Bab 14

1037 Words
“Aku belum pergi, Pah. Sedang apa kalian? “ tanya Angga yang membuat Amel dan juga Pian terkejut titik biar dengan refleknya melepaskan kedua tangan yang senjata di melingkar di perut rata Amel, dan membalikkan badannya karena terkejut mendengar suara Angga. “ Apa yang Papa lakukan dengan Amel?” tanya Angga dengan penuh sedikit sambil menatap pada Amel dan juga Bian secara bergantian. “ Aku tadi hanya membantu Amel. Jangan salah paham dulu. Posisinya memang sangat dekat, dan kamu tidak tahu apa-apa, jadi kamu mikirnya kita kayak berpelukan. Tadi aku itu sebenarnya cuma mau bantu Amel saja. “Ujar Bian dengan nada dinginnya, yang langsung di angguk kepala oleh Amel. Namun, Entah kenapa Angga merasa curiga pada sang Papa, curiga sang Papa menjawab pertanyaannya dengan kebohongan. Angga melihat Amel dengan Tatapan yang sangat Intens, hingga membuat Amel sedikit gemetaran, takut kalau Angga tidak percaya dengan jawaban Bian tadi. "Amel. Ikut aku. Aku mau bicara.” Ujar Angga yang langsung membalikkan badannya untuk pergi dari ruang makan, setelah mengajak Amel pergi. " Angga, kamu tidak perlu bersikap kasar pada Amel, Amel tidak salah apa-apa. “Ujar Bian yang tidak ingin Angga menyalahkan Amel. Yah, Bian tahu kalau Angga tidak akan banyak bicara terhadap dirinya Karena Angga memang takut terhadap dirinya. Tapi bukan berarti Angga tidak bisa marah, karena Angga punya pelampiasan untuk melampiaskan kemarahannya, yaitu pada Amel. Tanpa menanggapi ucapan Bian, Angga langsung melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga, dan Amel terlihat sangat sedih, serta terlihat sangat takut kalau Angga bersikap kasar atau menyakiti fisiknya. Setelah Bian memastikan Angga sudah berada di atas, Bian mulai mendekati Amel, dan mengelus wajah Amel dengan penuh kelembutan. "Kamu tidak perlu takut. Katakan Saja sama aku kalau Angga menyakitimu. Kamu tidak perlu takut, karena ada aku. Oke.” Ujar Bian mencoba untuk menenangkan Amel, hingga membuat Amel terpaksa tersenyum meski tidak dipungkiri Amel tetap merasa takut. Amel Memeluk Bian dengan sangat erat sebelum ia menemui Angga, dan Bian dengan penuh kelembutan membalas perlukan Amel. "Selagi ada aku, tidak akan ada yang menyakitimu, termasuk Angga." Ujar Bian yang semakin mengeratkan pelukannya, hingga membuat Amel sedikit merasa tenang. Entah apa karena kata-kata Bian atau karena memang pelukan Bian yang berhasil menenangkan dirinya. Yang jelas, untuk saat ini Amel sedikit merasa lebih tenang. Setelah Amel merasa dirinya cukup lebih tenang juga lebih santai, Amel mulai menaiki anak tangga untuk menemui Angga, sebelum Angga benar-benar marah terhadap dirinya karena terlambat datang atau terlalu lama menunggu dirinya. Ceklek Amel melihat Angga Tengah berdiri di dekat ranjang, dan dengan cepat Amel membawa langkahnya untuk mendekati Angga. "Kak Angga, apa yang dikatakan Papa tadi di bawah itu benar, Papa memang hanya berusaha untuk membantuku saja. “Ujar Amel mencoba untuk membenarkan penjelasan Bian tadi, agar Angga benar-benar percaya terhadap Bian. “ Kalau memang itu benar, Kenapa papa seperti kesenangan memberitahu mu kalau aku sudah pergi? "Tanya Angga lagi, karena Angga masih tidak percaya akan jawaban Bian. “ Sesuai dengan dugaan, pasti Kak Angga tidak mudah percaya dengan jawaban Papa Bian tadi. " Gumam Amel membenarkan dugaannya di mana Angga tidak percaya dengan jawaban Bian tadi. “Aku sempat bertanya sama papa, kenapa papa yang mau bantuin aku, Kenapa bukan Kak Angga. Aku tanya, Kak Angga ke mana. Tadi aku tanya gitu sama papa, Makanya papa menjawab Kalau Kak Angga sudah pergi.“ Jawab Amel berusaha meyakinkan Angga, dan dengan perlahan Angga mendekati Amel, hingga dengan refleknya Amel memundurkan langkahnya karena takut agama menyakiti fisiknya. Angga langsung mendorong tubuh Amel secara kasar hingga Amel jatuh terlentang di atas ranjang. Angga pun menindih tubuh Amel dan menjepit kedua pipi Amel dengan kuat, membuat Amel panik. ” Aku tidak mau kamu mencoba untuk menggoda papa, dengan cara licik mu itu meminta bantuan pada papa, cara itu bukan berarti hal yang mudah untuk menggoda Papa. papa itu tipe pria yang tidak mudah tergoda, apalagi digoda perempuan sepertimu. "Ujar Angga Seraya melepaskan tantangannya dari wajah Amel secara kasar dan Entah kenapa Amel merasa sedikit sakit hati, karena secara tidak langsung Angga menghina dirinya yang tidak pantas menggoda seorang pria. Meski Sebenarnya Amel tidak menggoda papa Bian, tapi tidak dipungkiri Amel tersinggung dengan kata-kata Angga. “ Mulai saat ini, kalau ada papa ke rumah, kamu tidak perlu keluar untuk ikut menemui Papa, kecuali melayani di meja makan saja! Paham!" ujar Angga melarang Amel untuk ikut bergabung menemui Papa Bian. Karena Amel tidak ingin memperpanjang masalah, Amel tidak lagi berdebat dan memilih menganggukkan kepalanya untuk jadi seorang penurut. Setelah Angga memberi beberapa peringatan pada Amel, Angga keluar dari kamarnya karena Angga memang ada urusan. Karena Amel sudah mau berjanji atau menjadi seorang penurut terhadap Angga, Amel tidak lagi keluar dari kamarnya, sebagai tanda kalau ia patuh akan perintah Angga untuk tidak menemui Bian. Bian melihat kepergian Angga, dan Bian kembali ke meja makan untuk menunggu Amel. Bian menunggu Amel hingga beberapa menit lamanya, namun Bian tidak melihat Amel turun. Bian mulai merasa ada yang aneh. Bian pun mengambil ponselnya dan mencoba untuk mengirim pesan pada Amel, bertanya Kenapa ia tidak menemaninya sarapan. Sayangnya pesan yang dikirim oleh Bian tidak mendapat tanggapan apapun dari Amel, bahkan membukanya saja tidak. Karena Bian takut terjadi sesuatu pada Amel, akhirnya Bian pun memutuskan untuk melihat secara langsung kondisi Amel. Amel sendiri Tengah berdiri di dekat jendela sambil menatap keluar, lebih tempatnya Amel melamun, hingga Amel tidak sadar saat Bian membuka pintu kamarnya. Bian yang melihat Amel tengah melamun dengan perlahan Mengunci pintu kamar Amel, dan mulai membawa langkah pelannya untuk mendekati Amel. Lagi-lagi Bian memeluk Amel dari belakang seperti di dapur tadi, hingga membuat Amel berjingkrak karena kaget. “ Papa ngapain ke sini? Aku tidak mau ya Kak Angga marah lagi sama aku. “Ujar Amel mencoba untuk melepaskan tangan Bian yang melingkar dengan sangat erat di perutnya. “ Sayang apa Angga menyakitimu? "Tanya Bian dengan mengabaikan kata-kata Amel yang secara tidak langsung melarang dirinya masuk ke kamarnya. “ Aku tidak apa-apa. Sekarang Papa keluar dari kamar ini. Aku Takut Kak Angga tahu nantinya. “Jawab Amel yang langsung memaksa Bian untuk keluar dari kamarnya. “ Kamu menyuruh aku keluar dari kamar ini, itu artinya kamu menyuruhku untuk menghamilimu saat ini juga.” Ujar Bian dengan penuh ketegasan serta gerakan cepat yang langsung merobek pakaian Amel, dan melempar tubuh Amel keranjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD