Bukannya pulang menemui ayahnya, Lyra malah berakhir di tempat hiburan yang penuh musik memekak telinga dan banyak minuman keras yang tersedia di sini. Malam ini terasa begitu hampa bagi Lyra setelah memutuskan dua hubungan sekaligus, satu dengan sahabatnya, satu lagi dengan tunangannya.
Lega, tapi kosong, itulah yang dirasakan Lyra. Wanita itu hanya bisa menghembuskan napas kasarnya berkali-kali jika terus mengingat kejadian yang membuat otaknya sakit dan d*danya tertekan.
"Kuno katanya? Aku bahkan menjaga semua ini untuk dirimu, b******k! Tapi bisa-bisanya kau mengatakan dengan tidak tahu diri begitu," gumam Lyra sembari menenggak minumannya.
Lantunan suara pria yang sedang bernyanyi menarik perhatian Lyra sampai dia dengan rasa ingin tahu berlebih menoleh ke arah pria yang bernyanyi agak jauh darinya.
Entah kenapa Lyra menjadi sangat penasaran dan tertarik pada pria yang tengah menyanyi itu, ada perasaan ingin melangkahkan kakinya mendekat, namun dia terlalu malas untuk itu.
"Padahal suaranya lumayan bagus, tapi sayang sekali hanya menjadi penyanyi di tempat seperti ini, dia juga sangat tampan dan memiliki tubuh bagus." Lyra menilai dari atas sampai bawah bagaimana penampilan pria itu.
Damian nama pria itu, beberapa saat pandangan mereka bertemu, pria itu tersenyum sangat manis serta menggoda pada Lyra yang masih menatapnya lekat, tidak lama pria itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, entah Lyra agak kecewa melihat orang di sana memutuskan kontak matanya lebih dulu.
"Kau tertarik padanya, Nona?"
Lyra hampir saja memekik kaget karena bisikan dari pelayan pria itu terlampau tiba-tiba dan kedatangannya sangat halus tanpa dia ketahui seperti makhluk halus saja.
Lyra menoleh dengan wajah merengut tidak suka ke pria yang baru saja berbisik itu, tapi pria itu malah tidak merasa bersalah hanya menampilkan cengengesan kecil.
"Dia yang paling mahal di sini," ucap pria itu lagi membuka topik yang tidak Lyra mengerti.
"Apa maksudmu?" tanya Lyra tidak mengerti.
Pelayan itu tersenyum lalu mendekatkan dirinya membisikkan sesuatu yang membuat Lyra melotot dengan penjabaran tanpa sensor dari pelayan itu.
"Jadi maksudnya dia p*****r?" tanya Lyra memastikan kembali.
"Bukan, tapi dia gigolo," jawab pelayan itu.
"Sama saja, apa bedanya?!" gerutu Lyra.
Lyra mengernyitkan alisnya, padahal dia baru saja memuji-muji pria itu, tapi ternyata fakta gelap menyapanya hari ini juga.
"Dia paling mahal di sini, kau bisa lihat sendiri kalau dia sangat tampan dengan fisik sempurna yang gagah, staminanya juga sangat bagus," jelas pelayan itu.
Wajah Lyra memerah membahas hal memalukan ini, mungkin terdengar lumrah jika dilihat di mana mereka membahas itu, tapi tetap saja Lyra tidak bisa menghilangkan rasa malunya.
"Berapa harganya?" tanya Lyra.
"Bodoh, Lyra! Kenapa kau malah bertanya itu, seperti orang mau membeli saja," batin Lyra merutuki pertanyaan yang barusan dia lontarkan secara tiba-tiba.
"Satu malam 25 juta."
"Tidak mahal, tuh," celetuk Lyra tiba-tiba.
Padahal dalam hatinya Lyra mengutuk dirinya yang tidak bisa menahan perkataannya, apalagi sekarang dia sedang bicara dengan orang yang tidak terlalu dikenalnya.
"Kalau begitu belilah jasanya, aku jamin pasti kau puas," rayu pelayan itu.
Lyra mengernyitkan alisnya lagi menatap pelayan itu, dia berpikir kenapa harus dia harus melakukannya, sedangkan selama ini dia selalu menjaga kesuciannya untuk mantan tunangannya.
Hati Lyra merasa kesal lagi mengingat bagaimana pertengkarannya dengan Samuel tadi dan terngiang lagi kalimat-kalimat yang menjadi kompor emosinya.
"Jika kau terus bersikap seperti itu tidak akan ada laki-laki yang mau padamu ...."
"Jika tidak ada pria yang mau denganku, aku bisa membeli banyak pria sepertimu!"
Lyra memejamkan matanya membayangkan bagaimana terhinanya dia tadi, yang melakukan kesalahan bukan dia, tapi dia merasa ikut terhina karena perkataan Samuel yang membuat pikiran Lyra jadi panas lagi.
"Aku akan membelinya!" tegas Lyra.
Pelayan itu dengan senang hati memberi Lyra arahan untuk melunasi biaya yang telah ditetapkan, pelayan itu juga memberitahu kamar berapa dan di jam berapa mereka akan bertemu, dengan penjelasan sehabis menyanyikan semua lagu barulah mereka akan bertemu.
"Hah ... bodoh! Lagi-lagi aku bertindak terlalu jauh, bagaimana bisa aku menghabiskan uang hanya untuk menjebol kesucianku, benar-benar bodoh kau, Lyra!" Lyra terus menggerutu sepanjang perjalanan menuju kamarnya.
Ditambah pengaruh minuman keras tadi membuat seluruh tubuhnya merasa panas, sampai kamar Lyra menangkap botol dan gelas di meja yang sepertinya sudah disediakan untuknya, minuman keras lagi.
Setidaknya Lyra bersyukur, ini bisa membuatnya lebih tenang dan menghilangkan sedikit kesadarannya nanti agar tidak terlalu cemas jika bertemu dengan Damian yang telah dia pesan.
Tanpa ragu Lyra langsung meminum semuanya sampai tandas tak tersisa, setelahnya dia merebahkan dirinya di ranjang empuk hotel yang berada tepat di lantai atas dari club itu.
Lama-kelamaan mata Lyra terasa berat terpejam dengan sendirinya dengan dengkuran halus, Lyra tertidur dengan mudahnya sampai dia lupa kalau Damian akan segera menyusul.
"Nona, ternyata kau tidak menungguku dan malah tertidur lebih dulu," gumam Damian menutup pintu yang barusan dia buka dan berjalan menghampiri Lyra yang sedang tertidur.
Damian mengelus lembut pipi Lyra membuat wanita itu sedikit melengguh menghindari sentuhannya, Damian terkekeh karena merasa ada yang janggal. Malam ini wanita yang memesannya tidak seperti kebanyakan wanita yang telah menghabiskan malam dengannya.
Biasanya yang memesan Damian adalah wanita berumur yang agak tua, atau bahkan tua dengan sikap angkuh juga sombong menuntut ingin segera dilayani, sekarang pemandangan di depan Damian membuatnya bingung, wanita muda yang cukup cantik memesannya.
"Aneh sekali, padahal kau masih muda dan cantik, tapi kenapa kau senakal ini," bisik Damian.
Damian membuka kancing kemejanya perlahan dan membuangnya ke sembarang arah, ditatapnya wajah Lyra dulu sebelum akhirnya Damian menjatuhkan ciuman ke bibir Lyra.
Lyra membuka matanya perlahan mendapati Damian sudah berada di atasnya, dia ingat terakhir kali memesan Damian untuknya, tapi kepalanya terasa sangat berat diangkat, untuk bergerak pun sangat susah, maka dari itu Lyra diam saja membiarkan Damian melakukan pekerjaannya.
"Malam ini aku milikmu." Bisikan dari Damian terdengar jelas di telinga Lyra.
"Ya ... buat aku melupakan apa yang terjadi padaku hari ini dan buat aku bahagia ketika aku membuka mataku besok," balas Lyra.
"Dengan senang hati, Nona."
Damian sudah tanpa sehelai benang pun, tinggal Lyra yang pakaiannya belum ditanggalkan, dengan hati-hati Damian menanggalkan satu-persatu pakaian yang melekat ditubuh Lyra, tak ingin memberi rasa sakit karena Damian tahu begitu mencium Lyra tadi bibirnya sudah penuh dengan aroma minuman keras menyeruak.
"Ah ...." Lyra melengguh hanya dengan sentuhan kecil dari Damian, bahkan Damian belum menyentuh area sensitifnya.
Lagi-lagi tanpa sadar Damian tersenyum melihat respon dari Lyra yang tidak biasa. Baru menekan jarinya saja Lyra sudah meracau tidak karuan, tapi itu tidak membuat Damian menghentikan aktivitasnya.
"Sakit ...," gumam Lyra.
Damian jadi merasa bingung pada wanita di hadapannya, padahal ini belum seberapa, tapi Lyra sudah mengeluh sakit, pikirnya wanita itu yang masih belum siap untuk dimasuki atau dirinya yang kurang becus melakukan permulaan.
"Bersabarlah, sedikit lagi."
Entah kenapa Damian jadi merasa agak tidak yakin melakukannya, tapi dia harus tetap melakukannya karena pekerjaannya menuntut itu.
"Ah ...!"
Lyra langsung meremas lengan Damian, tubuhnya menegang dan gemetar setelah penyatuannya dengan Damian, walau sudah berada di bawah pengaruh minuman keras tetap saja Lyra tidak mati rasa untuk merasakan sakitnya.
Damian melihat ke bawah memastikan semuanya baik-baik saja, tapi sekarang Damian juga ikut menegang melihat sesuatu di bawah, segera dia mencabut miliknya dengan panik bercampur cemas.
"Kau berdarah," ujar Damian tidak percaya.
Damian menatap Lyra masih dengan wajah tidak percaya kalau wanita yang tiduran tidak berdaya di ranjang adalah seorang perawan yang belum pernah ada pria menjambak tubuhnya.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Damian memastikan keadaan Lyra dan dibalas dengan gumaman kecil kalau dia baik-baik saja.
Perasaan mengganjal jadi tumbuh di hati Damian, ada banyak wanita yang dia tiduri, tapi kenyataannya sekarang bahwa dia pria pertama untuk Lyra membuatnya merasa aneh, tidak bisa dideskripsikan dengan perkataan apa pun, bahkan Damian sendiri tidak mengerti dirinya, dia juga tidak mengerti jalan pikiran Lyra.
"Kita hentikan sampai di sini saja, aku akan kembalikan uangmu," ucap Damian terasa gamang.
Lyra menggeleng lemah tanpa tidak setuju, Damian jadi dibuat makin heran dengan Lyra yang sepertinya tidak perduli pada kesuciannya dan lebih memilih melanjutkan aktivitasnya panas mereka.
"Akan aku kembalikan 100%, aku janji." Kali ini malah Damian yang mengotot untuk menghentikannya, padahal pada wanita lain Damian enggan jika uangnya diminta kembali hanya karena kesalahan kecilnya.
"Aku tidak butuh uang." Suara Lyra terdengar sangat lemah bercampur kesedihan.
"Tapi kau—"
"Lakukan saja," pinta Lyra.
"Tidak! Ini tidak benar. Tugasku hanya melayani wanita yang membutuhkanku, bukannya merengut kesucian wanita, aku tidak masalah jika kau ingin berhenti dan meminta uangmu kembali," saran Damian.
"Aku mohon lakukan saja!" Lyra kembali meminta.
"Tapi–"
Lyra menutup mulut Damian dengan jari telunjuknya. Mencium bibir pria itu hingga keduanya kembali melanjutkan malam panas yang sempat tertunda karena Damian tahu jika dia adalah laki-laki pertama yang menyentuhnya.