Dulu

1373 Words
Empat belas tahun yang lalu, adalah saat pertama kali Ashilla Zalina, bertemu dengan Aprilio Mahendra. Seorang ketua OSIS, yang sangat digilai para siswi di sana. Remaja tampan, dengan kecerdasan di atas rata-rata. Bahkan, sejak awal masuknya ia ke sekolah itu, para guru sudah banyak yang mengandalkan dirinya dalam membantu pelajaran teman-temannya. Jika biasanya ketua OSIS, menjabat saat kelas dua SMA. Tak begitu dengan Aprilio, atau yang kerap disapa, Lio. Ia berhasil menjabat sebagai ketua OSIS, saat masih di kelas satu SMA. Karna menurut banyak orang, Lio pasti mampu mengemban jabatan itu dengan baik. Teriknya matahari siang itu, tak menyurutkan perjuangan Ashilla, untuk terus berlari menggantikan teman satu SMP-nya, yang ia tau memang memiliki kondisi fisik yang lemah sejak dulu. Bahkan saat di SMP pun, temannya itu selalu mengikuti kegiatan upacara dari depan kelas, yang tak terkena sinar matahari sambil duduk di bangku. Teman yang bernama Gita itu, tak sengaja berjongkok karna sudah mulai merasa pusing, saat upacara pembukaan kegiatan masa orientasi siswa baru berlangsung selama sepuluh menit. Para senior yang melihat Gita, langsung menghukum anak itu. Mereka tak menerima alasan Gita, meski wajah Gita sudah mulai memucat. Shilla semasa sekolah, yang memang mengetahui kondisi Gita, membela temannya itu. Namun sayang, para senior tetap tak mau mendengar ucapan Shilla. Pada akhirnya, Shilla merelakan dirinya untuk menggantikan Gita, lari keliling lapangan selama sepuluh kali di siang itu. Tak ingin terulang kejadian yang sama. Gita meminta orang tuanya datang ke sekolah, dan memberitahukan kondisi fisik Gita yang lemah. Agar ia bisa diberi keringanan untuk tak mengikuti kegiatan upacara lagi. Dengan begitu, ia atau pun, Shilla tak akan dihukum lagi. "Kamu, diijinin buat ga ikut upacara lagi, Git?" Gita sedikit kaget, saat Shilla tiba-tiba saja duduk di sampingnya. Saat ini, mereka tengah berada di kantin. Menunggu waktu dimulainya kegiatan MOS hari kedua. "Iya. Tadi pagi papahku dateng buat minta keringanan." "Syukur, deh kalau gitu." Shilla bisa sedikit bernapas lega. Ia tak perlu menggantikan Gita lagi untuk berlari jika gadis itu tak kuat mengikuti upacara. "Makasih banyak, Ashi. Karna udah bantu aku kemarin." Gita menyodorkan sebatang coklat, yang memang sudah ia sediakan sejak kemarin malam, untuk ia berikan pada Shilla hari ini. Ashi adalah nama panggilan Ashilla, sejak ia masih kecil. Maka dari itu, semua teman sekolahnya memanggil ia Ashi. Shilla mengerjap. "Ini buat aku?" tanyanya memastikan. Gita mengangguk sebagai jawabannya. "Kenapa?" tanya Shilla, lagi. "Sebagai obat penghilang cape kamu. Meski aku kasihnya telat." Gita tersenyum malu, saat mengatakan kalimatnya barusan. Dengan perasaan senang, Shilla menerima coklat pemberian Gita itu. "Makasih banyak ya, Git." Gita menggeleng. "Ini ga seberapa, dibanding capenya kamu lari keliling lapangan kemarin." Shilla tertawa mendengarnya. "Santai aja, lagi. Aku udah biasa kok, kalau lari, mah." Dengan segera, Shilla membuka kertas pembungkus coklat tersebut. Dan dengan lahap memakan coklat yang terdapat kacang mede di dalamnya itu. Melihat cara makan Shilla, yang terlihat sangat menikmati. Mau tak mau, membawa kebahagiaan tersendiri di hati Gita. *** Di sudut kantin, Lio tengah duduk bersama beberapa temannya. Sejak tadi, perhatiannya tertuju pada gadis manis, yang saat ini tengah sibuk menikmati coklatnya. "Woy. Lu denger kita ga, sih?" Perhatian Lio pecah, setelah Bayu menepuk pundaknya cukup keras. "Sakit, woy," keluh Lio, yang diabaikan Bayu. "Lu ikut kita kan, rapat siang nanti?" Mengabaikan keluhan Lio, kini giliran Adam yang bertanya. "Liat nanti, deh. Gue masih ada kerjaan." Lio menghabiskan minuman di depannya. Kemudian berdiri, dan berjalan menuju lapangan. Karna sebentar lagi, waktu masuk sekolah akan tiba. Dan beberapa kegiatan MOS, sudah menanti dirinya. Terlebih, ia memilki rencana khusus untuk gadis yang sejak tadi ia perhatikan. *** Lagi-lagi, Shilla harus berkeliling lapangan di hari kedua kegiatan MOS. Jika kemarin, ia menggantikan Gita. Maka kali ini, ia dihukum atas kesalahan dirinya sendiri. Kemarin, semua panitia sudah mengingatkan para peserta untuk membawa makanan yang diperintahkan saja. Tapi Shilla terlupa. Ia menyisakan coklat pemberian Gita tadi, dan menyimpannya di dalam tas yang terbuat dari karung terigu berwarna putih gading. Hingga saat pemeriksaan tiba, panitia menemukan sisa coklat di tas Shilla. Dan membuatnya kembali di hukum. Napas Shilla sedikit memburu, setelah ia menyelesaikan sepuluh putarannya. Ia mendudukkan dirinya, di atas rumput samping lapangan tempatnya berlari. "Nih," Shilla terlonjak kaget, saat Ayu, panitia pengawas kelompoknya, memberikan sebotol minuman isotonik padanya. "Makasih, Kak." Shilla menerima botol tersebut, sambil tersenyum. "Jangan bilang makasih sama gue. Tapi, bilang langsung ke kak Lio." Shilla melihat ekspresi tak suka, dari wajah Ayu. Yang entah apa alasannya, ia tak tau. Alis Shilla sedikit berkerut, demi mendengar nama yang Ayu sebut. "Kak Lio tuh, siapa?" Ayu terkejut, mendengar pertanyaan Shilla. Apalagi, Shilla bertanya seperti itu dengan tatapan polosnya. "Kamu ga tau kak Lio itu siapa?" tanya Ayu memastikan. Rasanya mustahil, jika ada yang tidak kenal Lio. Lelaki muda itu, biasanya selalu menarik perhatian para gadis dengan mudahnya. Shilla hanya menggeleng. Ayu menghela napasnya. Kemudian, sebaris senyum kecil terbit di bibirnya. "Yaudah, kalau kamu ga tau. Gue tinggal, ya." Tanpa menunggu jawaban Shilla. Ayu berlalu begitu saja. Shilla memperhatikan botol minuman dalam genggamannya. Sambil mengingat, siapa pemilik nama Lio. Beberapa saat ia berusaha, tak ia temukan jawabannya. Acuh. Ia memilih untuk menenggak habis minuman tersebut, *** Hari terakhir kegiatan MOS. Lagi dan lagi. Shilla kembali mendapat hukuman. Dan Shilla yakin bahwa, ia akan menjadi murid yang paling buruk selama kegiatan MOS tahun ini. Pagi tadi, Shilla berangkat menggunakan angkutan umum. Saat angkutan umum yang ia tumpangi akan berjalan. Seorang ibu hamil berteriak untuk meminta sopir angkot tersebut menunggunya. "Udah penuh, Bu," ucap sang sopir, sambil melirik ke arah sang ibu hamil dan bagian dalam angkotnya, yang memang sudah penuh. "Ga pa-pa, Pak. Saya duduk di depan pintu juga ga apa. Saya mau ke puskesmas. Takut keburu tutup, kalau nunggu angkot berikutnya." Di daerah sini, angkot memang tak sebanyak daerah lain. Karna penduduknya juga tak seramai daerah lainnya. Dan puskesmas terdekat pun, memiliki beberapa pelayanan yang memang terbatas waktunya. Jadi wajar, jika sang ibu hamil nekat ingin duduk di depan pintu. Melihat sang ibu, yang memohon sambil memelas. Shilla menjadi tak tega. Ia pun, mengalah turun dan memberikan kursinya pada Shilla. "Makasih banyak ya, Dek. Semoga hidup kamu bahagia selalu, karna udah menolong saya." Doa tersebut, langsung Shilla aminkan. Shilla menatap angkot yang berjalan semakin menjauh. Kemudian, melirik pada jam butut yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kayanya, mending jalan kaki ke jalan depan, deh. Yang lebih banyak angkotnya. Daripada nunggu di sini. Ga tau kapan lewatnya." Shilla mempercepat langkahnya. Berharap, bisa segera sampai di jalan yang ramai angkot. Butuh waktu tiga puluh menit bagi Shilla. Hingga akhirnya, ia bisa menumpang angkot tujuannya. Sayangnya, ia terlambat sepuluh menit di sekolah. Jadi lah, ia kini dihukum di depan para peserta MOS, yang sedang duduk berjejer di lapangan. "Nih. Kamu kasih bunga ini ke kak Lio, yang lagi berdiri di samping tiang bendera itu. Abis itu, kamu harus nyatain cinta kamu ke kak Lio," titah salah seorang panitia cowok, sambil memberikan satu bunga geranium, yang memang tumbuh banyak di sekolah itu. Mereka sudah bosan, meminta Shilla untuk lari keliling lapangan. Maka dari itu, mereka meminta Shilla untuk melakukan hal yang lain, sebagai hukumannya. "Cuma nyatain cinta aja kan, Kak?" tanya Shilla, sambil menerima bunga pemberian seniornya itu. "No. Pernyataan cinta kamu juga harus diterima sama kak Lio. Kalau ditolak, kamu bakal lari lagi keliling lapangan." Shilla menghela napasnya. Kemudian berjalan menuju Lio. Sambil berdoa, semoga ia tak perlu lari mengelilingi lapangan lagi hari ini. Shilla sedikit berdehem, sebelum ia mengeluarkan suaranya. "Kak Lio. Aku Ashi. Aku suka sama Kakak. Kakak mau jadi pacar aku, ga?" Shilla mengatakan semua kalimatnya dalam satu tarikan napas. Demi menghilangkan rasa gugupnya. Tak lupa, ia juga menyodorkan bunga geranium itu pada Lio. Lio menatap Shilla dan bunga kecil itu bergantian. Kemudian, tangannya terulur untuk mengambil bunga dari tangan Shilla. "Oke, Ashi. Aku terima pernyataan cinta kamu. Jadi mulai saat ini, kita pacaran." Shilla mengerjap. Semudah itu? Pikir Shilla. Awalnya, Shilla pikir Lio tak akan menerima pernyataan cintanya. Dan ia akan berakhir dengan lari mengelilingi lapangan, lagi. Bukan kah, seperti itu cara senior mengerjai juniornya. Tapi ternyata, Lio menerimanya dan mempermudah hukuman untuknya. Shilla tersenyum, kemudian membungkukkan sedikit badannya sambil mengucapkan kata terima kasih pada Lio. "Makasih banyak, udah ngeringanin hukuman saya, Kak." Senyum Shilla menular. Membuat Lio juga jadi tersenyum karenanya. "Sama-sama.' Setelah mendengar jawaban Lio yang seperti itu. Shilla pun, kembali ke barisannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD