6. Bukan Lagi Gadis yang Dahulu

1427 Words
"Bre, kenapa wajah kamu terlihat cemas?" Evrard membelai bahu istrinya yang tengah berdiri melamun di balkon kamar mereka. Pantas saja dia tidak menemukan Aubrey di tempat tidur saat kembali ke kamar usai memeriksa beberapa berkas di ruang kerjanya. Istrinya tampak melamun di balkon dengan tatapan terus terarah ke gerbang rumah mereka. Aubrey mengembuskan napas, kemudian menjawab gelisah, "Sera belum pulang, Ev." Refleks Evrad melihat arlojinya. Sudah lewat jam sepuluh malam. "Apa dia mengabari sesuatu?" "Andai dia begitu, aku pasti tidak gelisah seperti ini,” sahut Aubrey cemas. “Dia itu belum sehat benar, kenapa malah pulang malam-malam?" "Kamu sudah coba tanya karyawannya?" "Aku tanya Kinkin. Katanya mereka semua sudah pulang sore tadi kecuali Sera." "Coba aku telepon dia." "Percuma, Ev.” Aubrey segera menahan Evrard yang hendak masuk ke kamar untuk mengambil ponsel. “Ponselnya mati." "Kalau begitu, aku akan minta Keifer memeriksa keadaannya," putus Evrard. "Bagaimana kalau ternyata mereka sedang berdua?” tanya Aubrey ragu-ragu. “Apa kita tidak mengganggu?" Evrard mempertimbangkannya sejenak, kemudian mengangguk membenarkan. Andai benar mereka sedang bersama, keduanya malah akan merasa diawasi. "Apa kamu punya solusi yang lebih baik?" "Bagaimana kalau kita minta tolong Jett untuk memeriksa ke Accent,” usul Aubrey cepat. “Rumah Jett tidak terlalu jauh dari sana." "Biar kucoba." Evrard segera berjalan ke kamar untuk mengambil ponsel. Di tempat berbeda, Jett tengah duduk berbincang dengan seseorang di halaman belakang rumahnya. Percakapan mereka terhenti ketika ponsel Jett berdering. Panggilan masuk dari ayahnya. “Jett, apa kamu sedang sibuk?” tanya Evrard begitu Jett menjawab panggilannya. “Ada apa, Pa?” Jett merasa heran karena ayahnya menelepon selarut ini. “Bisa Papa minta tolong?” Keheranan Jett makin bertambah. Jarang-jarang ayahnya meminta tolong seperti ini. Namun, Jett yang sekarang tentu tidak akan menolak hal itu. “Katakan saja, Pa.” “Apa bisa kamu tolong ke Accent dan lihat Sera ada di sana atau tidak?” Nada bicara Evrard terdengar sungkan, tetapi dia terpaksa harus melakukannya. Jett melirik arloji, lalu langsung mengernyit heran. “Memangnya Sera belum pulang?” “Belum. Dia tidak mengabari apa-apa dan tidak bisa dihubungi.” “Sudah coba tanya karyawannya?” “Bre sudah hubungi. Katanya mereka sudah pulang sejak sore, hanya Sera yang masih di sana.” “Anak ini, bikin khawatir saja,” gumam Jett yang mendadak dilanda khawatir juga. Teman bicara yang duduk di seberang Jett pun mulai terlihat khawatir. “Sebenarnya Papa ingin minta tolong Keifer, tapi Bre bilang takut mereka sedang bersama, nanti malah mengganggu. Kami hanya ingin memastikan saja Sera benar ada di sana atau tidak,” ujar Evrard tidak enak hati. Refleks Jett menoleh, lalu menatap teman bicaranya. “Keif sedang bersama aku sekarang, Pa.” Evrard mengembuskan napas berat. “Berarti Sera sendirian.” “Aku akan cari Sera, Pa,” putus Jett cepat. Keifer langsung menunjuk dirinya sendiri. “Keif juga akan bantu,” ujar Jett menambahkan. “Kami akan segera memberi kabar.” Begitu panggilan berakhir, nada bicara Jett langsung terdengar khawatir. Tadi dia sengaja menahannya agar Evrard tidak tambah cemas. “Kira-kira di mana anak itu berada?” “Sebaiknya kamu langsung ke Accent,” usul Keifer cepat. “Aku akan coba menyusuri jalan yang biasa Sera lalui untuk pulang.” Jett mengangguk setuju. “Kalau sudah ketemu, langsung beri kabar.” Keduanya segera bangkit dari kursi, berjalan tergesa meninggalkan halaman belakang menuju ruang dalam. Jett berpamitan singkat kepada Nayarra, lalu segera meninggalkan rumah. Dia mengemudi dengan cepat menuju Accentuate yang berjarak sekitar 15 menit dari rumahnya. Tiba di kawasan ruko tempat Sera menjalankan Accentuate, Jett langsung bisa melihat mobil adiknya itu masih terparkir di sana. Lampu di dalam pun masih menyala. Segera saja Jett turun untuk memastikan. Dari celah di pintu besi lipat yang tidak tertutup rapat, Jett bisa melihat adiknya di dalam sana. Jett segera mengirim pesan untuk Keifer sebelum masuk. [Jett: Keif, Sera ada Accent. Kamu enggak perlu mencarinya lagi.] Jett mendorong pintu besi lipat itu agar terbuka lebih lebar, lalu berjalan masuk. Dari pintu kaca, Jett bisa melihat Sera tengah berjongkok di depan sofa. Tangannya sibuk mengelap permukaan sofa dengan kain. Jett sampai menggeleng heran melihat kelakuan adiknya yang tengah membersihkan toko menjelang tengah malam seperti ini. Langsung saja Jett menegurnya, “Sera, apa yang kamu lakukan?” Namun, Sera sama sekali tidak terusik. Tangannya terus saja bergerak berulang-ulang, menggosok permukaan sofa dengan keras. Jett menghampiri adiknya, kemudian memanggil lagi, “Sera?” “Tempat ini kotor,” bisik Sera kaku. “Untuk apa kamu bersih-bersih sendirian seperti ini?” Jett berjongkok di sebelah Sera untuk melihat wajah adiknya. “Ini sudah sangat malam, Sera. Papa dan Bre khawatir mencari kamu.” “Aku harus membersihkan tempat ini,” gumam Sera dengan tatapan menerawang. “Tempat ini terlalu kotor.” Jett merasa ada yang janggal dengan sikap adiknya. “Kamu bisa melakukannya besok dan kamu bisa meminta karyawan kamu yang mengerjakannya. Kamu enggak harus melakukannya sendiri.” “Aku tidak akan pulang sebelum membersihkannya.” Sera menggeleng kuat-kuat. Kini dia berbalik badan, lalu mulai mengelap lantai. Menggosoknya demikian keras sampai napas perempuan itu terengah-engah. “Terlalu menjijikan kalau dibiarkan sampai besok dan harus aku yang melakukannya. Enggak boleh orang lain.” “Sera, tempat ini baik-baik saja,” sahut Jett tidak habis pikir. Tidak ada yang salah sama sekali dengan toko ini. Semua bersih, rapi, dan tertata dengan baik. “Enggak kelihatan kotor sama sekali.” “Ini kotor, Jett,” bantah Sera marah. Kedua tangannya dia gunakan untuk menekan lantai kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. “Sangat-sangat kotor.” Melihat tingkah adiknya, Jett langsung menahan tangan Sera untuk menghentikannya. “Sera, stop!” Sentuhan Jett di lengannya membuat Sera menjerit. “Jangan pegang!” Jett mengerjap kaget melihat reaksi adiknya. “Sera?” Sera beringsut menjauh. Dia menatap Jett dengan sorot ketakutan. “Jangan dekat-dekat aku!” Jett yang tidak mengerti malah bergerak maju untuk menghampiri adiknya. “Sera, ada apa dengan kamu sebenarnya?” “Mundur, Jett!” jerit Sera ketakutan. Tubuhnya sudah menabrak jajaran pakaian di dinding dan tidak bisa mundur lagi. Dia sudah terpojok seperti tadi, saat Abram menodainya berulang kali. “Jett, ada apa?” Tepat saat itu juga Keifer masuk dan melihat keanehan di dalam. Dia bahkan mendengar jeritan Sera saat masih di mobil tadi. Keifer sampai memarkirkan mobilnya secara asal karena takut terjadi sesuatu di dalam. Melihat kedatangan Keifer, Sera langsung gemetaran. Dia segera menunduk untuk menghindari bertatapan dengan Keifer. Dia merasa dirinya sangat tidak layak untuk menatap Keifer lagi. Perlahan Sera bangun, lalu merangkak menghampiri Jett. Namun, dia menjaga agar jaraknya tetap tidak terlalu dekat dengan Jett. “Jett, antar aku pulang,” pinta Sera dengan suara bergetar. Keifer segera mendekat, lalu mengulurkan tangan untuk membantu Sera berdiri. “Biar aku yang antar kamu.” “Jett, antar aku pulang sekarang juga!” teriak Sera histeris. Setelah itu, dia berlari ke luar tanpa peduli lagi dengan yang terjadi di dalam. Sera meninggalkan kedua pria itu dalam kebingungan yang sangat, terlebih Keifer. Selama ini, tidak pernah sekali juga Sera menolaknya. Sekarang, jangankan melihat perempuan itu bermanja-manja lagi, didekati saja langsung menjauh. Jett berdiri perlahan. Dia mengembuskan napas seraya menggeleng bingung, kemudian menepuk bahu Keifer. “Pulanglah, biar aku yang antar.” Jett tahu penolakan Sera pasti membuat Keifer terkejut karena dia pun demikian. Ketika masuk ke mobil, Jett termangu melihat kursi depan kosong. Adiknya ternyata telah meringkuk di belakang, melamun menatap ke luar kaca mobil. Kembali Jett mengembuskan napas. Dia menyalakan mesin mobil, kemudian bertanya sabar, “Sera, kenapa duduk di belakang?” “Ingin saja,” balas Sera lirih. “Apa kamu tahu kalau kamu bersikap sangat aneh?” tanya Jett sambil melihat ke belakang melalui spion tengah. “Kalau aku tidak aneh, bukannya akan aneh?” sahut Sera datar. Jika setelah mengalami semua perbuatan keji Abram dia tetap baik-baik saja, bukankah Sera tidak normal? Haruskah dia menari bahagia setelah dinodai sedemikian rupa? Jett mengernyit bingung. “Apa maksud kamu?” “Lupakan, Jett,” gumam Sera lesu. Jett sampai menoleh ke belakang untuk melihat wajah adiknya. “Kamu seperti bukan kamu, Sera.” Sera tersenyum getir, kemudian berbisik, “Aku memang bukan Sera yang dulu lagi, Jett.” “Apa lagi maksud kamu sekarang?” Jett makin yakin jika ada yang salah dengan adiknya ini. “Kamu ada masalah?” Namun, Sera bungkam. Andai tidak ada video memalukan itu, Sera pasti sudah menceritakannya kepada Jett. “Kalau memang ada, katakan. Jangan diam saja,” ujar Jett gusar. “Aku lelah, Jett.” Saat itu juga Sera menutup mata, lalu memeluk dirinya erat-erat. “Aku hanya ingin cepat pulang dan tidur.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD