"Kay...?! kamu disini? dari mana kamu tahu aku disini?" tanya Aldric bingung melihat Kanaya.
"Salahkan ponselmu."
"Hah..? maksud kamu apa?" tanya Aldric bingung.
"Kenapa di ponselmu hanya ada nomorku dan pak Arda, pak Arda tidak bisa dihubungi jadilah aku. Apa kamu tidak menyimpan nomor ponsel kedua orangtua kamu? atau pacar pacar kamu?" tanya Kanaya.
"Bukan di ponsel itu, nomor mereka di ponsel lain."
"Hah...!? di ponsel lain? lalu kenapa tidak kamu bawa?" lagi pula ponsel khusus kerjaan kenapa hanya dua nomor saja, nomor Sarah, sama anggota tim lain mana?"
"Bukan ponsel khusus kerjaan Kay, ponsel khusus teman yang aku percaya." bathin Aldric, namun dimata Kanaya Aldric hanya diam.
"Ya sudah biar aku telepon kedua orangtua kamu, berapa nomornya?" tanya Kanaya mengeluarkan ponselnya.
"Tidak perlu," jawab Aldric.
"Kok tidak perlu. Jelas mereka perlu tahu Al, mereka pasti khawatir."
"Tidak akan."
"Biarpun kamu ada masalah dengan kedua orangtua kamu, kamu tetap harus menghormati mereka. Mereka berhak tahu dengan keadaan kamu ini."
"Aku bilang tidak perlu ya tidak perlu," jawab Aldric sedikit menaikkan nada suaranya.
"Kalau begitu biar aku hubungi pak Arda," ucap Kanaya lagi akan mendial nomor Arda.
"Jangan... kalau kamu tidak mau membantu aku ya sudah, biar aku pulang sendiri dan jangan bilang siapapun tentang keadaanku ini," Aldric mencoba bangun namun tangan kirinya yang terkilir terasa sakit.
"Ouch...," pekik Aldric kesakitan, Kanaya menatap Aldric sebal, Kenapa ia bisa mengenal seseorang seperti Aldric yang keras kepala seperti ini. Akhirnya ia membantu Aldric turun dari brankar igd karena dokter Shan Mengatakan tidak ada yang serius dan Aldric boleh pulang.
"Shan....aku antar pulang temanku ya, thank you," ucap Kanaya memapah Aldric keluar igd. Kanaya mencari taksi online yang masih beroperasi dan membawa Aldric ke apartemennya yang satu gedung dengan apartemen yang ia beli untuk investasi, dan sangat kebetulan berada di satu lantai yang sama.
Kanaya membantu Aldric berbaring di ranjang apartemennya untuk istirahat, Kanaya mengedarkan pandanganannya, walau di satu lantai yang sama apartemen Aldric tampak lebih mewah dan lebih luas dari pada apartemen Kanaya.
Kanaya menoleh pada Aldric.
"Kamu tidak apa apa kan sendiri? aku mau pulang."
"Iya, aku akan baik baik saja."
"Lebih baik hari ini kamu absen dulu, apa perlu aku bicara pada pak Arda?"
"Tidak! tidak perlu, akan aku hubungi sendiri."
"Baiklah, kalau butuh bantuan hubungi saja aku," ucap Kanaya basa basi, Kanaya berdiri dan keluar dari unit apartemen Aldric.
~~~
~~~
"Kay...."
"Mmmm...."
"Aldric sakit, makanya tidak masuk hari ini. Aku jenguk gak ya ke apartemennya?" tanya Sarah yang sudah duduk di samping meja Kanaya. Kanaya menoleh dan menatap Sarah, sepertinya sahabatnya ini masih punya hati untuk Aldric walau sudah dicampakkan.
"Sar....kalau kamu kesana, apa yang kamu dapat? dia nggak akan menerima kamu lagi sebagai pacarnya, dia itu player dan pasti pacar pacarnya yang banyak itu sudah bergantian merawatnya," omel Kanaya gemas pada Sarah yang masih memiliki rasa khawatir pada Aldric.
"Iya juga sih." wajah Sarah terlihat murung dan berdiri kemudian kembali ke meja kerjanya. Kanaya merasa iba pada Sarah tapi ia tak dapat berbuat apa apa, jika mendukung Sarah pasti akan membuat Sarah makin berharap pada Aldric dan makin sakit nantinya. Track record Aldric yang playboy seharusnya bisa membuat Sarah tak memikirkannya lagi.
Jam menunjukkan pukul 5, waktunya pulang, saat keluar dari lift melintasi lobby ponselnya berbunyi, ia lihat nama staf manajemen apartemen dimana ia membeli apartemen.
"Halo...."
"Halo mbak Kanaya..."
"Kenapa mbak?"
"Ada yang berminat menyewa apartemen mbak Kanaya, lumayan mbak buat nambah bayar cicilan, dari pada kosong dan rusak kan lebih baik disewakan."
Kanaya berfikir sejenak, benar juga apa yang dikatakan staf itu, ia juga jarang kesana karena kesibukan.
"Boleh deh mbak."
"Ya sudah mbak Kanaya kesini sekarang menemui orangnya, temui saya dulu mbak biar tahu harga pasaran sewa apartemen disini."
"Okey, thanks mbak."
Kanaya mengakhiri sambungan teleponnya
Kanaya mengurungkan niatnya untuk pulang dan segera menghentikan taksi menuju unit apartemen dimana ia membeli secara kredit, dalam waktu 1 jam ia sudah sampai, ia masuk dalam lobby dan menuju ruang manajemen dan minta perkiraan harga sewa apartemennya setelah itu staff itu mempertemukan Kanaya dengan orang yang akan menyewa apartemennya, sebuah keluarga yang akan menyewa unit apartemennya di lantai 12.
Kanaya menunjukkan interior apartemennya pada suami istri dan anak mereka yang masih balita, dan mereka setuju untuk menyewanya dan akan masuk besok dengan barang barang mereka, Kanaya bersyukur bisa punya tambahan uang untuk membayar cicilan apartemennya, apalagi mereka membayar langsung untuk satu tahun kedepan.
Kanaya sudah menghubungi ibu dan ayahnya jika ia akan pulang terlambat hari ini karena ada urusan, Kanaya melangkah menyusuri lorong apartemen dan ia melewati unit apartemen Aldric. Kanaya bertanya dalam hati apakah Aldric sudah baik baik saja, tapi kenapa ia harus khawatir, pasti ada pacarnya yang setia merawat Aldric. Kanaya berjalan menuju lift tetapi sebelum sampai lift ponsel Kanaya berbunyi, matanya membola saat nama Aldric muncul di layar ponselnya.
"Ya ampun....baru juga di pikirkan malah menelepon nih orang, nggak bisa difikirkan dikit nih orang," gerutu Kanaya lalu menjawab panggilan Aldric.
"Halo..."
"Kay....aku..." brukk…
"Halo...Al...Aldric jangan bercanda," ucap Kanaya, Kanaya tak mendengar suara Aldric lagi, ia kemudian berbalik dan kembali ke unit apartemen Aldric, ia menekan bel berkali kali tapi tak tanda tanda Aldric akan membuka pintu.
Kanaya mencoba menghubungi staff apartemen yang ia kenal dan meminta cadangan kartu akses apartemen Aldric, tak lama seorang security datang bersama staf dengan membawa kartu akses apartemen dan masuk ke dalam apartemen Aldric. Kanaya bergegas masuk lebih dalam menuju kamar Aldric dan ia terkejut saat melihat tubuh Aldric tersungkur di lantai dekat ranjang.
Kanaya meminta bantuan security untuk mengangkat tubuh Aldric ke atas ranjang, Kanaya bingung apa yang harus ia lakukan sekarang, hari sudah beranjak malam.
"Ini bagaimana ceritanya aku disini malam malam dan dia sakit, apa yang harus aku lakukan?" gumam Kanaya bingung.
"Kami keluar dulu mbak Kanaya," ucap staff manajemen diikuti oleh security.
"Tunggu... disekitar sini ada klinik atau rumah sakit?" tanya Kanaya.
"Agak jauh sih mbak, panggil dokter saja mbak, apa perlu saya carikan?"
Kanaya berpikir sejenak.
"Mmm....tidak perlu, biar saya saja. Terima kasih."
"Baiklah," staff manajemen dan security keluar, tinggallah Kanaya seorang diri bersama Aldric yang pingsan. Ia mendial nomor Shan, untungnya saat di igd kemarin ia sempat bertukar nomor ponsel dengan Shan yang notabene adalah teman SMA nya dulu.
"Halo Shan...."
"Kay....hai, ada apa?"
"Aku ganggu ya?"
"Enggak, kenapa?"
"Kamu lagi dinas atau free?"
"Kebetulan aku free hari ini, kenapa, mau ajak jalan?"
"Hahaha bisa saja, aku bisa minta tolong? temanku yang kemarin di igd pingsan di apartemennya, kamu bisa kesini nggak?"
"Bisa, share location saja biar aku kesana sekarang."
"Oke, thanks Shan."
Kanaya bernafas lega, Aldric akan ditangani tapi bagaimana setelah itu, tidak mungkin jika ia biarkan Aldric sendiri dalam keadaan sakit. Kanaya pusing sendiri memikirkan hal itu, ia keluar dari kamar Aldric dan menunggu kedatangan Shan, tiga puluh menit kemudian bel pintu apartemen Aldric berbunyi.
Kanaya berjalan menuju pintu dan membukanya, ia tersenyum melihat Shan sudah ada di depannya. Shan berjalan masuk dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, ia mengagumi interior apartemen Aldric, terlihat berselera tinggi.
"Shan....ayo," ajak Kanaya pada Shan untuk memasuki kamar Aldric.
"Yakin hanya teman Kay?" tanya Shan dengan tangan sibuk memeriksa keadaan Aldric.
"Iya yakin, memangnya kenapa Shan?"
"Ya enggak, pacar juga nggak apa apa kali Kay, tidak usah disembunyikan."
"Apa yang harus disembunyikan Shan, aku dan Aldric rekan kerja, tidak lebih. Kamu lihat aku di apartemennya itu kebetulan belaka," jawab Kanaya.
Shan hanya diam, secara logika tidak mungkin tiba tiba Kanaya selalu datang saat Aldric sakit, pasti ada hubungan spesial diantara mereka. Padahal ia sangat senang bisa bertemu dengan Kanaya lagi, walau ia tak terlalu dekat dengan Kanaya saat SMA dulu tapi ia selalu kagum dengan Kanaya yang aktif berorganisasi dan tegas pada setiap teman yang nakal, suka membela yang lemah karena Kanaya memiliki ilmu beladiri yang mumpuni.
Tapi ia sedikit kecewa saat tahu Kanaya akrab dengan pasien yang ia tangani. Sejatinya ia memiliki perasaan khusus untuk Kanaya sejak dulu dan sangat senang saat bertemu di IGD rumah sakit tempat ia bekerja kemarin.
"Bagaimana Shan?"
"Dia kurang asupan makanan Kay, kamu tidak memberi pacar kamu makan apa? dia kan sakit harus banyak makan makanan yang bergizi."
"Ck...dibilang bukan pacar juga," gerutu Kanaya.
"Ini aku resepkan vitamin dan obat buat pacar...eh teman kamu."
"Ok, thanks ya Shan sudah mau aku repotkan."
"Sama sama, kalau lain kali aku ajak makan diluar bagaimana Kay?"
"Boleh, kalau aku tidak sibuk aku mau," jawab Kanaya.
"Oke, kalau begitu aku pulang dulu."
"Oke, aku antar ke depan."
Kanaya mengantarkan Shan sampai depan pintu, setelah menutup pintu ia akan kembali ke kamar Aldric tapi ia urungkan karena ia harus menebus vitamin dan obat, ia kemudian mengambil kartu akses yang ada di meja dekat pintu, ia akan keluar dan kalau tak membawa kartu akses ia akan kesulitan masuk.
Aldric membuka matanya, kepalanya terasa pusing. Itu karena ia belum makan seharian, ia malas menghubungi siapapun karena tak mungkin ada yang perduli padanya, jadi ia putuskan tidur dan istirahat namun malah tubuhnya terasa makin lemas dan saat ia berusaha ke kamar mandi ia malah tersungkur tetapi ia sempat menghubungi Kanaya.
Aldric akan bangkit tapi ia makin pusing jadi ia urungkan niatnya.
"Sudah sadar?"
Aldric terbelalak melihat Kanaya membawa paperbag berjalan memasuki kamarnya.
"Kay....kamu kenapa ada disini?"
"Kamu yang menghubungi aku, remember?"
"Maaf merepotkan kamu Kay."
"Sudah terlanjur mau bagaimana, kan sudah aku bilang hubungi orangtua kamu, atau pacar kamu gitu buat merawat kamu saat sakit begini."
Aldric diam menatap Kanaya yang mengeluarkan kotak makanan dari paperbag.
"Makan dulu," Kanaya menyodorkan kotak makanan pada Aldric.
"Thank you."
"Setelah itu minum obat dan vitaminnya."
"Obat dari mana?"
"Tadi aku minta temanku yang dokter untuk memeriksa kamu dan dia meresepkan vitamin dan obat. Yang di IGD kemarin itu teman SMA aku."
"Oh..."
Kanaya menatap jam dinding kamar Aldric yang menunjukkan pukul 10 malam, ia yakin ayah dan ibunya khawatir karena ia belum pulang.
Kanaya berencana pulang saat Aldric tidur nanti.
Lynagabrielangga