Nadira Tak Didengarkan

2328 Words

Pagi itu, kamar hotel masih temaram ketika Nadira memutuskan untuk memesan sarapan untuk dimakan di kamar saja. Matanya masih sembap, tubuhnya terasa berat seperti habis berlari maraton semalaman. Tapi perutnya perih, bukan karena lapar melainkan karena cemas. Ia tahu, hari ini bukan hari biasa. Jadi ia tidak mau membuat tubuhnya lebih tersiksa lagi, bisa - bisa penyakit asam lambungnya kumat, dan itu akan jadi masalah baru lagi nantinya. "Selamat pagi, saya mau pesan sarapan di kamar. Omelet, roti panggang, dan teh hangat, ya," katanya pelan di telepon. Suaranya nyaris tanpa tenaga. "Baik, bu, segera kami antarkan." Beberapa menit kemudian, petugas room service mengantarkan pesanan Nadira. Aroma telur dan roti yang baru matang memenuhi kamar, tapi selera makannya nyaris tak ada. Ia h

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD