Chapter 2

694 Words
I'm sorry but ... Don't wanna talk ... "Halo!" "Jadikan nanti kumpulnya?" suara cewek seberang tak lain adalah teman satu gengnya. Sarah. "Jadi, tempat biasa?" "Betul, jangan lupa loh ..." "Iya, beres itu." Fera bersiap untuk Hangout dengan teman sebayanya. Sesuai janji akan ke temuan di tempat restoran paling mahal. Pokoknya berkelas banget, pakaian yang dia pakai celana panjang ketat warna hitam seperti lenging, terus baju tampak lengan tidak lupa dengan kacamata hitam. Tas jinjing bermerek itu yang paling penting tidak boleh di lewatkan. Chandra sedang memeriksa laporan keuangan di tangannya. Pengiriman barang untuk penjualan tas keluar negeri semakin menipis. Mata uang Amerika semakin menurun buat kepalanya sangat pusing terus dia memijit pelipisnya. Ponselnya bergetar atas samping meja kerjanya. Dia meraih dan melihat nomor tidak di ketahui tanpa ragu mengangkatnya. "Halo dengan Bapak Chandra Hermawan Libra?" suara wanita asing dari seberang. "Benar dengan saya sendiri, dari mana?" balas Chandra lebih sopan suara khas seorang terhormat. Sangat beda kalau di kantor sifat Chandra begitu tegas dan menakutkan. Bagaimana tidak pekerjaan yang dia lakukan seorang diri sedangkan anggota lain mengerjakan sesuai peraturan S.O.P ( Standart Operasional Produser) "Kami dari pembelanjaan tas bermerek Hermes, Vinci dan lain sebagainya. Kami menerima kartu debit atas nama milik anda. Dan seorang wanita..." "Lakukan saja, tidak perlu di bantah, dia istriku." potong Chandra dilihat pergelangan arloji jam tangan telah pukul dua siang. "Baik, Pak ..." Terdengar suara wanita marah - marah kepada penjualnya  di seberang tak lain adalah Fera istrinya sendiri. Panggilan telepon  berakhir dia meletakkan samping atas mejanya. Di usap wajahnya frustrasi. Pernikahan pertama belum tanda-tanda melakukan hubungan, pikirannya masih memikirkan bagaimana cara b******a dengan istrinya. Sementara Fera masih senang dengan teman-teman sebayanya hanya berfoya-foya. **** "Gila kau, Fera. Bagaimana bisa kau belanja sebanyak ini? Apa  Pacarmu tidak mengomel panjang lebar," tanya Sarah teman satu angkatan sekolah dulu. "Dia tidak akan pernah mengomel atau marahi ku, uang suami adalah uang istri. Jadi tidak ada larang apa yang aku incar," jawabnya keceplosan. Dia lupa beri tahukan kepada temannya kalau dia sudah menikah. Dan teman-teman ada di sini melongo apa yang mereka mendengar itu tidak salah pada telinga masing-masing. "Kau sudah menikah? Kapan? Bukannya kau kemarin habis jalan sama ..." Grace menutup mulutnya ekspresi kaget. "Aku di jodohi, terus menikah secara Express tanpa ada pesta besar. Tertutup saja kok, Ah, pokoknya aku masih bisa kumpul dengan kalian juga sudah bahagia kok," ucap Fera memunculkan sikap biasa seolah-olah tidak ada hal yang aneh. "Di jodohi? Wah, laki mu orang mana nih? Tajir pasti! Nggak mungkin dia langsung serahkan kartu debit tanpa limit begitu saja? Apa kau ..." Sambung Mega ikut kepo pengin tahu juga wujud suami Fera. "Jangan prasangka buruk seperti itu. Dia yang kasih langsung ke aku kartu itu. Aku tidak memintanya. Mungkin dia tahu kalau aku ini tidak bisa diam di rumah seorang diri. Mudah  bosan, masa kalian nggak pernah alami sih, kalian juga seperti itu, kan, kalau sudah menikah. Suami kalian pasti berikan apa pun untuk kesenangan istri," panjang lebar Fera mengalihkan alasan dan menanyakan kepada teman - temannya juga. Suasana semakin  tegang saja teman-teman Fera terdiam mendadak dengan pertanyaan dia berikan kepada mereka. Bukan maksud bagaimana yang mereka tahu, Fera itu paling anti dengan namanya perjodohan. "Terus, bagaimana dengan pacarmu? Hendra? Bukannya kau masih jalan dengannya? atau..." Sarah kembali bertanya "Aku sudah putus dengannya tepat di mana aku lagi sedih di sana aku dapat berita menggemparkan. Perjodohan secara tiba-tiba dan hari itu pula aku menikah dengan suami yang tidak aku kenal sama sekali ... Hahaha, kenapa jadi bahas seperti ini sih. Kalian tidak jadi pesan makanan? Aku sudah lapar, tenang aku yang bayar sebagai permintaan maaf tidak mengundang kalian ke pesta pernikahanku, ayo, ayo pesan!" jawaban yang panjang sangat panjang. Teman-temannya jadi tidak merasa lapar dengan alasan mereka ada janji dengan keluarga, ada pula lupa kalau mertuanya berobat dan masih banyak lagi alasan dari mereka. Fera yang ada di restoran termahal pun terdiam dengan sajian makanan seorang diri. Cukup di pertanyakan, memang dia salah berikan jawaban pada teman-temannya kalau dia memang sudah menikah dan di jodohkan lalu ... Sesuatu jatuh di punggung tangannya, salah lagi dia ucapan kepada temannya. Terlalu sombongkah dirinya. Semua gara-gara suami jelek! makinya dalam hati.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD