CHAPTER 3

805 Words
The Shard London, 9.15 PM Finna dan Deron tiba di sana, suasana tempat itu indah. Pemandangan dari luar bisa dilihat dengan jelas, sangat indah sekali, tentu seorang wanita jika diajak untuk dinner sambil menikmati pemandangan malam kota London. Finna mengenakan gaun selutut sedikit terbelah di bagian depannya, warna hitam sesuai dengan  tubuh melekatnya. Deron memilih gaun itu untuknya, karena ini malam pertama mengajak seorang ratu dari bangsawan sederhana ke tempat makanan mewah. Arletta tentunya ikut dong, masa Finna dan Deron seorang, itu akan mencurigakan untuk Arletta di usia 4 tahun. Mereka dinner bersama, sebab Deron tidak biasa makan sendiri tanpa seorang pendamping. Hidangkan makanan telah datang, Finna duduk bersebelahan dengan Arletta, sedangkan Deron berhadapan dengan Finna. Deron memang sengaja duduk menepi agar bisa menyentuh kulit mulus Finna. Belum juga menyantap makanan, kaki Deron sudah bergerak di bagian kaki Finna. Finna memilih untuk menghindar karena suasana romantis ini sedikit tidak nyaman, apalagi tempat di mana dia berada adalah tempat untuk para bangsawan, Finna hanya mendampingi bukan untuk bersenandung dengan mesraan intim pada majikannya.  Deron merasa tertolak oleh Finna saat kakinya menyentuh kulit bawahnya. "Papa, tumbenan bawa Arletta sama Finna ke sini. Ada yang mau Papa kenali ke Arletta?" Arletta bersuara lebih dulu, Deron mendongak langsung menatap mata manik warna biru lautan. "Em .... mungkin ... tetapi, tidak sekarang, Sayang. Kemungkinan akan Papa bawakan seseorang untuk dirimu," Deron berkata pada Arletta, Arletta berbinar. Sedangkan Finna memilih menikmati hidangan depannya tanpa selera. Deron bisa melihat dengan ujung matanya, Finna terlihat cemburu. Namun siasat itu mungkin akan ampuh menaklukkan hati seorang pengasuh. Ya, Deron tahu Finna menyukainya. Hanya sentuhan dari pertama kali saja Deron bisa menebak kalau Finna bukan tipe wanita biasa. Karena di tubuhnya memiliki kaitan untuk memikat seseorang. Wajah boleh polos, dan natural alami, di dalam belum tentu dia polos dan natural alami. "Maaf Tuan, saya ke kamar kecil sebentar. Arletta makan yang pelan, ya," kata Finna berlalu pergi, Deron mengawasi gerak-geriknya. Finna menatap cermin kaca sembari melihat wajahnya, tidak ada yang salah. Kenapa dia terlihat sedih jika tuannya akan membawa wanita dikehidupannya. Padahal ia senang kalau di ajak dinner bersama, entah bagaimana ia tidak suka jika tuannya membawa wanita ke rumah selain dirinya. Apa aku egois? Dia bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang pengasuh di gaji. Bukan sebagai hubungan intim, istri saja tidak, pacar juga bukan. Simpanan? Tidak mungkin, jika simpanan, buat apa aku rela bekerja di rumah besar nan megah mewah itu demi mengurus anak usia 4 tahun. Kalau memang kenyataan aku hanya simpanan duda kaya raya. Oh ... Tuhan tentu itu tidak mungkin. Tetapi .... aku benar-benar menginginkan dirinya. Entah kenapa aku merasa dalam diriku butuh dia, memelukku, menyentuhku setiap sela-sela jari pada kulitku, batinnya sembari mengkhayal sang majikannya ada disisinya. Deron selesai menyantap hidangan, kemudian ia melihat arloji ditangannya sudah hampir setengah jam Finna belum juga kembali dari kamar kecil. Arletta juga baru selesai makan, Deron merasa dia harus menyusul, namun anaknya bagaimana apa tidak masalah seorang anak usia lima tahun ditinggalkan. Hem ... mungkin bisa di titipkan pada sopir pribadinya. Deron menyusul dan mengecek Finna di sana. Untung kamar kecil sedikit sepi jadi jarang ada  mampir sekadar cuci tangan. Deron mulai mengetuk pintu toilet wanita, Finna yang berada di dalam sedang onani. Finna melakukannya sendiri, Deron masih mengetuk pintu tetap tidak ada respons. Finna mulai o*****e pertama kali, setelah itu dia bersihkan diri merapikan gaunnya mencuci tangan serta tisu yang basah akibat lendirnya. Saat membuka pintu itu, Finna dikejutkan oleh seseorang berdiri tetap di depannya. Deron menatap  tajam menyelidiki ada yang aneh pada sikap Finna. "Tu-tuan ... kenapa Anda di sini ... ini ... kamar kecil wanita, Tua—" Belum selesai berbicara Deron mendorong tubuhnya masuk kembali, lalu di tutup pintu itu tak lupa menguncinya. Deron mengunci tubuhnya. Finna menelan salivanya seperti tersangkut di tenggorokan. Sebab, Deron menatapnya sangat tajam. "Tu-Tu-an,—" Deron melumatkan bibir Finna untuk tidak melanjutkan bicaranya. Cukup lama mereka berdua berciuman, bibir Finna merah akibat Deron menggigit karena geram. Finna menunduk merasa sangat malu. Jika saja dia tidak melakukan onani sendiri mungkin Deron tidak akan melakukan kasar padanya. "Sampai di rumah, aku akan menghukummu," bisik Deron. Finna tercegah. Deron menjauhkan wajahnya merapikan pakaiannya dan juga gaun Finna. Finna masih belum mengerti. "Maksud Tuan, saya ... saya ..." Satu ujung jari menempel di bibirnya yang memerah itu. "Ssstt ... ini perintah," potongnya, kemudian berlalu pergi. Finna menyusul masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Hukuman apa yang akan diberikan oleh Deron nanti malam. Dia tahu kesalahannya tadi adalah melakukan sendiri. Tetapi, kesalahan itu tidak salah karena dia melakukan sendiri di kamar kecil tersebut. Lantas  apa yang membuat dirinya bingung dengan hukuman itu. Finna semakin pusing memikirkannya,  sedangkan Deron menatap kaca depan menatap wajah Finna masih melamun menatap arah luar jendela. Deron tersenyum tipis. Ia bahagia bisa mengerjai wanita itu, mungkin dengan cara ini dia bisa menyantap tubuh manisnya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD