Bab 5. Aku Sayang Kamu, Rin

1031 Words
"Iya, dia anakku, Sa," jawab Rindu singkat. Dia belum mau menjelaskan tentang siapa ayah dari anaknya. "Jangan-jangan dia--?" ucapan Aksa terhenti saat dia mendengar seorang perempuan memanggil namanya. "Mas Aksa!" teriak perempuan itu. Rindu dan Aksa sama-sama menoleh ke asal suara. Perempuan itu menatap aneh pada keduanya. "Dia siapa? Apa dia tunangan Aksa?" tanya Rindu dalam hati sambil memperhatikan penampilan perempuan itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Mas, ayo masuk, acaranya udah mau mulai. Oh ya, dia siapa, Mas?" Perempuan itu menatap Rindu dengan sorot mata sinis. "Oh ya, El. Dia teman Mas, namanya Rindu." Hanya itu yang bisa dikatakan Aksa pada Eliana--tunangannya. Rindu mengulurkan tangannya pada Eliana, tetapi perempuan itu tidak menanggapi. "Saya Eliana, tunangan Mas Aksa!" ucap Eliana penuh penekanan. Dia memang sengaja berkata seperti itu agar Rindu tidak berharap lagi pada Aksa karena dari matanya Rindu terlihat masih mengharapkan Aksa. Rindu tersenyum getir. "Ayo masuk, Mas!" ajak Eliana pada Aksa sambil bergelayut manja di lengan perempuan itu. Aksa pun pamit pada Rindu, tetapi masih banyak hal yang ingin dia tanyakan pada Rindu, hanya saja dia simpan dulu semua rasa penasarannya. Rindu menatap kepergian Aksa bersama perempuan bersama Eliana itu dengan perasaan sedih. Melihat penampilan Eliana yang berani mengenakan pakaian seksi membuat Rindu menunduk. Dia melihat pakaiannya yang tertutup dan sederhana. "Aksa sudah berubah," batinnya sambil berjalan bersama Rafa masuk ke ruangan acara. Di dalam ruangan, Rindu harus menguatkan dirinya. Namun, saat melihat pria yang sangat dicintainya menyematkan cincin di jari manis perempuan lain, hati Rindu terasa hancur. Dia sendiri baru menyadari jika selama ini dia masih menyimpan perasaan cinta pada mantan suaminya. Aksa masih menempati tahta tertinggi di hati Rindu. Perlahan Bulir bening mengalir dari kedua matanya. Merasa tidak sanggup melihat pemandangan di hadapannya, Rindu putuskan untuk meninggalkan ruangan itu dengan menggendong anaknya tanpa pamit pada orang tuanya. Di luar ruangan, tangan Rindu yang bergetar meraih ponsel dari dalam tas. Hanya ada satu nama yang ada dalam pikirannya untuk dimintai bantuan. Kali itu dia memerlukan bantuan Attar. Ya, Rindu menghubungi pria itu. Rindu tidak memesan taksi di aplikasi online karena khawatir terjadi kesalahan saat pemesanan saat dirinya sedang diliputi emosi seperti itu. "Halo, Mas Attar?" Suara Rindu pun bergetar di telepon. "Halo, Rin, ada apa?" "Mas tolong carikan aku taksi ke alamat ini." Rindu memberikan alamat tempat dia berada sekarang. Dia tidak meminta pria itu menjemputnya. "Ok. Kamu nangis, Rin? Mas ke sana sekarang!" Rindu langsung memastikan panggilan telepon karena dia tidak ingin ketahuan sedang menangis oleh Attar. Rindu duduk di luar tempat acara di pinggir jalan. Dia tidak peduli jika ada yang melihatnya saat itu. Rafa pun menyadari ada sesuatu yang terjadi pada mamanya. "Mama kenapa nangis?" tanya anak kecil itu yang merasa kasihan pada Rindu. Rindu menoleh pada Rafa. "Eh, Mama enggak nangis kok, Sayang. Cuma kelilipan aja. Tadi ada debut yang masuk mata Mama. "Sakit enggak mata Mama?" tanya Rafa yang percaya pada ucapan Rindu. "Iya, Sayang, jadi mata Mama keluar air mata yang banyak." Rafa pun menatap kedua mata Rindu, lalu meniupnya. "Sekarang mata Mama masih sakit enggak?" Rindu memaksakan sebuah senyuman untuk Rafa. "Sekarang sudah enggak sakit lagi, makasih ya." Rafa pun tersenyum pada Rindu. "Terus kita di sini mau ngapain, Ma?" tanya Rafa penasaran. "Nunggu taksi, kita mau pulang, tadi Mama telepon om Attar buat pesan taksi buat kita." "Oh ya? Asik ketemu om Attar lagi." Anak itu merasa senang saat bertemu Attar. Mereka sudah mengenal lama, sejak anak itu dibawa ke apartemen tempat tinggal Rindu selama di Amerika. Rafa mengenal Attar sebagai sosok yang selalu ramah dan baik padanya. Namun, dia tidak pernah mengharap Attar untuk menjadi papanya karena dia tahu papanya masih ada walaupun dia tidak tahu pria itu ada di mana. Setengah jam menunggu, mobil Attar berhenti di dekat Rafa dan Rindu setelah dia memutari tempat itu mencari Rindu. Pria itu pun turun dari mobilnya menghampiri ibu dan anak itu. "Mas Attar ngapain ke sini? Kan aku minta tolong pesenin taksi," protes Rindu pada Attar. "Sudah enggak apa-apa. Aku juga lagi santai. Ayo pulang aku antar." Attar mengajak Rafa masuk ke mobil. Dia membukakan pintu bagian depan karena biasanya Rindu selalu begitu. Tidak mau duduk di kursi penumpang depan di mobil attar saat bersama Rafa. Setelah mereka masuk ke mobil. Attar melajukan mobilnya ke jalan raya menuju rumah Rindu. Baru beberapa menit mobil berjalan, Rafa sudah tertidur di mobil. Membuat Attar memberanikan diri bicara dengan Rindu. "Rin, kenapa sih masih maksa datang ke acara tunangan mantan kalau hati kamu enggak siap?" Rindu mengerutkan dahi, dia tidak pernah menceritakan soal Aksa pada Attar. Bahkan perasaannya pada Aksa pun dia simpan untuknya sendiri. Tidak untuk diceritakan pada orang lain. "Tahu dari mana Mas kalau aku habis dari acara mantan? Mama cerita sama Mas?" Rindu masih bingung dari mana pria itu tahu soal Aksa. "Aku pikir enggak perlu cerita sama kamu tahu dari mana, tapi dari wajah kamu sekarang semuanya keliatan kok. Enggak usah ngarepin dia lagi, toh dia aja udah move on. Udah tunangan bahkan sebentar lagi akan menikah. Kamu punya kehidupan sendiri, move on dong, Rin!" Ucapan Attar membuat Rindu merasa tersinggung. Apa hak pria itu mengatur perasaan dan hidupnya. Dia lebih berhak mengatur hidupnya sendiri tanpa saran dan masukan dari Attar. Rindu tidak peduli jika orang lain mengatakan dia egois, orang lain tidak perlu ikut campur soal perasaannya. "Tahu apa Mas Attar soal perasaan aku? Udah enggak usah ngatur-ngatur deh." Rindu melirik pada Attar lalu memalingkan wajahnya ke jendela sambil melipat tangan di depan d**a. Dia menarik napas panjang untuk meredakan rasa kesalnya. "Maaf kalau aku ikut campur, tapi aku kasian sama kamu Rin. Bertahun-tahun kamu mengharap orang yang enggak peduli sama kamu bahkan sekarang dia pun sudah melupakan kamu. Apa sih yang kamu harapkan dari dia? Cowok di luaran sana masih banyak yang mau sayang sama kamu dengan Rafa. Percuma ngarepin orang yang sama anaknya sendiri enggak kenal." Rindu semakin malas meladeni ucapan Attar. Dia tahu pria itu pasti ikut merasa kesal, tetapi Rindu tidak suka itu karena Attar bukan siapa-siapa baginya. "Mas enggak usah sok peduli deh sama aku." "Aku enggak sok peduli sama kamu, Rin, tapi aku benar-benar peduli sama kamu. Asal kamu tahu aja, aku tuh sayang sama kamu dan Rafa."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD