepikiran dengan nama perusahaan yang disebutkan oleh Morgan. "Brilliant Company? Bukannya itu perusahaan konstruksi terbesar di sini?" Morgan tersenyum. Niko menatap Nadine penuh tanya. "Kamu tahu, ternyata," komentar Morgan. "Ya, cukup tahu, Om. Kapan pestanya?" "Masih semingguan lagi, kamu harus datang dengan Niko. Paham?" Nadine melempar tatap pada Niko yang hanya mengangguk tipis. Sebenarnya, sampai di mana nantinya sandiwara mereka? Nadine tak tahu. "Sekalian aja, tentukan tanggal pernikahan kalian berdua," ujar Morgan. Niko mendengkus keras. Ia menggeleng pada ayahnya. "Kami baru mulai pacaran, Papa nggak usah buru-buru." "Udah Papa bilang, Papa ini udah tua. Papa mau lihat kamu menikah dan punya anak-anak yang lucu. Papa mau menikmati masa tua Papa dengan bermain sama cucu-cucu Papa," kata Morgan. Nadine seketika panas dingin. Tidak! Tidak! Ia tak akan menikah dengan Niko. Perjanjian mereka hanya untuk pura-pura pacaran. "Kamu nggak kasihan sama Papa, Nik?" tanya Morgan. Ia memasang tampang memelas yang membuat Niko tertohok seperti biasa. "Nggak masalah kalau Nadine hanya gadis dari keluarga biasa, kalau kamu bahagia, Papa nggak masalah." "Pa, serius. Ini tuh ... ini bukan hal yang bisa dibahas secepat ini," kata Niko. Ia menyenggol lengan Nadine dengan sikunya. "Iya, kan, Honey?" "I-iya, Om!" Nadine menjawab gagap. Niko tersenyum. "Nadine masih muda, dia belum mau nikah. Aku juga." "Kalau nggak mau nikah, ya, nggak usah pacaran. Putus aja, Papa mau kamu punya pasangan yang siap menikah," sahut Morgan dengan nada mengintimidasi. Nadine dan Niko berpandangan. Nadine menggeleng kecil, matanya juga seperti hendak menerangkan bahwa ia sama sekali tidak mau menikah. "Panggil orang tua kamu ke sini, Nak," ujar Morgan. Kali ini pada Nadine, ditambah tatapan yang tajam. "Hah?" Nadine ternganga. Orang tuanya memang ada di sini. Namun, ia tak mau mereka dihina jika ayah Niko tahu ayahnya hanya sopir dan ibunya seorang pelayan. "Kamu udah tinggal di rumah pria dewasa, pria kaya-raya! Orang tua kamu pasti bertanya-tanya kalau kamu nggak segera dinikahi. Jadi, segera bawa orang tua kamu ke sini, nanti kita bahas bareng-bareng. Om yakin mereka juga mau kamu dinikahi oleh Niko," kata Morgan. "Papa jangan maksa-maksa Nadine kayak gitu. Aku yang urus semua ini. Masalah pernikahan, kita bahas abis party Brilliant Company, paham?" Niko hanya berniat untuk menunda obrolan serius ini. Ia akan memikirkan cara lain. Mungkin nanti ia bisa pura-pura putus dengan Nadine. Morgan menatap putranya dengan ekspresi kecewa, tetapi karena ini pertama kalinya Niko membawa seorang gadis ke rumah, ia tak ingin terlalu mendesak. Baginya ini sudah merupakan kemajuan yang besar. "Ya udah, nggak apa-apa. Nadine bakalan tinggal di sini sampai pesta itu, kan?" Morgan tersenyum penuh makna pada Nadine. Ya, tentu saja Nadine akan tinggal di sini. Ia tak memiliki tempat tinggal yang lain. Akan tetapi, ia juga mengerti maksud ayah Niko. Ia diharapkan untuk tetap tinggal di sini. Di rumah Niko dan tidur di kamar Niko. "Nadine tinggal di sini, tenang aja, Pa." Niko yang menyahut karena Nadine hanya terdiam. Ia mencoba tersenyum pada Nadine, ia harap semuanya akan berjalan mulus. "Oke kalau gitu, nanti malam kita makan malam bareng lagi. Besok juga, biar Papa ajak Sabrina ke sini," ujar Morgan diikuti tawa penuh kegembiraan. Niko membuang napas panjang. Ia merasa bersalah sekali pada Nadine, tetapi terlambat sudah untuk mundur. Ia akan membujuk Nadine agar mau melanjutkan peran mereka. Usai makan, Morgan langsung pergi dari rumah itu. Niko dan Nadine duduk berdua di ruang makan dengan sangat canggung. "Maaf, tapi kamu tenang aja. Urusan Papa, biar aku yang menangani," kata Niko. Nadine membuang napas panjang. "Kita nggak perlu nikah, kan? Dan ... kita nggak perlu tiap hari tidur di kamar yang sama, kan?" "Aku nggak akan menyentuh kamu walaupun kita tidur sekamar," kata Niko. Nadine ingin protes, tetapi Niko baru saja memutar pergelangan tangannya untuk melihat jam. "Om mau pergi?" "Ya, aku harus ke kantor. Kamu ... nanti saya belikan kamu pakaian baru dan semua yang kamu perlukan. Bisa kamu tuliskan nomor ponsel kamu?" Niko menyodorkan ponselnya pada Nadine. Nadine mengetik di sana dengan cepat. "Itu." "Oke. Tadi aku udah bicara dengan ibu kamu. Beliau marah, tapi ... kamu bisa yakinkan ibu kamu kalau saya nggak ada niat buruk sama kamu, kan?" tanya Niko. Nadine memukul keningnya dengan kepalan tangan. Ia lantas menjulurkan lehernya untuk melihat ibunya yang berdiri di balik konter dapur—dengan tatapan tajam ke arahnya. "Ya, nanti aku bicara sama Mama," kata Nadine lemah. Niko mengangguk. "Aku pergi dulu." Rasanya aneh bagi Niko untuk berpamitan dengan Nadine. Selama ini tak pernah meninggalkan siapa-siapa di rumah. Dan sekarang, ia mendadak resah harus pergi ke kantor. Akankah Nadine baik-baik saja di rumah? Setelah Niko pergi, Nadine tak tahu harus berbuat apa. Akan tetapi, ia memutuskan untuk ke pondoknya. Ia keluar lewat pintu belakang dan diikuti oleh Prapti. "Nadine! Kamu tahu apa yang kamu lakukan?" tanya wanita yang telah melahirkannya 23 tahun lalu itu. Nadine menoleh. Ia menangkupkan kedua tangannya di depan dagunya. "Maaf, Ma. Aaah! Aaah! Mama!" Nadine merasa telinganya begitu panas karena dijewer oleh sang ibu lalu ditarik ke arah pondok. Ketika itu, Jono sedang bersiap untuk mengantarkan Niko ke kantor. Pria itu berlari kembali ke pondok. "Ada apa ini? Mama! Nadine ... kamu apain?" tanya Jono. "Papa tahu ke mana Nadine tadi malam? Hah?" Prapti membuka pintu pondok, mendorong putrinya masuk diikuti sang suami. Nadine mencebik. Ia mengusap-usap telinganya yang merah padam. "Papa nggak tahu, tapi Pak Niko semalam kirim chat kalau beliau butuh bantuan Nadine," kata Jono. Ia menatap putrinya yang mengenakan gaun mahal. "Kamu ... kamu ngapain?" Maaf, Pa, Ma!" Nadine kembali menangkupkan tangannya di depan dagu "Nadine dibayar buat jadi pacar pura-pura Pak Niko," kata Prapti pada suaminya. Ia menunjuk Nadine dengan kelima jari kanannya. "Dan Nadine mau. Menurut Papa, apa itu pantas?" Jono terkesiap sempurna. "Mama kamu nggak bohong?" "Mana mungkin Mama bohong! Tadi Nadine di dalam sana, Pa. Duduk sarapan sama papanya Pak Niko," kata Prapti ketus. "Aku tuh ... aku cuma bantuin dia." Nadine berusaha menjelaskan. "Dia udah kasih kita tempat tinggal dan ... pokoknya nggak ada maksud lain, Ma!" "Kamu beneran nggak diapa-apain sama dia? Kamu nggak diajak tidur sama dia, kan?" tanya Prapti dengan eskpresi penuh kecemasan. Jono tak kalah cemas. Ia merengkuh bahu putrinya lalu menatapnya dengan lebih jeli dari atas hingga bawah. "Nggak, Ma. Nggak, serius, Pa!" "Kalau dia berani macam-macam sama kamu, kamu harus minta dinikahi. Paham?" Prapti menatap lurus putrinya yang hanya bisa terbengong.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD