Hari Libur

1121 Words
Week end, tiba. Waktunya bagi Shilla melepaskan semua penatnya, di tempat favoritnya. Kasur. Sejak pagi, Shilla hampir tak beranjak dari kasurnya, yang memang sengaja tak ia pasang ranjang. Shilla lebih suka kasur yang dibentang langsung di lantai. Lebih nyaman, dan mengurangi resiko terjatuh dari ketinggian. Di sisi kiri kasurnya, terdapat meja panjang, yang sudah ia letakkan beberapa cemilan pedas di atasnya. Sedang di bagian dekat kakinya, terdapat kulkas yang isinya hampir penuh dengan minuman berwarna-warni kesukaan Shilla. Kamar kos Shilla, hanya satu petak saja. Namun ukurannya, lumayan luas. Hingga meski terdapat dapur dan kamar mandi di dalamnya. Shilla masih bisa bergerak dengan bebas karna ruangan yang tak sempit. Pintu kamar Shilla terketuk, diiringi dengan suara seorang perempuan yang memanggil namanya. "Sebentar," jawab Shilla, sambil turun dari kasurnya. Saat pintu dibuka, Shilla dapati seorang gadis muda, yang ia kenal sebagai Lani, anak pemilik kosannya, berdiri di depan pintunya. "Kenapa, Lan?" "Itu, Mbak. Pacar Mbak Shilla nungguin di bawah." Kening Shilla sedikit berkerut, mendengar ucapan Lani. Seingatnya, Pras belum menghubungi dirinya sama sekali. Sejak lelaki itu pamit untuk pergi berolahraga pagi tadi. "Oke. Tolong bilang untuk tunggu sebentar, ya. Aku rapihin baju dulu." Setelah dipesan seperti itu, Lani pun, pamit untuk turun ke bawah pada Shilla. Kemudian, Shilla mengambil jaket yang tergantung di balik pintunya. Baru setelah jaket itu menutupi tubuhnya, Shilla menyusul Lani turun ke bawah. Kosan tempat Shilla tinggal, merupakan kosan putri, yang sangat ketat peraturannya. Di sini, tamu dilarang masuk ke dalam kamar. Terutama, tamu lelaki. Semua kamar penghuninya, berada di lantai dua dan tiga. Sedang lantai satu, menjadi tempat tinggal pemilik kos beserta keluarganya. Di lantai satu, sengaja disediakan ruang tamu yang luas. Agar jika ada tamu dari para penghuni datang, pemilik kos masih bisa memantau mereka. Bukan apa-apa. Pemilik kos hanya tak ingin ada perbuatan asusila di kosannya. Saat Shilla sudah di tangga, ia bisa melihat Pras sudah duduk di salah satu kursi ruang tamu. "Kok, kamu ga ngabarin kalau mau ke sini." Pras menoleh, saat mendengar suara Shilla. "Maaf. Ponselku hilang, saat olahraga pagi tadi." Shilla menghela napasnya. Entah mengapa, kekasihnya ini bisa sangat ceroboh. Sejak mereka berpacaran, sepertinya ini kali kedua Pras kehilangan ponselnya. "Terus, gimana?" tanya Shilla. "Temenin aku beli ponsel baru, ya," pinta Pras, yang mau tak mau, diangguki oleh Shilla. "Aku siap-siap dulu kalau gitu." "Iya." Shilla kembali ke kamarnya. Bergegas mandi, dan menggunakan pakaian ternyamannya. Tanpa make up. Shilla lebih suka hanya menggunakan skin care dan sunscreen saja, saat pergi ke luar di hari liburnya. Baginya, libur bekerja sama dengan libur berdandan. "Yuk!" Tak sampai setengah jam. Shilla sudah rapih dengan tampilan kasualnya. Pras berdiri, kemudian menggandeng Shilla menuju mobilnya. Setelah itu, keduanya mengunjungi salah satu pusat perbelanjaan yang terdekat dari kosan Shilla. *** Sesampainya di pusat perbelanjaan. Pras tak langsung mengajak Shilla membeli ponsel. Ia malah mengajak Shilla untuk menonton bioskop terlebih dahulu. Pras berkata, ada film yang sudah ia tunggu sejak tahun lalu dan baru diputar pekan ini. "Kenapa bukan beli ponsel dulu, sih," protes Shilla, saat Pras baru kembali dari membeli tiket. "Soalnya, jam tayangnya tinggal sepuluh menit lagi. Kalau harus nunggu jam tayang berikutnya, bakal lama lagi." Shilla menghela napasnya, mendengar jawaban Pras. "Aku mau beli pop corn. Kamu mau nitip makanan apa?" "Apa aja, deh," jawab Shilla agak malas. Paham dengan perasaan Shilla, yang sepertinya sedang malas. Pras memilih untuk membelikan Shilla hot dog, juga waffle dengan topping ice cream coklat. Tak lupa, satu gelas brown sugar milk kesukaan Shilla. "Nih." Pras menyerahkan minuman dan waffle pada Shilla. Sedang hot dognya, ia yang membawakan. Keduanyab segera memasuki gedung teater, karna film akan dimulai sebentar lagi. Dua jam empat puluh menit, durasi pemutaran filmnya. Buat Shilla, durasi tersebut cukup lama. Apalagi, ia tak terlalu menikmati filmnya. Karna memang itu bukan salah satu film yang Shilla suka. Sadar jika perasaan Shilla semakin memburuk, Pras pun, meminta maaf pada kekasihnya itu. "Ngebosenin filmnya, ya?" Shilla mengangguk, menjawab jujur. Pras meringis. "Maaf," ucapnya menyesal. Ia yang sejak tadi terlalu bersemangat dengan filmnya, sampai mengabaikan perasaan Shilla. "It's oke. Cuma aku harap, jangan diulangin lagi aja. Kalau emang kamu mau nonton film kaya gitu, kamu bisa ajak temen satu komunitas kamu." Pras memang telah lama bergabung dengan salah satu komunitas pecinta film. Semua info mengenai film, anime, atau serial lainnya. Ia dapatkan dari komunitas itu. Namun hari ini, karna ia ingin membeli ponsel. Jadi Pras berpikir, tak apa jika sekalian menonton film yang sudah ia tunggu tersebut. Namun sayang, ternyata keputusannya itu justru membuat suasana hati sang kekasih menjadi buruk. Pras mengangguk, lalu menarik Shilla ke dalam pelukannya. "Sekali lagi, maafin aku, ya," ucapnya karna sadar telah melakukan kesalahan. "Iya." Setelah perasaan Shilla membaik. Mereka pun, melanjutkan rencana awal mereka. Membeli ponsel baru. *** Sungguh, Shilla tak habis pikir. Bagaimana bisa seseorang menghabiskan uang belasan juta, hanya untuk satu buah ponsel. Jika Shilla, ia akan memilih untuk membeli ponsel seadanya, dan menabung sisa uangnya. Bahkan, ponsel mahal yang Shilla miliki sekarang adalah, hadiah ulang tahun yang Pras berikan untuknya. Shilla bahkan sempat menolak hadiah tersebut, saat ia mengintip harga ponsel tersebut mencapai tiga belas juta, di salah satu situs belanja online. Namun Pras tetap bersikeras agar Shilla menerima ponsel tersebut. "Kamu ga ngerasa sayang, beli ponsel semahal itu, Pras?" tanya Shilla, pada Pras, yang baru saja selesai melakukan p********n ponselnya. "Menurutku worth it, sih sama fitur yang ada di ponselnya." "Tapi kan, ponsel lain yang lebih murah juga sama aja isinya." Pras tertawa mendengar ucapan Shilla. Memang, kekasih satunya itu sangat ajaib. Jika kebanyakan temen kantor wanitanya justru sangat terobsesi dengan ponsel mahal. Maka tidak dengan Shilla. Bahkan sebelum ia memberi hadiah ponsel. Shilla telah menggunakan ponsel jadulnya, lebih dari lima tahun. Padahal, ia sendiri bukan lah, orang yang gaptek. Hanya saja, Shilla memang bukan tipe wanita yang suka menghabiskan banyak uangnya untuk membeli barang mahal. Menurutnya, menabung untuk menghidupi keluarganya lebih penting. Ketimbang beli barang mahal, yang sebenarnya memiliki pilihan lain, yang harganya lebih murah dan terjangkau. "Dari pada kamu pusing mikirin harga ponsel aku. Mending kamu mikirin, abis ini kita mau makan apa. Aku udah laper lagi soalnya." Shilla menurut. Ia mulai memikirkan makanan apa yang enak disantap di saat seperti ini. "Jjamppong, gimana?" "Boleh. Kebetulan di sini ada resto Korea, yang nyediain jjamppong yang enak," ucap Pras menyetujui saran Shilla. Shilla bersorak, membuat Pras kembali tertawa. Rasanya, Pras selalu gemas dengan tingkah kekasihnya itu saat berada di luar jam kantor. Jika di kantor, Shilla selalu tampak berwibawa dan dewasa. Maka, saat di luar jam kantor. Shilla justru akan bersikap layaknya abege yang baru saja masuk kuliah. "Let's go. Kita makan jjamppong." Pras menarik tangan Shilla ke luar toko, saat transaksi pembeliannya telah selesai. Lalu mulai menyusuri pusat perbelanjaan itu, untuk mencari restoran yang mereka tuju.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD