Mela mengatakan aku berteriak histeris sejak aku bangun. Aku hanya terus menangis sambil mngatakan kalimat-kalimat rasa bersalah. Tidak mau mendengarkan orang lain, tidak merespon apapun dan hanya hidup dalam duniaku sendiri yang tidak mempedulikan orang lain. Sehebat itu traumaku. Aku yakin setelah ini mungkin aku akan butuh waktu untuk berani hidup sendiri. Tapi dalam cerita Mela, dia tiak menyebutkan Regarta datang mengunjungiku sekali pun. Aku jadi khawatir mengingat dia terluka saat itu. “Regarta bagaimana?” tanyaku pelan. Mela tersenyum tipis. Riska juga ikut tersenyum. “Dia baik-baik saja Lun, luka tembaknya bukan di tempat yang fatal. Dari kemarin juga dia udah nengokin lo tapi lo setiap sadar Cuma teriak-teriak aja jadi nggak sadar mungkin kalau dia sering banget jengukin lo.”