Setelah berpikir cukup panjang, Tiffany pun akhirnya memilih ikut pergi bersama Kriss, mau melepaskan Kriss pun dirinya juga tidak berani. Apakah laki-laki terlalu nekat.
Tiffany mengendarai mobilnya dengan tenang, keadaan di dalam mobil sangat hening. Kriss sendiri sedari tadi sangat fokus pada gambar-gambarnya, sedangkan dirinya fokus pada kemudinya. Selain itu, Tiffany juga sangat penasaran dengan apa yang digambar oleh Kriss, karena tangan Kriss terus bergerak dengan cekatan dalam menggambar di buku gambarnya.
"Ini belok mana?" Tanya Tiffany pada Kriss.
Kriss terdiam, setelah menempuh perjalanan berjam-jam, akhirnya mereka hampir sampai. Mungkin saja satu jam lagi mereka akan sampai di tempat yang menjadi tujuan penelitian Kriss.
"Masih harus lurus." Jawab Kriss sembari menunjukkan jari telunjuknya ke depan.
Tiffany pun mengangguk dan kembali menjalankan mobilnya. Dari sini Tiffany agak gemetaran, bagaimana tidak, sepanjang jalan yang ia lewati hanyalah pegunungan, belum terlihat adanya rumah penduduk sekitar. Padahal kelas Kriss mengatakan jika nantinya akan ada rumah-rumah, tapi yang saat ini ia lihat hanyalah pohon-pohon yang menjulang tinggi di sisi kanan kirinya.
"Kriss, kamu nggak sedang berhalusinasi kan? Ini hutan semua loh, nggak ada rumah satupun." Tanya Tiffany dengan sedikit takut.
Kriss yang mendengarnya pun tertawa kecil, dirinya memiliki ingatan yang bagus jadi tidak mungkin dirinya lupa begitu saja.
"Jalan terus saja, nanti juga kamu akan melihat rumah-rumah penduduk sini." Jawab Kriss yang hanya dijawabi anggukan oleh Tiffany.
"Tadi apa yang kamu gambar?" Tanya Tiffany pada Kriss.
Kriss yang mendengar pertanyaan dari Tiffany pun langsung menoleh dan mengeluarkan kertas gambarnya yang tadi sudah ia masukkan ke dalam tasnya.
"Aku coba buat sesuatu untuk menangkap makhluk itu, setidaknya kalau ingin melakukan penelitian, maka aku harus tahu betul gimana wujudnya." Jawab Kriss dengan pelan.
Tiffany yang mendengarnya pun sedikit terkejut, meskipun dia tahu kalau pikiran Kriss itu memang sedikit melenceng, tapi setidaknya tidak harus membahayakan dirinya juga bukan?
"Kamu nggak ada niatan buat nangkap mereka dan membawanya ke sini kan?" Tanya Tiffany dengan penuh selidik.
Bukannya menjawab, Kriss justru malah tertawa pelan. Membuat Tiffany semakin yakin jika pikiran itu pasti juga ada di dalam pikiran Kriss.
"Jangan main-main, kamu mau buat dunia kacau gara-gara ulah kamu?" Tanya Tiffany lagi tanpa menoleh ke arah Kriss.
"Belok kiri, nanti di depan ada perumahan penduduk sini." Kata Kriss menunjukkan jalannya, mengabaikan pertanyaan dari Tiffany sebelumnya.
Kriss terdiam, sebenarnya dirinya juga masih belum yakin untuk mengembangkan penelitiannya, masalahnya jika ada kegagalan bukan hanya dirinya yang kena masalah, tapi orang-orang yang ada di sekitarnya juga akan terkena dampaknya.
Kriss menyandarkan tubuhnya ke kursi, memejamkan matanya dan mengingat kembali saat dirinya melihat makhluk itu memakan seorang manusia. Bahkan itu sangat mengerikan karena orang yang dimakannya tidak langsung mati, melainkan masih bisa bergerak dan hidup. Padahal jelas-jelas manusia itu sudah hampir kehilangan semua dagingnya, dan hanya menyisakan tulang-tulangnya.
Jika dipikir-pikir lagi, keinginan tahuannya memang tinggi, apalagi saat dirinya mengetahui di dalam gamenya ada makhluk seperti itu. Padahal jelas-jelas dirinya ingin membuat game bertarung dengan lokasi hutan. Namun, karena mungkin saja ada kesalahan, mangkanya malah menjadi game nyata di mana kita juga ikut masuk ke dalam game buatannya itu.
Kriss membuka matanya, memikirkan lagi di mana kesalahan yang diperbuatnya. Jarang sekali dirinya membuat kesalahan seperti ini, seolah-olah memang sangat buruk jika di teruskan.
"Berhenti di sini?" Tanya Tiffany yang langsung saja membuat Kriss sadar dari lamunannya.
Kriss pun mengangguk dan meminta Tiffany untuk memarkirkan mobilnya. Sebenarnya banyak juga pengunjung yang datang di daerah itu, tapi karena banyak hal mistis jadi sekarang hanya beberapa orang yanga datang. Untuk itu ada perkiraan khusus yang dulu di bangun saat daerah itu masih ramai.
Setelah memarkirkan mobilnya, Tiffany pun keluar dari mobil dan membawa tas selempangnya. Pakaian yang dia pakai hari ini sangat santai, dengan kaos pendek dan juga jeans panjang, dipadukan dengan sepatu yang membuat wanita itu terlihat keren.
Tiffany menghampiri Kriss, tangannya bergerak mengeluarkan kaca mata yang ia simpan di dalam tas dan memakainya dengan pelan.
"Daerah sini cukup panas meskipun pegunungan." Kata Kriss menjelaskan.
Tiffany pun hanya bisa mengangguk saat mendengarnya, ia pikir dirinya akan pergi ke penguna yang sejuk hingga akhirnya memilih untuk memakai pakaian terbuka seperti ini, tapi siapa yang menyangka jika pegunungan ini tetap panas?
"Kalau gitu ayo jalan." Ajak Kriss yang langsung saja membuat Tiffany melongo.
Jelas-jelas Kriss memakai pakaian di dalam jaket yang dipakainya, tapi bahkan laki-laki itu tidak berniat untuk memakaikan jaket itu padanya. Benar-benar tidak bisa diandalkan.
"Waktu pertama kali datang ke sini, ada bapak-bapak yang mengatakan padaku untuk permisi sebelum memasukkan area bendungan." Kata Kriss mulai bercerita.
Tiffany yang mulanya mendumel dalam hati pun akhirnya memilih diam dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh Kriss.
"Dia juga bilang banyak orang yang tiba-tiba hilang tanpa jejak dan ditemukan mati disekitar bendungan." Lanjut Kriss seraya menoleh ke arah Tiffany.
Tiffany yang mendengarnya pun langsung tertawa, bisa-bisanya Kriss ingin menakut-nakuti dirinya dengan cara murahan seperti itu.
"Kamu pikir aku takut? Nggak usah bercanda deh." Balas Tiffany masih dengan tawanya.
Kriss pun hanya terdiam, menatap ke arah kulit Tiffany yang terpapar sinar matahari di siang hari seperti ini. Kriss melepaskan jaketnya dan memberikannya pada Tiffany tanpa mengatakan apapun. Sedangkan Tiffany sendiri yang terkejut tentu saja hanya bisa bilang terima kasih. Dalam hati malu karena sudah mencibir Kriss tadi.
"Tadi yang aku ceritakan bukan bohongan. Waktu aku pertama kali masuk ke dalam game, aku melihat makhluk itu memakan manusia, dan pas aku cari di internet, ternyata orang itu adalah orang yang hilang disekitar bendungan." Jawab Kriss dengan serius.
"Jadi jangan jauh-jauh dari aku, kalau kamu ilang tiba-tiba aku nggak bisa nolongin." Lanjut Kriss yang langsung saja membuat Tiffany bergidik ngeri saat mendengarnya.
Mereka pun berjalan dengan langkah yang tenang, tidak ada percakapan lain yang mereka lakukan. Apalagi Tiffany juga terlihat sedikit ketakutan saat dinilai dari cara dia memegang lengan Kriss yang begitu erat.
"Eh, kamu datang lagi." Sapa bapak-bapak yang berpapasan dengan mereka. Bapak-bapak itu baru saja turun dari gunung dengan membawa sekarung rumput di atas kepalanya.
"Iya pak, saya masih ada penelitian." Jawab Kriss dengan ramah.
"Bukannya bapak ngelarang kalian, tapi jangan masuk lebih dalam, jangan mendekati bendungannya juga." Kata bapak itu lagi-lagi memperingatkan.
"Baik pak, terima kasih sudah mengingatkan." Jawab Kriss yang langsung saja membuat bapak itu pergi melewatinya.
Tiffany sendiri merasa sedikit takut dan juga memegangi lengan Kriss semakin erat.
"Kriss, nanti kalau kita mati di sini gimana? Aku belum nikah." Rengek Tiffany yang langsung saja membuat Kriss tersenyum tipis.
Bisa-bisanya di saat seperti ini wanita itu malah memikirkan soal statusnya yang belum menikah itu.
"Udah pernah lakuin itukan? Jadi apa yang kamu khawatirkan sebelum menikah? Udah nyoba juga." Balas Kriss sekenanya.
"Ya karena rasanya enak mangkanya gue juga pengen nikah dan ngelakuin itu tiap hari." jawab Tiffany lagi dengan kesal.
"Apa sih yang ada di dalam otak kecilmu ini, kira terusin aja, cuma bentaran kok." Kata Kriss lagi mencoba meyakinkan Tiffany. Akhirnya setelah melewati beberapa kali pembujukan, Tiffany pun setuju untuk lanjut. Sebenarnya Kriss juga terpaksa membujuk Tiffany, pasalnya jika dirinya mengantarkan Tiffany turun lagi tentu saja akan membuang waktunya sia-sia. Jadi dengan begitu dirinya akhirnya mengalah dan mencoba untuk membujuk seseorang, di mana dirinya sebelumnya juga belum pernah melakukan hal seperti itu pada orang lain.
Kriss terus berjalan, sesekali menoleh ke arah Tiffany yang masih melihat ke mana-mana karena takut. Dalam hati, Kriss memikirkan, bagaimana bisa dirinya membawa anak manja sepertinya ke tempat seperti ini.
Tbc