BAB.19

2242 Words
Aku suka Alfa, Na. Ucapan Alka tadi pagi di sekolah masih tergiang-giang di telingaku. Aku bukannya tidak mau menerima kenyataaan, hanya saja ini terlalu sulit untuk aku terima begitu saja. Alka menyukai Alfa selama ini dan aku bahkan tidak tahu kalau Alka, sahabatku memiliki perasaan khusus pada cowok BBF yang selama ini selalu dia cemo'oh. Benci dan cinta itu beda tipis, begitulah ungkapan banyak orang. Karena itulah kita tidak boleh mencintai ataupun membenci seseorang dengan berlebihan. Dua perasaan itu saling terkait dan bisa berubah arah dalam beberapa detik tanpa disadari. Mungkin Alka itu tipe tsundere, sebuah sikap dimana terkesan benci padahal menyukai. Ya, anggap saja Alka begitu. Kamu harus move on dari Alfa, Na. Inget! Alfa itu cuma cowok BBF! Kamu nggak boleh tertipu! Begitulah beberapa nasehat dan kata-kata yang selalu dicamkan Alka di telingaku setiap hari. Namun, kini dia malah menginginkan Alfa. Walaupun saat ini aku memang PDKT dengan sepupunya, mas Angga, bukan berarti aku harus jadian dengan mas Angga bukan? Aku tahu, aku tahu. Aku ini memang labil. Aku akui kalau aku telah sedikit menyukai mas Angga, tetapi bagaimana bisa aku menyerahkan hatiku pada seseorang yang bahkan masih ragu apakah hatinya berdebar untukku atau bukan? Ah, sungguh aku frustasi dengan keadaan ini. Aku ini setia lho, mas! Pernyataan konyol itu aku teriakkan tanpa berpikir dan pada akhirnya aku termakan ucapanku sendiri. Aku nyaris mengecewakannya saat kencan pertama kami. Walaupun pada akhirnya aku kembali, aku telah sedikit bermain api dengan pergi berdua dengan Alfa dan mengingkari janjiku untuk menunggunya. Namun mas Angga itu memang baik hati, dia memaafkanku. Padahal jika itu orang lain, kesalahan yang kulakukan mungkin tidak termaafkan. Alfa, mantan gebetan yang selama ini aku singkarkan dengan sebuah batasan janji. Sebuah janji yang kutulis dan k****a setiap kali hatiku goyah. Sebuah mantera ajaib yang mengharuskanku melawan perasaan baper yang selama ini aku rasakan. Disana, aku telah berjanji untuk tidak akan pernah jadian dengan Alfa. Selamanya. "Ina oon!!!" pekikku sambil menjambak-jambak ringan rambutku dan berguling-guling di kasur. "Aaa!!!!! Ngapain juga bikin janji kayak gitu huh? Dilema kan? Sampeg nasi jadi omelette juga kamu nggak bakalan bisa move on kalau gitu terus!!" gerutuku pada diriku sendiri. Aku berguling-guling lagi di kasur dengan menendang-nendang udara di sekitarku. Aku turun dengan melemaskan tubuhku seperti manusia karet dan terdiam di sudut tempat tidurku. "Ina, matilah kamuu! Alfa sekarang sudah bukan lagi nggak boleh dipacarin, tetapi nggak boleh ditaksir! Kamu berdosa jika melakukannya! Alfa itu udah target Alka, Ina. Sadar!!! Sadar!!!" omelku frustasi. Aku menghela napas panjang lalu berdiri dari dudukku. Aku pandang lekat boneka beruang dari mama yang duduk diam di kursi dekat meja belajarku, entah mengapa mendadak kesal. Aku kepalkan tanganku kuat-kuat. Aku ambil kuda-kuda bak seorang atlet pencak silat. Aku persiapkan kakiku dan.. Kreiiit.. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan aku yang sedang dalam pose petarung kelas teri hanya bisa membeku. "Ngapain, Na?" tanya mama heran. Aku hanya tersenyum malu lalu buru-buru menurunkan kakiku. "Pemanasan, Ma!" ucapku. "Heh?" Mama menautkan alisnya. "Ina mau ikut pencak silat lagi? Bukannya udah berhenti sejak SMP kelas 9?" tanya mama heran. "Ah, anu, ma," aku mulai menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal, bingung. "Ah!" seru mama sambil bertepuk tangan sekali. "Ina mau ikut lenturin tubuhnya lagi ya?" tebak mama ngawur. "Hah?" "Wah, Ina tahu aja kalau badannya sudah kaku dan nggak elastis lagi!" ucap mama antusias. Nggak elastis? Mama kira aku karet gelang? "Bukan gitu, Ma! Ina cuma lagi kesel!" kataku