Part 8

1284 Words
Part 8 Kesombongan akan hancur dengan rasa malu yang tidak terkira. Seperti halnya batu yang mudah terkikis oleh air, begitulah nasib orang yang sombong akan hancur. Hancur tanpa tersisa. **** Ingin rasanya aku tertawa saat ini juga tapi aku tidak mungkin melakukannya, mau di depak dari tim ini aku? Ah, aku masih sadar dirilah, apakah aku ini prajurit lemah. Kalian tahu apa yang terjadi saat ini? Kalian harus tahu apa yang terjadi di sini. Niat hati kami beristirahat, kami malah menemukan kota yang beberapa hari ini kami cari. Kota yang membuat kesombongan seorang Matteo hancur luluh lantah. Bayangkan saja, teryata kota itu berada di dekat tempat aku dan Lazuard berdiam diri. Tinggal ke arah berlawanan dari yang Matteo perintahkan kita sampai. Memang ya, terkadang kesombongan seseorang itu bisa membuat mereka lupa diri, karena ego sudah menguasai diri. Lagi pula, apa si yang harus di sombongkan? Tidak ada bukan? Kita semua datang ke sini untuk tujuan yang sama. Kalau kita berbangga diri dengan diri sendiri, bukannya harusnya malu? Orang sekelas Raja Magnolia saja masih punya rasa malu, apalagi kita yang hanya rakyat biasa. Semoga saja kejadian ini membuat Matteo berubah sikap seperti halnya Lazuard yang kini mulai terlihat berbeda. Entah lah, sejak perbincangan kami tadi Lazuard terlihat berbeda. Bahkan aku curiga kalau lelaki itu menyimpan suatu hal. "Welcome to the Red City." suara Lazuard kembali mengingatkanku kalau kami berempat masih berada di depan gerbang besar bertuliskan kota yang kami tuju. Aku menoleh ke kanan dan kiri berharap jika ada orang lain yang kami temui, tapi ternyata malah tidak ada siapa pun di sini. Bel yang sudah kami tekan sejak tadi belum juga memanggil mereka yang ada di dalam sana, apa mungkin karena sudah larut malam, makanya mereka tidak bisa membukakan pintu tersebut? "Sudah aku bilangkan, seharusnya kita pergi pagi hari saja. Lihat? Kita jadi tidak diperbolehkan masuk bukan?!" Lagi. Ternyata Matteo masih tetap sama. Padahal dia yang menyuruh kami melakukan perjalanan, tapi kenapa dia yang memarahi kami. Aneh. "Mohoh maaf, Matteo. Kamu lupa atau bagaimana? Kamu sendiri tadi yang meminta kita semua bergerak malam ini juga tapi sekarang malah kamu yang kembali memarahi kami, harusnya kamu itu sadar kalau apa yang kamu lakukan selama ini ibarat omong kosong. Biarkan saja Aristide yang memimpin semuanya, dia pantas untuk itu," kataku membuat Matteo mencengkram leher bajuku dengan wajah kesalnya. "Cih, jangan karena Aristide selalu membelas kamu, aku takut padamu! Kamu lupa apa yang aku lakukan padamu sebelumnya? Apa kamu mau aku melakukan hal yang sama di sini?" perkataan Matteo membuat Aristide dan Lazuard mencoba untuk memisahkan lelaki itu dariku, tapi dia malah terus mencengkram bajuku tanpa mau melepasnya. "Lakukan saja, bukan kah kamu selalu melakukan semuanya sesuka hati, sampai membuat kita semua hampir membuang banyak waktu di sini. Kamu tahu, kedatangan kita semua di sini karena surel yang dikirimkan anonim, seharusnya karena kita berada di tempat yang sama kasta yang kamu agungkan itu harusnya tidak ada. Yang ada harusnya kita bekerja sama menemukannya. Tapi, kesombongan kamu seakan menganggap kamu adalah pemimpin yang harus aku taati. Cih! Aku lebih baik menghormati Aristide daripada kamu. Lelaki egois seperti kamu itu hanya akan membuat kami semua berada dalam kesulitan. Harusnya kamu sadar itu!" aku sudah tidak peduli lagi apa yang akan di lakukan oleh Matteo. Mau dia kembali memukuliku sampai mati aku tidak peduli. Tapi, aku tetap akan bertahan seperti ini. Aku melakukan ini supaya Matteo sadar, kesombongan tidak akan membuat kita bahagia. Kesombongan hanya akan membuat kehidupan kita jadi tidak tenang karena harus memikirkan bagaimana orang lain melihat. "Sialan!" Matteo mendorong tubuhku hingga aku jatuh ke tanah. Jika tadi dia langsung memukul wajah serta menendang perutku, kali ini dia malah menginjak tanganku tanpa belas kasihan. Ringisan yang aku rasakan saja tidak dia pedulikan, bahkan Aristide dan Lazuard yang menolongku saja sampai terjatuh ke tanah. "Kalian tidak perlu menolong prajurit rendahan itu! Apa yang bisa dia lakukan di sini? Tidak ada bukan. Ada baiknya, dia pergi saja dari tempat ini atau jangan biarkan dia hidup di depan mataku. Karena aku sudah malas melihatnya," kata Matteo. "Sudahlah Matteo, kita di sini kan bekerja sama demi tujuan kita masing-masing. Ada baiknya kita turunkan saja ego kita saat ini. Tempat ini berbeda dengan tempat kita bekerja, seharusnya kamu mengerti saat mendatangi tempat ini. Pemimpin yang baik, tidak mementingkan kepentingannya sendiri, melainkan dia juga harus mendengar suara anggota lainnya. Itu lah kenapa kita selalu susah menemukan tempat ini. Jadi, lepaskan Alkas. Kamu sudah melukai tubuhnya sejak tadi. Harusnya kamu minta maaf karena kesalahan kamu, bukan malah melampiaskannya pada orang lain" Matteo melepaskan kakinya dari tanganku dan berjalan ke arah Aristide yang tengah menatapnya dengan tatapan tajam yang dimiki lelaki yang selama ini menolongku. "Hahaha.. Aristide-aristide. Jangan hanya karena kamu menemukan tempat ini kamu merasa sombing dir--" "Aku tidak menyombong diri, Matteo. Aku hanya mau ingatkan kamu kalau kita ke sini itu sama-sama. Kalau kamu bersikap seperti ini, malah akan membuang banyak waktu. Kamu tidak sadar apa? Karena ulah kamu kita membuang waktu berhari-hari sampai di sini. Andai ikuti perkataanku. Pasti kita tidak akan tersesat dan susah menemukan kota ini. Jadi, ada baiknya kamu intropeksi diri saja. Aku malas meladeni kamu." Aristide menyenggol bahu Matteo dan membantu memapah tubuhku. Memang benar, badanku rasanya mau remuk saja saat ini. Seharusnya bermalam untuk mengistirahatkan tubuh lebih baik daripada memaksakan diri seperti ini. "Cih, kalian semua banyak bicara. Jangan pernah sekalipun melawanku atau kalian akan bernasib sama dengan Alkas. Sebab aku sekarang tidak akan pandang bulu, aku akan memukul kalian jika kalian mengusik daerah terotoriku. Aku juga tidak suka dengan orang yang sering protes. Jadi, sebaiknya kal---" "Mohon maaf jika membuat kalian semua menunggu." seorang lelaki tua muncul dihadapan kami bersamaan dengan gerbang penghubung kota ini terbuka dengan lebar. "Lama sekali si buka pintu saja! Apa kerjaan kamu terlalu banyak sampai lama membuka pintu?! Setahuku petugas rendahan seperti kamu pasti sama bodohnya dengan Alkas. Kalian semua itu pasti akan berterima kasih padaku suatu saat nanti karena telah memberikan kesempatan menyerangku. Tapi, nanti aku tidak akan segan melukai bahkan sampai membunuh kalian semua kalau kalian berani mengusik keberadaannku!" suara Matteo lagi-lagi membuat aku geram. "Kam---" "Mohon maaf, Tuan. Lain kali saya akan lebih berhati-hati. Silakan masuk." Lepas mendapatkan izin, kami ternyata di sambut oleh lelaki yang aku tebak usianya sama seperti Raja Magnolia. Wajahnya yang terlihat berwibawa membuat aku sepertinya akan tenang karena pasti Matteo tidak bisa berkutik di kota ini. "Selamat datang, Para Prajurit. Saya tidak akan meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi. Sebab, kota yang saya pimpin ini punya rules sendiri. Dan barang siapa yang mendatangi kami malam hari, kami tidak akan membiatkan mereka masuk. Tapi, karena saya melihat kalian adalah orang-orang baik bukan seorang bandits, saya mengizinkan kalian masuk ke sini. Jadi, saya harap kalian akan mengikuti aturan di sini. Saya tidak akan banyak bicara malam ini, karena sudah sangat larut. Kalian bisa ikuti anak buah saya, mereka lah yang akan menunjukkan di mana kalian akan tidur malam ini." "Terima kasih, Pak." Aku yang dipapah oleh Aristide memasuki tempat ini. Jika aku perhatikan, kota ini seperti perkomplekan perumahan karena tata rumah di sini sama dengan perumahan para prajurit yang ada di kerjaaan Magnolia. Hanya saja ada rumah yang warnanya sangat mencolok dan membuat aku ingin sekali bertanya tapi aku urungkan, mengingat perkataan sosok kepala pemimpin di sini mengatakan kalau mereka sudah tidak bisa menerima orang lain masuk. Itu artinya, pernah ada kejadian buruk di sini bukan sampai akhirnya menekankan aturan seperti itu. "Ini rumah yang akan kalian berempat tempati. Untuk kamu yang terluka, rumah ini juga sudah tersedia kotak P3K, jadi kamu bisa mengobatinya. Jika dirasa tidak membaik, dan mengharuskan kamu menemui seorang dokter bisa cari mereka esok pagi. Selamat malam." Aku dan Lazuard saling pandang satu sama lain, "Ini benarkan kota yang kita tuju?" ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD