Part 2 - Pasien yang Manis

1190 Words
Cleo mengusap keningnya, tidak terasa sejak matahari berada di atas kepala hingga kini nyaris tenggelam, ia menangani pasien yang tidak kunjung henti. Cleo meneguk air mineralnya dalam satu hirupan nafas, satu botol air mineral habis tak bersisa. Cleo duduk di meja kantin rumah sakit yang ramai oleh keluarga dan pengunjung rumah sakit. Therapedic Medical Center atau orang sering menyebutnya TMC adalah rumah sakit swasta yang cukup terkenal di ibukota. Selain karena alat medisnya yang lengkap, tenaga kesehatan yang bermutu, pelayanan, juga karena TMC tidak mematok harga terlalu tinggi dibandingkan rumah sakit swasta lainnya. TMC bahkan memiliki asuransi sendiri, pasien kurang mampu akan tercover dengan pasien mampu yang mendapatkan perawatan. Pasien mampu juga tidak keberatan menambah biaya perawatan karena rumah sakit tempat Cleo bekerja ini jarang mengecewakan. Cleo menjulurkan tangannya ke atas meja, pipi nya ia baringkan di atas lengan. Perutnya lapar, tapi ia malas untuk bergerak, rasa badannya remuk. Tiba-tiba aroma soto khas kantin rumah sakit tercium, Cleo mengangkat kepalanya, melihat semangkuk soto dan sepiring nasi sudah tersaji. Tidak hanya itu, dua gelas lemon tes juga sudah ada di atas meja. Cleo mengerutkan alis sambil mengaduk-aduk mangkuk berisi soto di hadapannya, karena soto itu sama seperti pesanannya biasa. Tidak memakai toge, dan banyak berisi ayam suwir. Selain itu, ada telur asin tidak di belah, melainkan satu bulatan besar. Cleo membalikkan kepala, mencari keberadaan Teh Inah, pemilik kantin. Cleo tidak mendapatkannya. “Cari apa?” “Astaga!” Cleo mengusap dadanya terkejut melihat lelaki mengenakan kemeja putih berlumuran darah dengan jas yang tergantung di lengan sudah duduk di hadapannya. Lelaki berwajah boyband yang ikut masuk ke dalam ambulance itu duduk dan meletakkan segelas kopi di hadapannya, “kamu membuatku hampir jantungan!” bentak Cleo. Lelaki itu tersenyum, memicingkan bibirnya, “dokter takut sakit jantung juga ya.” Ejek lelaki itu. Cleo mendengus kesal, wajah lelaki itu menyebalkan. “Tadi, aku tanya ke kantin itu. Apa yang kamu suka. Dan, mereka jawab kamu suka menu ini.” Jelas lelaki itu. Terjawab sudah, siapa yang memesankan soto seusai keinginannya itu. “Oh, thanks ya. Pas banget, aku laper, tapi mager banget!” ucap Cleo sambil memasukkan beberapa sendok sambal, dan menuangkan kecap ke dalam soto seraya menyeruput kuahnya. “Aku Rakka.” Rakka menyodorkan kartu nama ke hadapan Cleo. Cleo mengangguk-angguk sambil terus memakan soto yang sudah ia racik. “Bagaimana keadaan gadis itu?” tanya Rakka lagi, “Kaki kirinya remuk, dari paha ke bawah. Kemungkinan besar di amputasi, lalu, kornea kedua matanya juga rusak, karena banyak pecahan kaca yang masuk..” Cleo menyelesaikan suapannya, mengunyah lalu kembali menjelaskan, “kemungkinan...” Cleo menelan soto dalam mulutnya, menyeruput lemon tes di samping mangkuk, “kemungkinan gadis itu tidak bisa melihat lagi..” “Apa?!” Cleo nyaris tersedak mendengar Rakka berteriak. “Uhuk.!” Cleo kembali menyeruput minuman dinginnya. Tenggorokannya Persih karena hentakan Rakka membuat minuman yang sudah sampai ke tenggorokan kembali ke atas. “Kamu tadi hampir buat aku jantungan, kali ini kamu nyaris buat aku mati tersedak!” bentak Cleo. “So-sori.” Rakka merasa bersalah, “aduh..” Rakka memegangi bahunya, Cleo beranjak bangun, kemeja putih Rakka sudah berubah menjadi merah. Cleo menarik kerah baju Rakka. Ada luka robek di bahu Rakka yang ia tutupi dengan sapu tangan yang sudah tidak jelas berwarna apa, karena sudah dipenuhi darah. “Ya ampun, kamu luka juga ya? Kenapa dibiarkan? Sudah lima jam darahmu keluar!” Cleo membulatkan mata, “Bangun, ayo ikut aku ke IGD!” Cleo menepuk pundak Rakka, “Ini tidak apa-apa. Hanya luka robek biasa,” ucap Rakka kembali menutup lukanya. “Dokter ini benar tuan, Tuan Rakka harus di obati.” Seorang lelaki mengenakan kemeja putih bercelana hitam, tinggi besar, berkepala botak menyahut dari belakang. Cleo mundur satu langkah. “Burhan! Sudah ku bilang jangan menampakkan diri!” bentak Rakka, “tenang-tenang, dia Burhan. Asistenku.” Rakka menenangkan Cleo. Cleo menelan ludah, Rakka memang seperti boyband, tapi Cleo tidak menyangka kalau asistennya memiliki wajah seperti pegulat profesional. “Ya-ya sudah, ayo. Ikut denganku.” Cleo menarik ransel yang semula ia duduki. Lalu berjalan menuju kembali ke IGD. Cleo meminta Rakka tidur, ia mulai menyiapkan alat-alat untuk luka yang di derita Rakka. “Biar aku saja, sudah, kalian istirahat saja. Ini gampang kok..” ucap Cleo sambil menaikkan masker, memasang handscoon* dan mempersiapkan alat-alat. Perawat yang semula berniat membantu kembali menjauh. Rakka kini bisa melihat wajah Cleo dari dekat, walaupun ia mengenakan masker. Tidak ada polesan makeup sama sekali. Wajah Cleo alami, tidak terlalu putih, namun bersih. Alis matanya tebal, bulu matanya lentik, alis matanya terukir sempurna. Rambut bergelombang berwarna coklat kehitaman yang ia ikat, tersisa anak rambut membuat Cleo terlihat semakin manis. Cleo mulai menyuntikkan obat bius, Rakka mendadak jadi tidak takut dengan jarum suntik. Biasanya, Rakka akan berlari setiap melihat jarum suntik. “dr. Airin Cleo. Airin...” “Panggil saja Cleo. Kalau saja ketentuan rumah sakit tidak mengharuskan ku menggunakan nama lengkap di nametag, mungkin aku tidak menuliska. Nama itu.” Jawab Cleo terlihat kesal. “Kenapa?” tanya Rakka lagi. Cleo tidak menjawab. Rakka masih membaca nama di Idcard yang tertempel di jas putih Cleo, ia terus mengerjakan luka yang ada di bahu Rakka tidak menggubris. Dari matanya, Rakka seperti melihat sesuatu yang spesial dari dokter yang sedang merawatnya ini. Rakka tersenyum. Ia banyak menemui perempuan cantik, sexy dan lebih dibandingkan Cleo. Namun, Rakka tertarik mencari tau semua tentang dokter ini. Rakka mengulum senyum, lesung pipi kanannya terbentuk. “Kenapa tertawa? Mau pamer lesung pipi?” tanya Cleo kesal karena matanya baru saja menangkap sebuah senyum manis dengan lubang di bawah rahang kanannya. Cleo langsung mengalihkan pandangan kembali ke luka yang sedang ia tangani. “Kenapa? Manis ya?” Rakka balik bertanya. Cleo menekan luka Rakka dengan massa agak dalam, “aduh -duh, pelan-pelan dong!” perotes Rakka. “Makanya, jangan sok akrab deh!” jawab Cleo singut. Tawa Rakka pecah mendengar jawaban Cleo. Wanita di hadapannya ini terlihat lebih dewasa di bandingkan usianya, itu masih terkaan Rakka. Tapi yang jelas, berbicara dengan Cleo, apalagi sambil menatap wajahnya membuat Rakka lupa, kalau di bahunya sudah ada lima jahitan. “Tuan,” seorang lelaki berbaju hitam berdiri tidak jauh dari Cleo dan Rakka. Cleo mendongakkan kepala menatap lelaki itu, “Hm, ada apa?” jawab Rakka malas, “Polisi di depan mencari Bapak,” “Saya sudah hubungi pengacara, setelah tindakan ini, saya dan pengacara akan temui.” Ucap Rakka datar. Lelaki itu mengangguk lalu berbalik pergi. “Kamu orang kaya ya?” tanya Cleo sambil menggunting ikatan terakhir di jahitannya. “Bisa dibilang begitu,” “Oh.” Jawab Cleo datar. “Oh?” “Lalu?” tanya Cleo, kali ini mengusap luka Rakka dengan sekali usap, dan menutupnya dengan massa yang di rekatkan perekat medis anti air. “Biasanya, kalau ada wanita yang tau aku kaya, mereka akan meminta nomor ponselku.” Jawab Rakka. “Tapi sayang, wanita itu bukan aku,” Cleo melepaskan handscoonnya lalu berbalik menuju westafel untuk mencuci tangan. Rakka mengenakan kemeja nya kembali, dan berjalan mendekati Cleo. “Kalau begitu, aku saja yang meminta nomor ponselmu.” Cleo tersenyum, “ada ya orang kaya minta nomor dokter jaga IGD,” goda Cleo sambil mencuci tangan. “Ya, aku.” Jawab Rakka, Cleo mencuci tangannya sampai bersih, lalu berbalik badan. Seorang perawat memberikan handuk kecil ke arah Cleo. “Sudahlah, kontrol lagi tiga hari. Itu sudah di berikan plester anti air. Jadi bisa mandi dengan aman. Jangan kaget,” Cleo berhenti dari langkahnya, lalu menatap ke arah Rakka yang ikut berhenti, “agak mahal. Karena kamu orang kaya.” Rakka menatap Cleo yang menyipitkan mata, menyembunyikan senyum di balik maskernya yang Rakka yakin pastimanis. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD