Kanaya menggeliat, ia membuka matanya dan seperti biasa ia bangun jam setengah 5 pagi tak kurang dan tak lebih, ia kemudian duduk sejenak di ranjang, setelah itu ia kemudian berdiri dan mengambil handuk, lalu segera keluar untuk mandi, ia sedikit terkejut saat mendapati Aldric ada di sofa ruang tamu, ia lupa jika semalam ayahnya memutuskan menolong Aldric dan membawanya masuk.
Kanaya melanjutkan langkahnya menuju dapur dan masuk kamar mandi yang memang berhadapan dengan dapur. Seperti biasa juga bu Inda sudah berkutat dengan pekerjaan dapur, Kanaya mandi dan kemudian keluar, saat melewati ruang tamu ia melihat masih tetap terbaring di sofa.
"Dia sudah sadar apa masih pingsan sih? sama aja," gumam Kanaya kemudian berlalu masuk dalam kamarnya untuk bersiap kerja.
Hari Senin ini Kanaya ingin memiliki semangat bekerja dan ia memilih warna orange yang dapat membangkitkan semangat, ia padukan dengan celana bahan warna hitam juga flatshoes warna hitam, Kanaya mengikat rambut panjangnya kuncir kuda dengan sedikit aksen menjuntai disisi kanan dan kiri. Jam menunjukkan pukul 6 pagi tepat Kanaya kemudian keluar dari kamarnya dan terkejut saat melihat Aldric sudah sadar dan duduk di sofa, Aldric pun tak kalah terkejutnya saat melihat Kanaya, hal itu membuatnya sadar dimana ia kini.
"Al.....sudah bangun?" tanya pak Andrian yang keluar dari kamar dengan sudah berpakaian rapi juga sial berangkat bekerja.
"Om....iya, semalam saya sudah sadar tapi kepala saya sangat pusing dan tubuh saya sulit bergerak.”
"sekarang bagaimana keadaan kamu?"
"Masih sama sih Om."
"Ya sudah, kamu cuci muka ke kamar mandi lalu kita sarapan bersama," ucap pak Andrian, Aldric berusaha berdiri tapi ia kesulitan dan hampir jatuh, pak Andrian dengan sigap menangkap tubuh Aldric.
"Biar Om bantu ke kamar mandi." pak Andrian membantu Aldric berjalan menuju kamar mandi yang berhadapan dengan dapur. Kanaya hanya merengut melihat hal itu. Ayahnya sangat perhatian dengan Aldric, memang bukan dengan Aldric saja, dengan semua orang pak Andrian selalu perhatian namun kali ini Kanaya tidak suka ayahnya care pada Aldric, apalagi Aldric sudah membuat Sarah sakit hati dan menangis. Kanaya berjalan menuju dapur dan akan membantu Bu Inda menyiapkan sarapan tapi saat melewati ruang makan, semua sudah terhidang, saat sampai di dapur Bu Inda sedang mencuci peralatan masaknya.
"Kay bantu Bu."
"Tidak usah Kay, ibu sudah selesai. Ayo ke ruang makan."
Kanaya mengikuti Bu Inda menuju ruang makan dimana sudah duduk pak Andrian juga Aldric disana, ia ingin memaki Aldric mengingat apa yang dilakukannya pada Sarah tapi ia tak mau ayah dan ibunya tahu. Kanaya duduk di depan Aldric sedangkan Bu Inda duduk didepan pak Andrian.
"Ayo dimakan nak Al, maaf loh menunya hanya nasi goreng."
Aldric tersenyum karena ia merasakan wajahnya kaku, ia yakin wajahnya pasti tak berbentuk lagi.
"Tidak apa apa Tante, saya yang terima kasih karena Om dan Tante mau menolong saya, entah apa yang terjadi jika kalian tak menolong saya semalam."
"Sesama manusia harus saling tolong menolong kan? oh ya rumah kamu dimana? Biar Om antar pulang, orangtua ada kan?"
"Saya tinggal di apartemen Om, tinggal sendiri jauh dari orangtua."
"Oh ya? orang tua dimana?"
"Di luar kota Om."
Kanaya heran, Aldric begitu sopan saat bicara dengan kedua orangtuanya, tapi pada kenyataannya pria di depannya ini seorang badboy yang b******k, namun bisa berakting sopan santun dihadapan kedua orangtuanya, ia tak ingin tertipu dengan sikap manis Aldric.
"Nasi gorengnya enak Tante," ucap Aldric tulus.
"Terima kasih nak Al."
"Sepertinya keadaan kamu masih belum baik nak Al dan tak memungkinkan tinggal sendiri di apartemen, lebih baik kamu tinggal beberapa hari disini."
"Apa?!!" pekik Kanaya terkejut dengan ucapan ayahnya.
"Ayah..., kenapa menyuruhnya tinggal disini, apa kata tetangga nanti ada laki laki bukan keluarga kita yang tinggal disini?"
"Kay...kamu nggak lihat keadaan nak Al? dia sulit bergerak, paling 2 atau tiga hari saja, dia tinggal sendirian, dia akan kesulitan melakukan apapun sendiri dengan keadaannya ini."
Kanaya hanya diam, ia melanjutkan makannya dengan berfikir, kenapa ayahnya memutuskan untuk Aldric tinggal di rumah mereka, seharusnya ia dibawa ke rumah sakit saja.
"Bu siapkan kamar tamu buat nak Aldric nanti setelah sarapan, tidak apa apa kan nak Al sementara tinggal disini, Om khawatir jika kamu tinggal sendiri bukannya malah sembuh malah makin parah."
"Apa tidak merepotkan Om?"
"Tentu tidak."
"Terima kasih Om."
~~~
~~~
Kanaya duduk di kursi kerjanya dan fokus pada laptop di depannya, meja Aldric kosong, tentu saja karena Aldric sedang istirahat di rumahnya. Ia melirik ruangan Arda dan bosnya tampak kebingungan dan berjalan mondar mandir, tidak biasanya Arda seperti itu selama Kanaya bekerja di perusahaan ini.
"Apa ada masalah besar di tim Alpha? kenapa pak Arda khawatir seperti itu?" gumam Kanaya, ia melirik ke arah Sarah dan melihat wajah sahabatnya itu sendu, ia berharap Sarah segera kembali ceria.
Saat jam makan siang, Kanaya mendekati Sarah yang hanya duduk diam ditempatnya saat teman yang lain keluar untuk makan siang.
"Sar, lunch yuk?"
"Enggak ah Kay, aku nggak lapar." jawab Sarah.
"Ayolah Sar, buat apa kamu bersedih seperti ini? dia tidak perduli sama kamu lagi."
"Iya aku tahu, aku mau melupakannya tapi hatiku tak sejalan dengan pikiranku Kay, bayangannya selalu bermain-main di otakku."
Kanaya menghela nafas, begitu dalamkah perasaan Sarah pada Aldric padahal mereka tak terlalu lama menjalin hubungan, entah hubungan asmara atau hubungan yang lain karena Aldric tak mau berkomitmen.
"Baiklah aku lunch dulu ya Sar, kamu mau aku bawakan apa?"
"Tidak usah Kay."
Kanaya melangkah keluar dari ruangan marketing Alpha untuk makan siang, ia sengaja tidak makan siang diluar tapi membeli makanan dua porsi, ia akan memakannya bersama Sarah di ruangan mereka, setelah membeli makan siang, Kanaya bergegas kembali ke gedung PT. Wijaya Amery Sentosa tbk, saat melintasi lobby, Arda sedang bercakap cakap serius dengan pria paruh baya yang kini ia tahu sebagai CEO dan pemilik perusahaan.
Kanaya masuk dalam lift dengan tanda tanya besar, tadi ia lihat Arda kebingungan sekarang ia melihat Arda dan CEO bicara serius, ia berharap tidak ada hal yang akan mengguncang perusahaan.
Di tempat lain, Aldric sedang berbaring di ranjang kamar tamu rumah pak Andrian, kamar ini sangat kecil dibandingkan dengan kamar apartemennya, apalagi dengan kamarnya yang ada di rumah papanya yang mungkin 20 kali kamar yang ia tempati sekarang. Tapi kenapa ia malah nyaman ada disini, entah ia nyaman karena kamarnya yang bersih, atau karena keramahan penghuni rumah ini, walau sangat terlihat sekali jika Kanaya yang notabene adalah teman kerjanya sangat tidak menyukai dirinya.
Ada tatapan dingin tak bersahabat dari Kanaya padanya yang membuat Aldric penasaran, tidak ada satu gadis pun yang mampu menolak pesona dirinya walau tahu ia seorang playboy, namun para gadis itu rela antri menyerahkan diri padanya walau nantinya tetap akan dicampakkan.
Tapi Kanaya beda, ia tidak pernah tersenyum ramah padanya, hanya tatapan tidak suka yang ia rasakan.
"Nak Al..."
Pintu kamar tamu diketuk, Aldric yang memang tidak tidur mencoba bangun, dengan tubuh masih terasa remuk, Aldric berjalan perlahan menuju pintu dan membukanya.
"Kenapa Tante?"
"Ayo kita makan siang, sudah jam 12."
"Maaf Tante, jadi merepotkan ya?"
"Enggak, jangan merasa seperti itu nak Al, kalau kamu terluka dan tinggal bersama keluarga kamu pasti mereka juga perhatian seperti Tante kan?"
Aldric hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Bu Inda, tidak akan ada hal seperti yang dikatakan Bu Inda karena papa dan mamanya terlalu sibuk, selalu ada saja kegiatan entah meeting, gathering, perjalanan bisnis ke berbagai negara dan banyak lagi lainnya hingga sejak kecil Aldric selalu di rumah dengan baby sitter dan art yang berjumlah puluhan yang membuat ia jadi pemberontak tetapi karena otak Aldric encer ia bisa dengan mudah jadi pusat perhatian karena kepandaiannya juga karena sifat pemberontakannya, karena sifat itu papanya menjadi memandang sebelah mata padanya dan minta pembuktian diri ketika pak Enrico Amery ingin menyerahkan perusahaan padanya.
Aldric berjalan perlahan mengikuti Bu Inda menuju ruang makan, disana sudah terhidang Makanan sederhana menurutnya namun ia merasa sangat menggugah selera. Dan Aldric benar, masakan Bu Inda sangat nikmat di dalam mulutnya, Aldric sudah menjelajahi banyak restoran mewah di seluruh dunia namun masakan Bu Inda yang sederhana ini sungguh membuatnya sangat menikmati acara makannya.
"Enak sekali tante masakannya," puji Aldric.
"Jangan terlalu memuji nak Al."
"Saya tidak bohong tante, saya jadi ingin terus menikmati masakan Tante."
"Kamu kan sekantor sama Kanaya, sesekali dia bawa bekal kok, nanti deh sekalian Tante suruh dia bawa juga buat kamu."
"Jadi tidak enak tante."
"Tidak apa apa, ayo habiskan."
"Terima kasih Tante, oh ya Tante disini tinggal bertiga saja dengan Om dan Kanaya, kakak atau adik Kanaya?"
"Kanaya ini anak tunggal Al, jadi tidak punya adik atau kakak."
"Oh..."
"Kalo Aldric sendiri betapa bersaudara?"
"Saya anak bungsu dari dua bersaudara, kakak saya perempuan sudah menikah dan ikut suaminya."
"Wah pasti kedua orang tua kamu kesepian ya hanya tinggal berdua, anak sulung ikut suami, anak bungsu jauh dari rumah."
"Tidak juga Tante, mereka mempunyai banyak kegiatan, jadi tidak mungkin kesepian."
"Sesekali kamu jenguk kedua orangtua kamu Al, namanya orangtua pasti senang dikunjungi oleh anak."
"Andai orang tua saya seperti itu," gumam Aldric.
"Kenapa Al?"
"Nggak Tante, nggak apa apa."
Ya sudah, setelah makan siang, Tante obati luka di wajah kamu, di bagian lainnya ada?"
"Ada sih tapi cuma memar saja Tante."
"Ok, baiklah selesaikan makan kamu."
~~~
~~~
Kanaya turun dari taksi tepat di depan rumahnya, jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, ia tak melihat mobil ayahnya itu berarti ayahnya itu belum pulang, sejak naik jabatan ayahnya tidak pernah pulang di jam normal, selalu diatas jam 8 malam, hal ini membuat Kanaya khawatir karena ayahnya pasti memforsir tenaganya.
Kanaya melangkah masuk dalam rumahnya, ia tak segera masuk kamarnya namun langsung berjalan ke belakang menuju kamar mandi untuk cuci kaki namun saat melewati ruang makan langkahnya terhenti karena disana sudah duduk ibunya dan Aldric yang sedang berbicara seru dan tertawa tawa.
"Kay....sudah pulang? cuci kali dulu lalu mandi dan makan bersama."
"Iya Bu," Kanaya melirik Aldric sekilas dan melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi, setelah cuci kaki Kanaya masuk kamar mengambil handuk dan pakaian ganti dan kemudian mandi, 30 menit kemudian ia sudah bergabung dengan ibunya dan Aldric di ruang makan.
Lynagabrielangga