7.Perubahan Drastis

1127 Words
Satu pekan telah berlalu sejak penyerangan yang Abram lakukan di Accentuate dan sejak hari itu, Sera benar-benar mengurung diri di kamarnya tanpa beranjak sama sekali. Semua orang di rumah dibuat kebingungan, tetapi tidak ada yang bisa mereka lakukan karena Sera benar-benar bungkam. Namun, bukan berarti mereka tidak mencoba mencari tahu sama sekali. Keifer diam-diam sudah melakukan penyelidikan malam itu saat Jett mengantar Sera pulang, tetapi tidak ada hal mencurigakan yang dia temukan untuk menjelaskan keanehan sikap Sera. Satu-satunya jalan untuk mengetahui alasan perubahan sikap Sera adalah lewat cerita perempuan itu sendiri. Saat ini, seluruh keluarga hanya bisa berusaha untuk terus melakukan pendekatan dan berharap Sera akan bercerita nantinya. "Mbak Sera itu sebenarnya kenapa sih? Kinkin khawatir banget loh," ujar Kinkin sedih ketika datang ke meja Sera untuk membawakan secangkir teh hangat. Hari ini bosnya baru kembali bekerja setelah absen selama satu minggu penuh. Belum lama berselang Sera baru saja sakit selama tiga hari, masuk sebentar, lalu kembali sakit lagi selama satu minggu. Bagaimana Kinkin tidak dibuat bingung, padahal selama ini Sera hampir tidak pernah sakit? "Aku enggak apa-apa, Kin," jawab Sera datar. "Mbak Sera jangan bohong,” balas Kinkin gemas. “Kinkin itu kenal banget sama Mbak Sera. Kalau enggak ada apa-apa, enggak mungkin. Kinkin yakin banget karena Mbak itu beda." Kecurigaan Kinkin bukan saja karena Sera mendadak sakit dalam waktu lama, tetapi lebih pada perubahan sikap bosnya itu. Sera seakan-akan menjelma menjadi pribadi yang berbeda dalam sekejap. Tidak ada lagi canda tawa, kekonyolan, suara keras menggelegar, dan guyonan receh dari Sera yang selalu mencerahkan suasana kerja mereka. "Aku cuma capek aja, Kin. Mungkin juga jenuh sama rutinitas aku," sahut Sera lesu. Kinkin berkacak pinggang, lalu bertanya dengan nada penasaran, "Seminggu ini Mbak Sera ke mana aja?" "Di rumah." "Enggak pergi ke mana-mana?" Kinkin memicingkan mata penuh curiga. Dia tahu benar jika Sera adalah orang yang paling tidak betah berdiam lama-lama di satu tempat, khususnya rumah. Sera akan sibuk mencari-cari kegiatan andai sedang menganggur sekalipun. Jadi, mendengar bosnya itu hanya diam di rumah selama satu minggu penuh, bukankah wajar jika Kinkin curiga? Sera menggeleng kecil. "Enggak minat." "Kalau memang jenuh, kenapa bukannya jalan-jalan?” tanya Kinkin tidak habis pikir. “Cari hiburan, ganti suasana, biar pikiran fresh lagi." "Aku lagi enggak pengin melakukan apa-apa." "Nah, ini sudah jelas ada apa-apa sama Mbak Sera!” desis Kinkin gemas, lalu mulai berceramah. “Murung terus, banyak diam, muka pucat, tambah kurus, pokoknya semua enggak kayak Mbak Sera." Lelah mendengar ocehan Kinkin, Sera mengembuskan napas seraya bertanya penuh harap, "Kin, boleh tolong tinggalin aku sendiri?" Sebenarnya Kinkin belum ingin melepaskan Sera begitu saja. Dia masih berniat melanjutkan interogasi pagi itu. Namun, wajah lelah Sera membuat Kinkin iba dan memutuskan menyerah. Dia segera berbalik menuju meja kerjanya sendiri, tetapi Kinkin terus-menerus mengawasi Sera setiap kali ada kesempatan. Setengah hari berlalu dan Sera benar-benar hanya menghabiskan waktu di meja kerjanya saja. Tidak bicara, tidak makan, bahkan tidak beranjak ke kamar mandi. Ketiga karyawannya sampai ikut hilang semangat melihat bos mereka seperti itu. Saat ketiganya tengah berada di bawah untuk melayani pembeli, tiba-tiba saja terdengar jeritan histeris dari lantai atas. Bukan itu saja, suara barang-barang yang berjatuhan pun ikut mengiringi jeritan Sera. Kinkin langsung menghambur ke lantai atas tanpa memedulikan pembeli yang tengah dia layani. Tiba di anak tangga teratas, Kinkin melihat Sera tengah meringkuk di sudut, memeluk diri dengan gemetaran, sementara barang-barang di atas meja sudah berserakan ke lantai. Segera Kinkin menghampiri dan berjongkok di sebelah Sera. “Mbak, Mbak Sera kenapa?” Namun, Sera sama sekali tidak menjawab. Dia hanya terus memeluk dirinya kuat-kuat. Kinkin melihat ponsel Sera di dekat kaki perempuan itu. Perlahan dia mengambil dan memeriksanya. “Mbak, ponsel Mbak Sera pecah kacanya.” Sera langsung merampas benda itu dari tangan Kinkin, lalu melempar kembali ponselnya sekuat tenaga. Benda itu membentur dinding dengan kencang, lalu terbanting ke lantai dengan suara mengenaskan. Tepat saat itu, Jeje dan Saras tiba di lantai atas. Sontak ketiga karyawan Sera saling berpandangan penuh tanya. Apa yang sebenarnya telah terjadi kepada bos mereka? Butuh waktu cukup lama sampai akhirnya Sera bisa kembali tenang. Ketiga karyawannya hanya bisa diam melihat karena setiap kali didekati bosa mereka malah makin gemetaran. Setelah hampir satu jam, Sera bangkit sendiri dari lantai, berjalan menuju meja kerjanya, merapikan semua kekacauan yang dia sebabkan, lalu bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi tadi. “Mbak, minum dulu,” ujar Saras hati-hati setelah Sera terlihat tenang. Dia membawakan segelas cokelat hangat kesukaan Sera. “Terima kasih,” bisik Sera dengan suara sedikit serak. Dia tahu ketiga karyawannya pasti sangat bertanya-tanya saat ini, tetapi tidak ada apa pun yang bisa Sera jelaskan. Sebenarnya, penyebab Sera tiba-tiba histeris adalah pesan dari Abram. Pemuda itu kembali mengiriminya video ancaman yang dia rekam saat mengerjai Sera di Accentuate. Melihat potongan gambar dalam video itu langsung membuat tubuh Sera bergetar hebat. Kenangan mengerikan dari malam itu langsung menyerang ingatannya lagi. Setengah mati dia coba melupakannya dalam satu minggu terakhir, tetapi dalam sekejap Abram berhasil membuatnya kembali ingat. Sera tidak peduli jika ponselnya sekarang hancur lebur. Jika perlu dia tidak akan membeli yang baru agar Abram tidak bisa menghubunginya lagi. Suasana di Accentuate kembali tenang. Semua memilih kembali bekerja tanpa membahas kejadian tadi sama sekali. Tidak ada yang berani bertanya juga kepada Sera tentang alasannya mendadak ketakutan. Sekitar pukul dua siang, Saras naik dan menghampiri Sera. “Mbak Sera, Ibu Kusuma sudah datang.” Alih-alih menanggapi, Sera hanya duduk melamun memandangi layar komputer. Menyadari sikap Sera, Kinkin langsung mengambil alih. “Ibu Kusuma siapa, Ras?” “Itu yang sudah janjian mau buat gaun pesta ke Mbak Sera,” jawab Saras cepat, lalu berbisik menambahkan, “Ibu pejabat yang agak-agak bikin merinding mukanya.” Andai yang datang hanya klien biasa, pasti Kinkin langsung turun. Namun, mengingat ini klien besar dan penting, Kinkin jadi kelimpungan. Perlahan dia menepuk bahu Sera. “Mbak Sera?” “Aku enggak mau turun!” desis Sera tajam. Sera tidak akan mau menginjak lantai bawah untuk saat ini. Dia tidak sudi berada berlama-lama di tempat dirinya dikerjai begitu hina. Belum lagi, bagaimana jika orang itu kembali datang? Mengintai dari pintu kaca dengan seringai liciknya yang menjijikan. Membayangkannya saja Sera sudah mual. Sontak Kinkin dan Saras berpandangan, lalu berbisik kompak, “Gimana ini?” “Kalian aja yang urus,” balas Sera dingin. Jika sudah begini, tidak ada piliha lain bagi Kinkin. Ditilik dari keadaannya pun dia tidak yakin Sera dapat berkomunikasi dengan baik saat menghadapi klien. Tidak lama berselang, Kinkin dan Saras kembali ke atas dengan wajah lesu. “Mbak, kita sudah ketemu sama Ibu Kusuma, tapi beliau kayaknya kurang sreg. Mau tetap ketemu sama Mbak Sera, kalau enggak mau batal aja,” ujar Saras melaporkan hasil pertemuan mereka. “Aku mau pulang.” Alih-alih menanggapi laporan Saras, Sera malah mengatakan sesuatu yang membuat karyawannya melongo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD