Bayu menginjak pedal gas dalam-dalam, mobilnya melaju kencang menembus jalanan menuju Cisarua. Rasa marah dan kecewa menguasai pikirannya. Jemarinya mencengkeram setir erat, rahangnya mengeras, dan dadanya bergemuruh oleh emosi yang tak terbendung. Wajah Dia dengan pria itu terus berputar di benaknya—bagaimana Dia bersandar begitu dekat, bagaimana pria itu memapahnya masuk ke kamar hotel. "Sial!" Bayu memukul-mukul kemudi geram. Membuat suara klakson berbunyi tidak beraturan. Bayu menyalip beberapa mobil dengan kasar. Hawa dingin pegunungan yang mulai menyelimuti jalanan tak mampu mendinginkan kepalanya yang panas. Tiba-tiba Bayu teringat sesuatu. Pak Suhardi. Lebih baik ia menjemput Pak Suhardi terlebih dahulu sebelum menemui Dia. Dengan begitu ada penengah dan Dia tidak merasa sendiri