"Jangan cemberut gitu dong, Mas? Kasihan Mama. Nanti beliau makin sedih. Kita kan mau pisah baik-baik," tegur Shafira pada Ferdy ketika dalam perjalanan ke rumah mamanya. Ferdy tak menjawab. Tatapannya lurus ke depan. Tangan kiri mengendalikan kemudi, sedangkan siku tangan kanan bertumpu pada pintu, sambil memegang dagu. Sungguh, hatinya hancur saat itu. Ia berharap jarum jam bergerak lambat dan malam jangan cepat berlalu. Dalam benak pun Ferdy mengutuk diri sendiri. Kesilapan fatal itu terlambat disadari. Semua hancur ketika ia ingin kembali ke jalan pulang. Shafira yang berusaha setenang mungkin, tapi hatinya tidak kalah remuk. Pedih menyayat jiwa. Ego yang menjadi ratu di hatinya, membuat berfikir keras bagaimana ia bisa hidup sendirian lagi di luar sana. Dengan bayi dalam perutnya.