berterus terang. Mama mengerutkan keningnya sebentar lalu tersenyum. "Tenang saja, mama nggak akan bilang-bilang siapa-siapa kalau Ina malu karena badannya kaku!" kata mama bersungguh-sungguh. "Heh? Nggak, Ma. Ina ha-," "Udah, udah, ada tamu tuh!" kata mama. "Tamu? Jam segini?" tanyaku tidak percaya. Mama mengangguk. "Alka?" tanyaku mencoba menebak. Mama menggeleng. "Bukan, cowok kok!" sanggah mama. "Mas Angga?" tanyaku mencoba menebak lagi. Mama menggeleng sekali lagi. "Si cowok ganteng yang dulu sering kesini trus tiba-tiba lenyap itu lho!" jawab mama menjelaskan. "Al-alfa??!!" seruku setengah terkejut. Mama mengangguk. "Ah! Iya! Si jangkung dengan pipi cekung itu!" kata mama menimpali. "Ng-ngapain kesini, Ma?" tanyaku gugup. Mama mengangkat kedua bahunya. "Entah, bukankah seharusnya Ina yang lebih tahu?" sahut mama. Aku hanya nyengir kaku. "Ina juga nggak tahu, Ma!" "Kalau gitu temuin aja langsung orangnya. Udah nunggu daritadi tuh kasihan!" usul mama. "Oke," sahutku lalu keluar kamar. Mama berjalan di belakangku, mengikutiku dari belakang. Aku pun berbalik, mencegah secara dini keinginan mama untuk menguping. "Ma, masuk kamar! Dilarang nguping!" kataku tegas. Mama manyun. "Pelit!" dengus mama kesal. Aku hanya senyum sambil memberi isyarat tangan agar mama pergi. "Iya, iya, mama ke kamar!" kata mama lalu berbalik. Dua-tiga langkah si mama balik badan lagi sehingga aku buru-buru menahan mama. "Jangan nguping ah! Masuk kamar!" kataku. Mama sekali lagi hanya manyun, wanita paruh baya yang masih memiliki kulit kencang dan body aduhai itu memonyongkan bibirnya. "Pelit amat, Na!" dengus mama lagi. "Biarin! Masuk ah!" suruhku lagi. Akhirnya mama berjalan pergi dan aku menghela napas lega saat beliau telah masuk ke kamarnya. Aku masih diam sebentar, memastikan mama benar-benar masuk kamar. Setelah aku cukup yakin, aku pun mulai menemui Alfa yang sudah cukup lama menungguku di ruang tamu. "Fa," sapaku saat kulihat Alfa sedang memainkan jemarinya di ruang tamu, sepertinya dia bosan. "Ah, hai Na!" sapa Alfa saat melihatku datang. "Hai juga!" sahutku lalu duduk di sofa dekat Alfa. "Ada apa?" tanyaku. "Main," jawab Alfa. "Hah? Jam sembilan kamu ke rumahku cuma buat main?" tanyaku tidak percaya. Alfa mengangguk sambil nyengir. "Hehe, aku nggak ada kerjaan di rumah. Jadinya pengen kesini buat main!" kata Alfa menimpali. "Kamu masih waras?" tanyaku lagi. Alfa menggangguk. "Udah deh, mending pulang aja! Kamu udah nggak waras, pulang!" usirku. Alfa manyun. "Aku udah susah payah dateng kesini lho, Na. Masak udah nunggu lama, nggak dibuatin minum udah disuruh pulang gitu aja?" kata Alfa protes. "Bodo! Suruh sapa kesini buat sesuatu yang nggak penting!" sahutku rada sewot. "Kamu nyebelin!" kata Alfa ngambek. "Emang, makanya pulang sekarang!" usirku lagi. Alfa menghela napas panjang. "Aku kangen, Na!" kata Alfa pelan. "Hah?" "Aku kangen," kata Alfa lagi. "Sama aku?" tanyaku, entah kenapa mendadak hati senang kuadrat. "Nggak, sama jus jambu buatan pembantumu!" jawab Alfa. "Go home!! Right now!!!!" teriakku nyaring membuat Alfa langsung kabur. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat. "Dasar cowok BBF!" dengusku kesal lalu masuk kamar. Nggak ada gunanya dilema. Mending aku fokus ke mas Angga aja. Bodo amat si cowok BBF itu mau ngapain. Huft. *** Hari ini aku ada penilaian di jam pertama saat pelajaran olahraga. Materinya tentang permainan bola basket dan aku sama sekali tidak bisa bermain basket. Tidak hanya di basket, cabang olahraga manapun aku tidak menguasai. Yang bisa kulakukan hanyalah lari walaupun tidak akan secepat teman-temanku yang lain. Hari ini penilaiannya dibagi menjadi dua. Penilaian individu meliputi kemampuan dalam passing, catching, dribbling dan shooting. Sedangkan penilaian berkelompok ditentukan dengan pertandingan antar kelompok. Tentu saja kelompok cewek dan cowok dibedakan sehingga aku cukup yakin hari ini si Alfa akan pamer kemampuannya. Karena cowok BBF yang semalam membuatku naik darah itu, Meski enggan kuakui adalah pemain inti di tim basket sekolahku. "Na!" sapa Alka membuatku tersadar dari lamunanku. "Ah, hai Alka!" sapaku. "Kamu nggak apa-apa? Pagi-pagi udah bengong!" kata Alka. Aku hanya tersenyum. "Aku nggak bengong, cuma lagi mikir aja!" elakku. "Mikir apa?" tanya Alka penasaran. "Mikirin nasib akulah! Aku nggak bisa main basket!" kataku sambil menghela napas berat. Alka merangkulku dengan melingkarkan lengannya di pundakku. "Tenang aja, Na! Kalau kamu remidi, kamu bisa minta ajarin mas Angga. Selain wakil ketua OSIS, sepupuku itu juga jago basket. Kamu pernah liat dia main basket kan?" tanya Alka. Aku mengangguk. "Pernah sih tetapi beneran dia jago?" tanyaku meragukan. "Heh? Kamu nggak percaya aku?" jawab Alka sedikit merasa tersinggung. "Bukan gitu, pas aku nonton dia main, kepalaku ketimpuk bola basketnya dia!" kataku menjelaskan. Alka cekikikan mendengar jawabanku. "Lah kok malah ketawa sih Ka?" protesku. "Aku rasa nih sepupuku itu sengaja ngelempar ke kepalamu biar bisa kenalan!" kata Alka heboh sendiri. "Hah?" "Ciye, ciye, udah diincer kakel!" goda Alka. "Dih, apa sih!" kataku malu-malu. "Oi, Na!" Aku menoleh dan rupanya si cowok BBF yang memanggilku. Dia menghampiriku dengan setengah berlari. "Kamu absen 11 kan?" tanyanya. Aku mengangguk. "Kenapa?" tanyaku penasaran. "Kata pak Ari absen 11-15 bersiap, entar lagi giliranmu!" jawab Alfa. "Ah, oke!" kataku sambil senyum. Entah kenapa aku cukup senang, Alfa mendatangiku hanya untuk mengatakan itu. Sungguh suatu perhatian yang samar. "Yaudah, aku duluan Ka!" kataku pamitan pada Alka. Alka mengangguk. "Oke, semangat!" kata Alka memberikan semangat padaku. "Nggak usah disemangatin juga si Ina payah kalau soal basket!" ejek Alfa. "Dih, nyebelin!" dengusku kesal. Alfa hanya menjulurkan lidahnya untuk mengejekku. Aku pun hanya berjalan pergi dengan hati kesal. Nyesel amat sempet baper sama dia. Lagi-lagi si Alfa bikin hatiku yang nyaris terbang langsung coid. Aku menoleh ke belakang sebentar, kulihat Alfa dan Alka yang tampak sedang bersenda gurau. Mereka tertawa dan entah mengapa tampak begitu bahagia. Aku menghela napas kecil, disudut hatiku, entah dimana tepatnya, kurasakan sakit yang begitu mengganggu. Penilaian individu selesai, aku, Alka dan tiga temanku yang lain sedang bersiap untuk menghadapi tim lawan yang juga merupakan tim cewek dari kelas yang sama. Kami akan bertanding basket untuk mendapatkan nilai untuk penilaian secara berkelompok. Sejujurnya di timku hanya Alka dan seorang temanku yang lain yang bisa bermain basket. Sedangkan yang lain bisa dikatakan payah walau tidak sepayah kemampuanku. Peluit tanda permainan basket dimulai pun ditiup oleh pak Ari. Dalam sekejap permainan basket yang keren pun akhirnya benar-benar jadi berantakan. Tidak ada strategi, tidak ada posisi dan tidak ada pula ketenangan. Yang kami lakukan hanya berlarian dengan saling melempar bola basket dan berteriak saat bola dicuri tim lawan. Duk. Alka mendapatkan bola dan langsung melakukan shooting. "Goal!!" seruku girang. "Oi oon! Ini basket bukan sepak bola!" teriak Alfa dari pinggir lapangan. Aku hanya memalingkan wajahku darinya membuat si cowok BBF itu sedikit merasa kesal. "Ina oon, passing!" teriak Alfa membuatku merasa terganggu dan risih karena sejak tadi dia mulai mengoceh tidak jelas seolah memberi arahan untuk apa yang harus aku lakukan. "Diam bawel!" teriakku. Aku mulai memfokuskan diriku pada permainan setelah meneriaki Alfa. Tanpa sengaja kulihat Alka yang sepertinya tidak suka dengan apa yang Alfa lakukan padaku atau apa yang aku lakukan pada Alfa. Entahlah, sungguh situasi yang rumit saat sahabat naksir mantan gebetan. Permainan terus berjalan dan waktu semakin menipis. Timku ketinggalan dua angka, jika tidak segera mencetak angka maka timku akan kalah dan otomatis score tim kami akan rendah. Aku tidak mau itu terjadi. Jadi aku memutuskan untuk nekad. "Alka, passing!" teriakku saat Alka mulai kesulitan membawa bola karena diapit oleh lawan. Alka menoleh sebentar lalu melemparkan bola pada temanku yang lain padahal dia sedang dijaga. Alhasil bola pun direbut lawan. "Yes!!" teriak temanku saat berhasil menambah nilai dan memperlebar jarak antara score timnya dengan timku. Aku berlari mendekati Alka. "Kok nggak dikasih ke aku sih?" tanyaku sedikit kesal. “Aku kira kamu nggak bakalan bisa nangkep," jawab Alka santai. "Aku nggak ada yang jaga lho tadi. Meski nggak jago, kalau sekedar nangkep bola bisalah!" kataku. Alka melihatku tajam. Aku pun melakukan hal yang sama. Beberapa detik setelahnya, Alka memalingkan pandangannya ke arah lain. "Oke, ntar aku lempar ke kamu!" katanya lalu berlari ke depan. Alka tampaknya sedikit bermain agresif hari ini. Beberapa kali dia agak bermain kasar walaupun tidak sampai menimbulkan pelanggaran. Namun gaya permainan Alka yang setahuku sangat tenang dan kalem, hari ini sangat mebgecewakan. Alka berhasil merebut bola dan memasukkannya ke ring lawan. "Alfa, aku bisa!!!" teriak Alka. Alfa yang sedang menonton di pinggir lapangan mengangkat kedua jempol tangannya. "Nice!" puji Alfa. Alka pun hanya tersenyum malu-malu saat Alfa tersenyum ke arahnya. Mungkinkah ritme permainan Alka berubah karena dia berambisi menang agar bisa dipuji Alfa? Aku menyadarkan diriku dan mulai kembali ke permainan. Waktu hampir habis dan aku juga mulai berusaha merebut bola dari tim lawan. Dengan kemampuan payah yang biasanya gagal, entah mengapa aku berhasil mencuri bola basket dari lawan dan mulai menggiringnya ke depan. Aku mulai bersiap melakukan loncatan untuk melakukan shooting dan.. "Na, minggir!" Alka tiba-tiba datang dan menghantam tubuhku yang sudah setengah melakukan awalan loncat. Braakk. Tubuhku terhempas ke lapangan basket dan bisa kurasakan sakit dan nyeri saat kulitku mencium beton lapangan yang keras. "Ina!!" pekikan itu membuatku yangs sedang menahan sakit sedikit terkejut. "Kamu nggak apa-apa?" tanya mas Angga yang entah darimana muncul. "Ng-ngak apa-apa, mas!" kataku. Mas Angga tampak cemas, dia mulai melihat siku tanganku dan juga lututku yang ternyata lecet dan sedikir berdarah. Pantas saja terasa nyeri, panas dan sakit. "Aku antar ke UKS!" kata mas Angga sambil membantuku berdiri. “Aku yang anter!" Aku terkejut luar biasa saat Alfa juga mendatangiku dan menarik tanganku tanpa basa-basi. "Aku yang anter!" Mas Angga bersikukuh. Kakak kelasku yang ganteng itu juga menarik tanganku yang lain. "Aku yang anter!" si Alfa juga ngotot. Cowok BBF itu menarik tangan kananku. "Aku!" "Aku!" Mereka pun saling menarik tanganku sehingga aku seperti sebuah tali tambang. "Stop!" teriakku. Mas Angga dan Alfa terdiam. "Ka, bantuin aku ke UKS!" pintaku ke Alka. Alka mengangguk. "Oke," sahutnya sambil memapahku ke UKS. "Ka," panggilku saat kami sudah agak jauh meninggalkan lapangan. "Ya?" "Kok kamu sengaja ngebuat aku jatuh?" tanyaku. Alka berhenti membuatku juga menghentikan langkahku. "Nggak sengaja," elak Alka. Aku tersenyum geli. "Okelah," kataku. Alka pun mengantarku ke UKS. Setelah itu dia kembali ke lapangan, melanjutkan penilaian atau menonton pertandingan Alfa. Entahlah, aku tidak tertarik untuk tahu. Aku pandangi lutut dan sikuku yang sudah selesai diobati oleh dokter sekolahku. Ka, aku harap ini pertama dan terakhir kalinya ngelakuin ini ke aku. Karena aku nggak bisa bayangin gimana jadinya kalau aku harus melawanmu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD