Tambah Sial! [2]

1249 Words
Privat Party. Dante sudah lama tidak melakukannya. Malam ini, karena pikiran yang menumpuk lalu ditambah pembicaraan dengan sang Papi, membuatnya pergi ke Étoile Noire. Kelab malam milik kenalannya yang memang selalu jadi tempat melepas penat, mencari hiburan bersama teman-temannya. Malam ini, Dante yang membayar semuanya. Sudah beberapa saat ia duduk, menikmati whisky pilihannya. Dua wanita yang duduk menemaninya, belum membuat Dante ingin mengajak salah satu atau keduanya pergi dari sana. Pandangannya menatap salah satu temannya yang tengah b******u dengan kekasihnya. Pemandangan biasa, bahkan yang lebih liar pun bukan hal aneh antara mereka yang berbagi kenakalan sejak lama. Mereka sekitar berempat, hanya Ibra dan satu teman lain yang absen datang hari ini. “Calon Maharaja Sadajiwa, setelah enam bulan kupikir tobat... tiba-tiba ngajak ngumpul dan traktir malam ini...” celetuknya, Omara... Nama salah satu temannya. Dia seorang pengacara, ayahnya pengacara yang terkenal baik karier maupun skandalnya dengan para perempuan-perempuan simpanannya. Arsenio, teman lainnya tertawa... “hanya ada dua kemungkinan yang buat Dante tobat...” “Apa?” saut Omara yang penasaran. “Jatuh cinta, atau menikah—“ “Itu tidak akan terjadi...” saut Dante segera. Ia menggelengkan kepalanya. Itu jelas bukan dua kemungkinan yang akan buatnya berhenti, melainkan dua hal yang akan ia hindari. Pernikahan depan matanya saja buruk, tidak ada kesan yang mendorongnya ingin melakukannya kecuali menjadi sumber lukanya. “Bukannya Nyonya Sadajiwa gencar mencarikanmu calon Pemaisuri?” tanya Omara lagi. Ibu mereka berteman, mengadakan perkumpulan sosialita atau arisan. Sudah pasti, mereka tahu kegiatan Hestia Femina yang sangat sibuk belakangan. “Biarkan saja apa yang mamiku lakukan, sampai ia menyerah sendiri... dan bisakah berhenti membahas tentang ini?” pintanya. Temannya tertawa, kemudian pilih berkelakar yang lain. Suasana ramai tercipta hingga pintu terbuka dan servis khusus masuk. Awalnya Dante tidak melirik ke arah lain, fokusnya hanya pada teman-temannya saja. Hingga ada dorongan lain membuatnya menoleh ke arah pintu lagi, mendapati seseorang yang tadi tidak terlalu ia perhatikan. Keningnya mengernyit, ia bahkan menegakkan duduknya untuk semakin memperjelas. “Reema...” gumamnya yakin. Namun, Reema melangkah mundur. Telalu panik, malu, kaget. Dante sangat ingat, perempuan itu mengajukan cuti. Tetapi, lihatlah... Perempuan itu ada di sana, dengan tampilan dan pakaian yang berbeda. Dante berdiri, fokusnya pada Remma hingga langkah sekretarisnya itu terlalu cepat. Menghindari Dante. Lalu terjadi... Ia menabrak pelayan yang baru saja membawa set menu VVIP, hidangan dengan plating artistik dan harga selangit. Braakkk! Suara piring dan gelas pecah menghebohkan seisi ruangan. Beberapa orang berdiri, termasuk Utari yang langsung menatap ke arahnya, sebagian hanya menonton dengan tatapan mengejek. Sedangkan pelaku, Reema hanya sempat mematung terkejut. “Re...” Utari mendekat, Dante memerhatikan... Reema membekap mulutnya dengan tangan yang mulai gemetar, berkeringat dingin... “Astaga, apa yang aku lakukan?!” Lalu langsung membungkuk dan coba melakukan sesuatu walau sama sekali ia tidak bisa mengubah kekacauan yang ditimbulkan. “Maafkan aku, Uta... a-aku tadi...” dia tidak bisa menjelaskan, sampai lupa jika alasannya terburu-buru menghindar karena pria yang setelah beberapa detik mematung, mulai mendekat. Bersamaan dengan Manajer kelab bertanggung jawab di sana segera datang terburu-buru, tatapannya panik. Reema semakin merasakan wajahnya pucat. “Saya—saya yang salah. Saya akan ganti rugi…” suaranya gemetar saat lebih dulu mengakui, sebelum Utari disalahkan. Tapi manajer segera menoleh ke Utari, “kamu bawa siapa ini? Dia bukan staf di sini!” Dante menggaris bawahi sesuatu, keterkejutan lain yang menyatakan ternyata Reema di sana bukan sebagai staf. Hingga beberapa saat kemudian, manajer kemudian meminta maaf dan meminta staf membereskan kekacauan. Lalu mengganti set menu yang tadi. Reema dan temannya sudah ikut ke ruang Manajer. “Dante, mau ke mana?” tanya Omara. Dante meminta teman-temannya tetap di sana, lanjut menikmati malam. Sedangkan ia tidak bisa menahan diri untuk mencari tahu yang terjadi pada Reema. Walau ada perasaan kesal, dapati Reema cuti tetapi malah menemukannya di sana. *** Reema hanya bisa tertunduk dengan kaki lemas di salah satu lorong, dekat pintu ruang manajer. Bahunya bergetar, air mata mengalir deras. Jemarinya berusaha membersihkan noda wine merah yang membasahi dress pinjaman Utari. Tapi tak bisa karena noda itu seperti menempel bersama rasa malu yang menusuk-nusuk. Utari masih di dalam, niat membantunya malah dia dapat masalah. “Harusnya aku dengarkan Utari, enggak memaksa!” gumamnya dengan penyesalan yang dalam. Air matanya terus jatuh, “aku—aku nggak nyangka banget Dante ada di sana...” gumamnya. Bukan lagi mengenai nasibnya yang ia pikirkan, tapi nasib sahabatnya juga ganti rugi yang dituntutkan padanya. Set menu yang berharga puluhan juta. Dia menyalahkan dirinya, yang malah merusak segalanya. Tidak lama ia mendongak, dapati sosok pria yang berjalan. Masih mengenakan setelan kasualnya yang terlihat mahal, tanpa ekspresi, tanpa suara. “Pak Dante...” cicitnya yang makin tersudut. Dante hanya menatap sekilas, kemudian mendekat dan mengatakan sesuatu “jangan coba kabur, urusanmu dengan saya baru dimulai setelah ini...” Reema menelan ludahnya susah payah, sampai tidak bisa mengatakan apa-apa selain menunduk. Dante segera melangkah masuk ke ruangan manajer, tanpa perlu repot mengetuk pintunya. Jangankan melarikan diri, Reema hanya ingin pingsan saja kali ini. Kemudian tidak lama Utari muncul. “Uta, aku...” “Anvaya Dante Sadajiwa, kamu mengenalnya?” Reema menghela napas dalam, nama itu disebutkan, “bukan hanya mengenal tapi dia alasan membuatku gugup, terkejut sampai tadi... terjadi! Pak Dante bosku, atasan yang selalu kuceritakan padamu...” Utari berdecak, “Aku tidak terpikirkan jika dia bosmu, Pak Anvaya kenal baik dengan pemilik Étoile Noire. Dia tamu istimewa... Member VVIP kami.” Reema memejamkan mata, “habislah aku!” Ia mendekat, meraih tangan sahabatnya “karena aku, mungkin kamu akan kehilangan pekerjaan... Uta, maafkan aku...” “Sudahlah, aku pasrah. Kejadian seperti itu enggak terduga. Kita tunggu saja keputusan manajerku setelah bicara dengan bosmu.” Mereka menunggu cukup lama, hingga Utari kembali dipanggil ke dalam. Reema kembali sendirian dan hanya bisa terus tertunduk sambil terisak. Tidak lama pintu kembali terbuka, ia mendongak berpikir Utari lagi. Baru mulutnya akan terbuka menanyakan putusan akhirnya, selain dengan jelas Reema harus ganti rugi.. “Pak Dante...” cicitnya nyaris tidak terdengar. Bosnya yang muncul. Dante tidak menjawab. Matanya lurus menatap Reema yang masih duduk dengan mata sembab, gaun murah, dan wajah pucat. Detik berikutnya, ia melangkah ke arah Reema. Lalu begitu saja meraih tangan sekretarisnya, sangat erat dan ditarik begitu saja. “Pak—! T-tunggu!” Reema terkejut, langkah dalam posisi limbung, tubuhnya nyaris terjatuh, tapi genggaman tangan Dante tidak melunak. Erat yang menekan. Langkahnya cepat, tegas, tanpa bicara sepatah kata pun. Reema harus setengah berlari menyamakan langkah, terseret oleh tenaga pria itu. Menuruni tangga. Orang-orang menoleh. Sebagian penjaga mengenali Dante sebagai salah satu klien penting. Tidak ada yang berani menghalangi, bahkan saat Dante melewati lorong utama dengan Reema di belakangnya. “Pak, teman saya masih di sana, saya perlu bicara meyakinkan Manajer kelab supaya Uta tidak disalahkan, apalagi sampai dipecat—“ “Dia tidak akan kehilangan pekerjaannya hanya karena tindakan bodohmu, Reema!” katanya seolah menjamin itu. Ya, tadi Dante memang bicara dengan manajer kelab. Melakukan beberapa hal, termasuk memastikan teman dari Reema itu tidak kena blacklist. Setelah staf bernama Utari itu menjelaskan maksudnya mengajak Reema berakhir di sana. Tatapan Dante memang jenis yang mengintimidasi, ditambah jika ia kesal dan Reema membuat kesalahan besar. "Sekarang, urusanmu sama saya... Hanya sama saya!" suaranya begitu membuat Reema menggigil sampai kian terpojok. Tertangkap basah, mungkinkah ia memang akan kehilangan pekerjaan yang ada? Dante kembali menarik tangannya, cekalan sangat erat yang pasti akan membekas di pergelangan tangannya. "Pa-Pak Dante mau ajak sa-saya ke mana?!" Tanya yang terbata-bata pun tidak Dante tanggapi selain terus menyeret Reema mengikutinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD