10. Fakta Baru

1645 Words
Javier memasuki ruang kerja Eldo di Center Point. "Ada sesuatu yang harus aku sampaikan, tapi aku rasa kau tidak akan menyukainya." "Ada apa? Tidak perlu bertele-tele." Eldo mengangkat wajahnya dari berkas-berkas yang tengah dipelajarinya. Javier duduk dengan santai di kursi depan meja kerja Eldo. "Salah satu anggota kita menghilang." "Siapa?" "Aku tidak tahu namanya, tapi dia anak buah Blake. Dia yang biasa bertugas untuk menjaring pemakai baru. Terakhir kali Blake menugaskannya untuk mencari peluang di lahan baru, dan sampai hari ini anak itu tidak kembali. Blake belum berhasil melacak keberadaannya." "Apa dia tertangkap oleh petugas?" "Sepertinya tidak. Informan kita di kepolisian mengatakan tidak ada laporan tentang itu." "Mungkin dia tertangkap oleh jaringan lain, atau dia mencoba melarikan diri. Awasi terus dan kabarkan padaku perkembangannya." "Tentu." Javier mengangguk tenang. Setelah itu ia tidak mengatakan apa-apa lagi, begitu juga dengan Eldo. Lama ia memandangi sahabat sekaligus bosnya ini. "Kenapa masih di sini?" ujar Eldo datar. Ia merasa terganggu dengan kehadiran Javier. "Boleh aku bertanya?" tanya Javier sambil memainkan papan nama milik Eldo di atas meja kerja. Eldo meletakkan berkas di tangannya, menyandarkan punggung dan melipat tangannya di depan d**a. "Apa lagi kali ini? Aku merasa sepertinya kau ingin menanyakan sesuatu yang tidak akan aku sukai." "Aku hanya heran melihatmu. Akhir-akhir ini kau lebih sering menghabiskan waktumu di Center Point ketimbang di Riverside Point atau J Club." Selama Javier menjadi orang kepercayaan Eldo, ia tahu sahabatnya itu jarang sekali mendatangi langsung kantornya di Center Point jika tidak ada hal yang penting. Tapi beberapa minggu ini, Eldo sepertinya begitu tertarik berkutat di sana. Tentu saja hal ini terasa janggal. Karena jelas Javier tahu bahwa Center Point adalah sektor usaha yang tidak terlalu penting bagi Eldo. "Adakah peraturan yang menentukan di mana aku harus berada?" Eldo memicingkan matanya. Mendapati reaksi Eldo yang terlihat terganggu dengan pertanyaannya, Javier malah terkekeh dan menggeleng. Seperti biasa Eldo memang selalu membalas pertanyaannya dengan nada pedas. Namun entah mengapa Javier tetap melakukannya meski ia tahu jawaban macam apa yang akan diterimanya. "Kau selalu menjawabku dengan sinis." "Karena kau selalu cerewet." "Kalau begitu kenapa kau masih mempertahankan aku untuk menjadi orang kepercayaanmu?" "Karena hanya kau yang tahan menghadapiku." Javier tergelak mendengar kejujuran Eldo. Memang benar, tidak banyak orang yang sanggup menghadapi Eldo yang sulit. "Kalau begitu harusnya kau bisa bersikap lebih baik padaku." "Diamlah, Jav! Kau semakin menyebalkan." Eldo kembali memajukan tubuhnya dan memaksa dirinya kembali berkonsentrasi pada berkas yang tadi sedang dipelajarinya. "Entah mengapa aku memiliki firasat bahwa keberadaanmu di Center Point ini ada hubungannya dengan gadis itu." Meski Eldo sudah kesal padanya, Javier tetap tidak berhenti mengutarakan isi kepalanya. "Omong-omong aku jadi teringat pada gadis itu. Apa kau benar-benar akan menahannya terus di rumahmu?" "Apa aku terlihat seperti sedang bermain-main?" Eldo mengangkat sebelah alisnya. "Tidak. Tapi kau memang sedang mempermainkan hidupnya. Bukankah begitu?" "Salahkan mereka yang lebih dulu mempermainkan hidupku," ujar Eldo dingin. *** "Hei!" Zka terkejut ketika merasakan seseorang memeluknya dari belakang dan menyurukkan wajahnya di pundaknya. Sedari tadi ia sedang duduk sendirian di salah satu kursi panjang dekat gedung kuliahnya. Melamunkan entah apa, karena akhir-akhir ini ia memang banyak menghabiskan waktunya untuk berdiam diri. Aroma lembut yang menguar dari sosok yang memeluknya membuat Zka segera menyadari siapa yang tengah memeluknya. Gadis itu terus saja membenamkan wajahnya di pundak Zka. "Alanis, ada apa?" tanya Zka lembut sambil menepuk lengan gadis itu. Alanis hanya menggeleng tapi tetap tidak mau mengangkat wajahnya. Zka mencoba untuk melepaskan rangkulan Alanis dan memutar tubuhnya agar ia bisa memandang wajah gadis itu. "Alanis, jangan membuatku khawatir. Ada apa denganmu?" Jelas Zka merasa resah melihat tingkah Alanis. Sepupunya ini adalah gadis yang selalu ceria, Zka hampir tidak pernah mendapati Alanis bersedih dan murung. "Zka, aku terancam tidak dapat melanjutkan kuliahku." Alanis menutup wajahnya dan terisak. "Hah?! Apa maksudmu? Apa yang terjadi?" Zka begitu terkejut mendengar kata-kata Alanis. Alasan apa yang menyebabkan sepupunya ini tidak dapat melanjutkan kuliah? "Dad bangkrut, Zka. Sekarang Dad terlilit hutang yang besar." "Bagaimana bisa? Bukankah selama ini usaha Uncle Morgan baik-baik saja?" Zka benar-benar terkejut mendengarnya. Setahu Zka, kondisi ekonomi keluarga Alanis baik-baik saja, bahkan sangat baik. Ketika keluarga Zka mengalami kesulitan, beberapa kali keluarga Alanis memberikan bantuan untuk mereka. Namun semenjak ayah tiri, Billy Huang, meninggal, ibunya tidak mau lagi menerima bantuan dari keluarga Alanis. Yvone merasa sungkan, ia merasa tidak nyaman terus menerus menerima bantuan dari keluarga adik laki-laki suaminya itu. "Itu yang aku tahu. Tapi ternyata sudah lama Dad mengalami masalah." "Coba ceritakan dengan jelas, Alanis. Aku tidak mengerti." "Kemarin pihak bank datang dan menunjukkan surat perintah untuk menyita rumah kami. Mereka memberi kami waktu dua minggu untuk mengosongkan rumah kami. Setelah kejadian itu, Dad baru menceritakan yang sebenarnya pada kami. Ternyata sudah hampir dua tahun ini penjualan White Corner menurun drastis dan keadaan ini menyebabkan kondisi keuangan di sana mengalami krisis. Dad mencoba mempertahankan White Corner dengan mengajukan pinjaman ke bank, namun pada akhirnya Dad tidak bisa membayar pinjaman itu. Maka akhirnya bank terpaksa menyita rumah kami dan beberapa aset milik Dad yang lainnya." Zka merasa ngeri mendengarnya. Ia tidak bisa membayangkan perasaan Alanis sekeluarga. Belum lagi nasib pendidikan Alanis dan kedua adiknya. White Corner adalah perusahaan kosmetik yang dirintis oleh Morgan sejak belasan tahun lalu dan menjadi sumber pendapatan utama keluarga mereka. "Lalu bagaimana dengan nasib White Corner?" "Sebenarnya masih bisa diselamatkan. Kalau saja Dad setuju menyerahkan White Corner ke tangan pengelola lain. Ada perusahaan yang bersedia mengakuisisi White Corner. Jika saja Dad menerimanya, maka semua masalah ini akan selesai." "Apakah Uncle Morgan akan menerima tawaran itu?" "Dad belum tahu. Karena jika Dad setuju menjualnya, maka Dad tidak lagi menjadi pemilik White Corner. Dad hanya akan menjadi karyawan biasa. Sementara jika Dad tidak menjualnya, maka White Corner akan tamat. Rumah kami juga tidak dapat dipertahankan lagi." "Memangnya perusahaan apa yang berniat mengakuisisi White Corner?" Meski Zka tidak mengerti dunia bisnis dan tidak pernah tertarik mempelajari dunia bisnis, entah mengapa ia merasa penasaran kali ini. "Setahuku ..., Center Point." Mendadak tubuh Zka menegang mendengar nama Center Point. Berbagai pikiran buruk melintas begitu saja di dalam benaknya. Apakah ini hanya sebuah kebetulan belaka, ataukah memang ada hubungannya dengan Pria Iblis itu? *** Rasa penasaran membuat Zka nekat menjejakkan kakinya kembali di J Club tanpa izin dari Eldo. Dia harus mencari tahu tentang Pria Iblis itu, dan hanya satu nama yang terlintas di benaknya yang sekiranya dapat membantunya. Setelah hampir satu bulan, Zka kembali menjejakkan kakinya di J Club. Ia berjalan masuk dan berusaha menyesuaikan diri lagi dengan keadaan di sana, penerangan yang remang-remang, pengunjung yang berjejal, ingar-bingar musik yang memekakkan telinga, aroma alkohol yang kental dari napas para pengunjungnya, dan asap rokok yang mengepul terus menerus. Ada sedikit kecemasan dalam dirinya jika tiba-tiba saja Eldo bisa mengetahui keberadaannya. Zka mencoba bersikap tenang dan berbaur dengan pengunjung lain, berusaha terlihat santai agar tidak memancing kecurigaan. Mata Zka berkeliling mencari sosok yang ingin ditemuinya, dan tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan apa yang dicarinya. "Joana," bisik Zka di telinga wanita itu. Joana nampak terkejut melihat Zka di sana. "Kau? Apa yang kau lakukan di sini?" "Aku mencarimu." "Mencariku? Tuan Eldo yang menyuruhmu?" Zka menggeleng cepat. "Tidak. Dia bahkan tidak tahu aku datang ke sini." "Apa kau sudah gila?!" Joana hampir tersedak dan ia cepat-cepat meletakkan gelasnya di atas meja. "Kau sekarang adalah wanitanya, dan kau tidak boleh berkeliaran tanpa sepengtahuannya, Bocah!" "Shh! Pelankan suaramu, Joana!" Zka mencengkeram tangan Joana kuat-kuat. "Jangan memancing perhatian orang lain. Aku mohon rahasiakan hal ini." "Kau akan membuatku dalam masalah jika dia sampai tahu kau mencariku diam-diam seperti ini." Joana menggeleng kesal. "Aku mohon, sebentar saja. Aku benar-benar perlu bicara denganmu." "Baiklah. Katakan apa yang kau inginkan." "Aku ingin tahu tentang kehidupan Eldo." "Maksudmu?" Joana mengernyit curiga. "Sebenarnya siapa dia?" "Hei, Bocah! Aku tidak mengerti maksudmu. Coba bicara yang jelas." "Begini, Joana. Beberapa waktu yang lalu ia pernah menyuruhku datang ke kantor pusat Center Point. Apakah benar Center Point memang miliknya?" "Benar. Itu memang salah satu dari sekian banyak usaha yang Bos miliki," balas Joana santai. "Jadi begitu. Tadinya kukira ia hanya pemilik J Club." Zka terlihat termenung mendengar jawaban Joana. "Kau benar-benar bodoh, Zka. J Club hanya klub kecil yang tidak terlalu penting." Joana menertawakan ketidaktahuan Zka. "Yang benar saja?" Zka tidak percaya Joana mengatakan J Club ini hanyalah klub kecil. "Kalau begitu, apa ia masih memiliki usaha yang lain?" "Kau benar-benar sedang penasaran, ya?" "Hmm." Zka mengangguk cepat. "Akan aku ceritakan apa yang aku tahu. Selain J Club dan Center Point, Bos memiliki Riverside Point. Riverside Point adalah sebuah hotel mewah dengan kasino dan klub malam terbaik di wilayah ini. Riverside Point juga menyediakan wanita penghibur terbaik untuk menemani tamu-tamu dari kalangan atas. Sangat sulit untuk menjadi wanita penghibur di sana, aku bahkan tidak lolos seleksi." "Itu saja atau masih ada yang lain?" "Masih ada usaha ilegal yang dikelolanya." Joana memelankan suaranya dan menatap tajam ke arah Zka. "Ilegal?" Zka merasa tegang mendengar Joana berkata dengan nada misterius. "Hmm. Penjualan senjata dan obat-obatan terlarang." "Astaga!" Zka menutup mulutnya dengan tangan. Ternyata ia benar-benar sedang berurusan dengan seorang iblis berwujud manusia. "Memangnya kau tidak tahu?" "..." Zka menggeleng lesu. "Yah, setidaknya sekarang kau sudah tahu, bukan? Aku harap kau bisa lebih berhati-hati dalam bertindak setelah kau tahu dengan siapa kau berurusan." Joana menasihati Zka. "Apakah ia tidak pernah berurusan dengan pemerintah karena usaha gelapnya?" Keluguan Zka membuatnya sama sekali tidak memiliki bayangan mengenai dunia gelap semacam ini. "Tidak ada yang berani menyentuhnya. Jaringannya sudah begitu kuat. Bos adalah Black Dragon dari Region Selatan. Ia ditakuti di kalangan dunia hitam dan disegani oleh kalangan pemerintah." Zka bergidik membayangkan orang seperti apakah Eldo itu? Ia tidak pernah tahu ada dunia semacam ini di sekitarnya, dan kini ia terjerat di dalamnya. Terjerat bersama Pria Iblis yang begitu ditakuti oleh banyak orang. Kalau seperti ini, bagaimana caranya ia melepaskan diri dari pria itu? Zka tahu ia tidak bisa sembarang bertindak, atau dirinya tidak akan baik-baik saja. *** --- to be continue ---  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD