Chapter 3

675 Words
Langit telah mulai gelap pukul 18.30 waktu Indonesia barat. Chandra baru saja pulang kerja, ketika dia masuk ke dalam rumah sepatu hak tinggi milik istrinya berserakan di mana-mana. Bukan itu saja, tas yang dia beli diletakkan sembarang tempat. Lelaki itu memungut sepatu meletakkan di tempatnya, tas bermerek dimasukan ke lemari. Setelah itu dia membuka pintu kamar terdapat sosok wanita tertidur masih posisi sama selalu mengundang selera lawan jenis. Meskipun pakaian masih lengkap di mana dia berkumpul dengan teman-temannya. Menyelimuti kembali tubuh istrinya. Disingkirkan anak rambut menutupi wajahnya yang pulas selipkan ke belakang daun telinganya. Mata sembab, hidung merah masih terdengar sesenggukan. Fera tiba membuka kedua matanya kembali menemukan sosok menyeramkan baginya. "Setan!" teriaknya bangun dan mendorong kasar suaminya itu. "Kau lagi! Suka sekali masuk ke kamar nggak pernah ketuk dulu!" makinya kembali. "Kau habis menangis?" Chandra bertanya. Fera mengusap matanya dan pipinya, kemudian melirik suaminya tajam. "Kalau iya, kenapa? Semua gara-gara kau semua teman menjauhi aku karena menikah perjodohan gila!" Fera menjawab dan masih dengan nada menyalahkan suaminya. "Aku tidak memaksamu menyetujui pernikahan kita, aku lakukan hanya kebaikan untuk orangtuaku dan orangtuamu. Apabila kau tidak suka aku ada di sini. Tidak apa-apa, aku bisa tidur di kantor kalau itu maumu," ucap Chandra beranjak keluar dari kamar ini. Setiap suaminya mengucapkan sesuatu pasti Fera sulit membalas kata-katanya. Kalau dia pergi dari sini, terus aku? Eh... "Eh... Jangan pergi! Bukan itu maksudku. Kalau kau pergi, terus Papa Mama tiba datang bisa - bisa aku dimarahi sama mereka. Aku cuma kesal saja sih, habisnya sebal mendadak menikah denganmu semua pada menghindar." Chandra tahu istrinya tidak akan bisa tinggal seorang diri. Benar kata Mama mertua sifat Fera memang sangat keras dan manja. Mereka memang terlalu memanjakan putrinya tapi apa dia bisa mendidik istrinya dengan baik. Padahal dia belum mengenal sifat asli istrinya ini. Dari cara wanita ini bicara, dia mulai menyukai sikap sombongnya. "Hei! Dengar aku tidak sih? Kau benar akan pergi? Please... jangan ya," mohon Fera harga dirinya turun. Kenapa diam sih suami jelek! "Aku tidak pergi kok, aku tahu kau tidak suka tidur sendirian," senyumnya menutupi berewok bulu tebal di wajahnya. "Sok tahu!" Fera kembali ke kamar kemudian dia teringat tas yang beli tadi letakkan di mana. Dia mulai mencari-cari sedangkan Chandra masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang bau keringat. Dua puluh menit kemudian, Fera duduk di sofa ruang tamu dengan barang yang dia incar itu. Di fotonya senyuman merekah di wajahnya. Terlalu bangga kalau dia akhirnya bisa beli tas bermerek, bisa pamerkan ke mantan-mantannya bukan cuma muka tampang doang tapi nggak bisa beli barang semahal ini. Klek. "Lama banget sih man – di – nya..." kedua mata Fera berkedip-kedip beberapa kali sesuatu yang tidak bisa dia hindari yaitu kotak-kotak yang pernah dia lihat di i********:. Tubuh seksi dan... BUG! BUG! BUG! "Ada apa?" Suara suaminya semakin dekat dan dekat. Barang yang ada di dekat Fera telah dia lemparkan mencari - cari sesuatu Vas bunga... Tap! Fera membuka kedua matanya benda kaca bening masih di tangannya tapi ada lagi mencengkeram menahan serangan yang mencoba melempar ke tubuh lelaki di depannya. Jarak mereka sangat dekat, dekat bukan karena lelaki itu marah cuma menghindar dari aksi wanita manja ini. Tatapan mata mereka. Krrruuuuukkk.... Bunyian perut dari Fera mengganggu suasana dalam rumah hening menjadi riuh. Chandra melirik perut istrinya sedangkan dia (Fera) menatap sisi kiri dadanya detak jantungnya berdebar - debar. Perasaan tadi itu apa? Dari dekat dia... "Kau mau makan apa? Biar aku masak," tanya Chandra telah lengkap dengan pakaian yang tadi setengah t*******g d**a. Pandangan Fera belum lepas penglihatan bagian depan bidangnya. "Fera sayang, kau mau makan apa?" ditanya sekali lagi oleh Chandra, kali ini panggilannya lebih romantis. "Ah, aku mau Pizza Hut! Ya, Pizza Hut!" jawabnya cepat tidak fokus apa yang ditanya oleh suaminya. Chandra yang pegang panci  dan ia  mengangkat satu alis. Tidak butuh lama dia pun mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu dengan pesanan Online. Fera jadi salah tingkah dia memilih masuk ke kamar. Dilihat depan cermin kedua pipinya memerah. Detak jantungnya masih terdengar jelas olehnya sendiri. Perasaan apa ini! Ahh... s****n! Pergi... pergi...  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD