“Halo, Tuan Zayn. Aku Lilia, orang yang semalam berbincang denganmu.” Pagi ini, aku mengawali hari dengan segelas minuman segar yang dibuat oleh Isac di Seaside Bar. Cuaca pagi ini terlihat sangat cerah, dari dalam kedai aku dapat melihat langit biru dengan deretan awan yang bergerak rapi mengikuti arah angin.
“Halo, Nona…”
“Madame, Tuan. Aku biasa dipanggil dengan sebutan seperti itu.” Tetap saja, sejak saat itu, saat yang masih belum ingin kuceritakan, aku lebih suka dipanggil Madame daripada Nona, Nyonya, atau Agen.
“Madame? Untuk ukuran seseorang yang terlilit hutang, kau terlalu sombong, Nona. Aku tidak akan memanggilmu dengan sebutan Madame, dan jika kau keberatan maka aku tidak akan membantumu.” Aku menghela nafas panjang ketika mendengar seseorang sesombong ini. Senyum tipis terukir di sudut bibirku. Aku tidak kesal ketika mendengar seorang lelaki berlagak sombong, aku justru menjadi sangat tertarik kepadanya.
“Seperti kabar yang aku dengar selama ini, Tuan. Kau terlalu tinggi untuk dijangkau wanita rendahan sepertiku.” Aku masih menelisik, sikap seperti apa yang harus kutunjukkan kepada pria atraktif di ujung telepon. Apakah aku harus berlagak murah sehingga dia akan berpikir mudah untuk mendapatkanku, atau harus bersikap mahal agar ia mengira jika aku sulit didapatkan dan ia merasa tertantang?
“Baiklah, Nona. Ceritakan tentang dirimu.” “Tenang, Lilia, tenanglah. Aku tahu dia sangat tampan dan mempesona, tetapi kau harus menahan diri agar tidak terlihat murahan di depan pria ini,” ucapku pada diriku sendiri meredam gejolak yang mulai kurasakan di dalam dadaku. Kuambil nafas panjang, kupejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri agar tidak ada kalimat yang terbata keluar dari mulutku dan mulai kulancarkan salah satu cara kegemaranku untuk menjerat target operasi yaitu cerita palsu. “Aku adalah orang yang sangat suka dengan dunia malam seperti judi. Terakhir kali aku bermain judi, aku kalah sekitar 20 juta dolar. Semua aset yang kumiliki harus dijual tetapi hanya menutup setengah dari hutang, dan aku harus mencari sisanya. Seorang teman dari Austria memberitahuku jika ada seseorang dari Kota Nelayan yang dapat membantuku. Dengan seluruh sisa tabungan, aku terbang dari Belgia ke Pusat Kota, lalu pergi ke Kota Nelayan demi bertemu denganmu, Tuan.” Satu cerita palsu berhasil keluar dengan lancar dari mulutku. Bagi seorang agen intelijen yang bertugas menyusup ke sarang musuh, keahlian membuat cerita palsu haruslah dimiliki. Jika tidak, maka dapat dipastikan seorang agen tidak akan keluar dari sarang musuh dalam keadaan hidup.
“Kau tahu? Aku bukan orang yang mudah percaya dengan orang lain, apalagi cerita sedih seperti itu. Dengan badan wanita sepertimu, aku tidak yakin kau dapat berguna untukku, Nona. Apa yang bisa kau lakukan untukku? Kau tahu? Jika kau hanya menawarkan badanmu untukku, kau tidak akan dapat melunasi hutang itu seumur hidupmu.” Sudah kuduga jika Zayn tidak akan serta merta percaya dengan cerita karanganku, karena sejak pertama bertemu aku yakin jika Zayn bukanlah orang yang bod*h.
“Tidak, Tuan. Aku tahu jika harga badanku tidak semahal itu. Aku hanya menawarkan diri untuk menjadi penghubung antara Hook dan pembeli. Jadi, kita nantinya saling bekerja sama.” Setelah cerita palsu aku nilai tidak terlalu berhasil, maka amunisi selanjutnya harus segera dikeluarkan. Menunjukkan bahwa diri kita berguna adalah salah satu cara jitu untuk membuat target operasi tertarik kepada kita.
“Kau mengaturku, Nona?” Lagi, Zayn bukanlah orang yang mudah untuk didapatkan. Tapi sebagai seorang agen, aku tidak boleh berhenti hanya karena perkara sepele seperti ini.
“Tidak, Tuan. Aku tidak akan berani mengaturmu. Aku hanya menawarkan kerja sama yang saling menguntungkan.” Dalam pertunjukan adu ego dan pride seperti ini, meskipun memang aku adalah orang yang memiliki keperluan dengan Zayn, aku harus menunjukkan jika diriku memiliki posisi yang lebih tinggi darinya. Dari obrolan di atas, aku dapat menyimpulkan jika Zayn adalah orang yang suka tantangan, dan gemar terhadap perempuan yang memiliki kelas tinggi. Aku dapat berspekulasi jika Zayn membenci wanita yang lembek dan manja, nampak dari cara Zayn memperlakukanku sejak pertama bertemu kemarin. Dalam catatanku, sangat terlihat jelas jika Zayn tidak memperlakukanku seperti wanita, tetapi lebih seperti orang yang setara dengannya. Aku kadang iri dengan Sheera yang bisa sedekat itu dengan Zayn, dan bahkan dapat menikmati keperkasaan pria tampan yang memiliki janggut lebat itu.
“Bagaimana aku bisa mempercayaimu?” Respon yang ditunjukkan Zayn mengindikasikan jika ia mulai tertarik denganku, hanya saja Zayn masih memiliki pride yang tetap ia pertahankan.
“Beri aku kesempatan untuk melakukan transaksi satu kali, dan kau akan mengetahui seperti apa aku bekerja. Aku memiliki relasi erat dengan Jacob, seorang pedagang senjata api dan peralatan militer gelap yang cukup terkenal di dunia mafia internasional. Kau boleh tidak mempercayaiku saat ini, Tuan Zayn. Tetapi jika kau memiliki orang kepercayaan yang mengetahui sesuatu tentang Jacob, maka kau akan mengerti kenapa harus mempercayaiku. Jika aku merekomendasikan kau untuk bertanya kepada Sheera, aku justru tidak tahu apakah kau akan percaya dengan informasi yang diberikan olehnya atau tidak, karena ia adalah penghubung di antara kita. Maka aku memintamu untuk menggali informasi tentang Jacob, dan juga hubunganku dengannya. Dari situ, kau akan mengetahui banyak hal tentangku.” Ketika seseorang telah menaruh sedikit rasa percaya kepada kita, kita harus mengolah itu dengan membuat orang tersebut yakin bahwa apa yang kita katakan adalah kebenaran. Jacob, orang yang sangat pandai berpura-pura dan menyimpan rahasia, salah satu orang kepercayaanku yang merupakan mafia kelas hiu adalah nama yang sangat sesuai untuk dimasukkan ke dalam daftar untuk menciptakan rasa percaya. Meski aku tidak menghubunginya, tetapi aku yakin jika Jacob tidak akan menusukku dari belakang.
“Baiklah, sore ini datanglah ke alamat yang tertulis di kartu nama yang kuberikan kepadamu.” Gotcha! Sebuah sinyal kuat tentang rasa tertarik yang aku tangkap dari Zayn tidak boleh disia-siakan dan harus segera diolah dengan baik.
“Aku mengerti, Tuan Zayn.” Senyum lebar terukir jelas di bibirku yang berhiaskan lipstik warna merah menyala ketika panggilanku bersama Zayn berakhir. Saat kualihkan pandangan sedikit ke bawah ke arah meja di mana terdapat sebuah asbak dari batok kelapa yang tertata rapi di atasnya, aku melihat jika rokok yang aku nyalakan sesaat sebelum menelepon Zayn telah habis dan hanya menyisakan spons filter yang masih terjepit di sisi asbak. Kuputar bola mataku kesal karena sebatang rokok menthol kegemaranku telah terbuang sia-sia karena ulah Zayn. Sebagai seorang wanita, aku berhak merasa selalu benar dan menyalahkan laki-laki, karena itulah kodrat seorang laki-laki, yaitu selalu salah.
“Apakah semua berjalan baik, Madame?” ucap Isac yang berjalan dari arah bar menuju ke mejaku. Tangannya masih terlihat basah pertanda ia baru saja selesai membersihkan sesuatu di belakang sana.
“Entahlah, aku belum bisa menyimpulkan apakah semua berjalan baik atau buruk.” Kualihkan kembali pandanganku kepada rokok yang telah habis di atas meja setelah menoleh ke arah Isac sejenak. Air mataku terasa akan jatuh hanya karena mengetahui jika satu batang kenikmatan itu harus terbuang sia-sia. “Ngomong-ngomong, apakah sejak awal bergabung kau tidak pernah bertugas di lapangan, Isac?” sahutku sambil memajukan sedikit badanku, memperlihatkan belah*nku pada pria polos di depanku. Aku menangkap sebuah tatapan serba salah darinya, di mana ia merasa jika pemandangan di depannya sayang untuk dilewatkan, namun juga merasa bersalah jika melihatnya karena masih trauma akan kejadian tempo hari.
“Bukankah kau tahu semua informasi agen, Madame? Kenapa kau bertanya hal seperti itu kepadaku? Kau juga tahu jika sejak awal bergabung, aku ditugaskan di belakang layar untuk berurusan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi, sistem keamanan, peralatan agen dan sebagainya.” Wajah Isac terlihat kesal, mungkin dalam dirinya, ia sempat berpikir ingin menjalankan tugas lapangan sepertiku.
“Aku hanya memastikan, Isac. Siapa tahu jika aku melewatkan sebuah informasi darimu.” Aku kembali menyalakan rokok menggantikan sebatang kenikmatan yang terbakar habis sebelum kunikmati di depan Isac. Wajah Isac masih terlihat kesal dengan pertanyaanku.
“Lalu, apa rencanamu selanjutnya, Madame?” Isac mencoba mengalihkan pembicaraan kembali pada misi yang kujalankan.
“Sore ini aku akan mendatangi tempat persembunyian tersangka seorang diri.”
“Bukankah itu berbahaya, Madame?”
“Sangat berbahaya, Pria Kecilku yang tampan. Maka dari itu, harus aku, satu-satunya orang yang bisa masuk ke dalamnya. Aku telah mengalami banyak hal di belakang sana selama bertahun-tahun aku bekerja menjadi agen, sehingga jika aku mati kali ini, The Barista tidak akan kehilangan banyak hal.”
“Kenapa kau mengatakan sesuatu yang menyeramkan, Madame?”
“Ini adalah resiko agen yang bertugas di lapangan, Isac. Kita harus berani mati.”
Isac, agen yang hanya bekerja di belakang layar, adalah agen yang direkrut secara khusus oleh Badan Intelijen. Berawal dari seorang buronan kepolisian cyber, akhirnya dia ditangkap karena meretas salah satu bank sentral, dan menghentikan sistem bank tersebut sehingga dalam beberapa hari bank tersebut tidak dapat beroperasi. Bank yang menjadi korban Isac mengalami kerugian sekitar 300 juta dolar dan sahamnya merosot tajam karena banyak orang yang mengira jika bank tersebut memiliki sistem keamanan yang buruk. Polisi cyber menghabiskan waktu hampir satu tahun untuk menangkap dalang di baliknya. Polisi pun terkejut ketika mengetahui jika tersangka merupakan remaja yang baru berusia 18 tahun.
Badan intelijen, lebih khusus lagi The Barista, merasa tertarik dengan tersangka peretas bank tersebut sehingga ketika interogasi dilakukan, The Barista ikut andil dan menawari Isac dengan kesempatan kedua. Isac harus memilih satu di antara dua pilihan, yaitu dia harus mendekam di penjara dengan tuntutan seumur hidup, atau bekerja sebagai agen The Barista. Nova, orang yang ikut menjalankan interogasi kepada Isac sengaja memberikan tuntutan hukuman berat agar Isac memilih untuk bekerja kepada The Barista. Seperti dugaan, Isac yang polos lebih memilih untuk bekerja dengan The Barista daripada harus hidup mendekam di dalam penjara. Dengan kontrak khusus yang tidak bisa ia langgar dan dengan pengawasan ketat, akhirnya Isac diberi wewenang untuk mengurus kedai di Kota Nelayan sekaligus bertanggung jawab atas pengembangan alat The Barista.
Sore ini, aku harus datang ke Atlantic Harvest, atau mungkin lebih tepat jika aku seharusnya datang kepada Hook. Tapi aku juga belum yakin, apakah aku dapat langsung masuk ke dalam Hook atau justru Zayn mempermainkanku.